Another Rough Day
Sembari masih terguncang di dalam kereta, Micchi membaca pesan singkat darimu. Dia mengulum senyum lembut meskipun kamu sedang tidak ada di depannya saat itu. Micchi mengetik sebuah balasan. Kamu mengabari Micchi kalau meet up kalian hari itu tidak bisa dilakukan karena kamu sedang kehabisan energi. Kamu bahkan sampai sangat meminta maaf karena hal ini. Padahal Micchi tidak masalah, dia sudah cukup lama mengenal kamu dan kamu berhak untuk merasa lelah dan tidak mau bertemu siapapun.
Lelaki bermarga Michieda itu menghela napas. Mungkin dia akan jalan-jalan di sekitar destinasi tempat kalian janjian hari itu. Kereta yang ditumpangi Micchi berhenti di sebuah stasiun. Lelaki itu turun dan berjalan menuju pintu keluar. Tidak jauh dari stasiun ada taman yang cukup ramai. Mungkin Micchi akan duduk-duduk disana sambil menikmati cemilan. Lelaki itu mampir sebentar ke Lawson di dekat sana, membeli dua bungkus pocky dengan rasa stoberi dan cokelat juga dua porsi oden dan dua botol minuman dingin. Keluar dari sana Micchi mengernyit bingung. Kenapa dia beli dua?
Micchi berdecak. Tangan dan mulutnya otomatis bergerak sendiri mengambil bagian milikmu padahal hari itu kalian tidak jadi bertemu. “Ya sudah, deh. Bisa kuberikan ke orang yang disana.” Gumam Micchi. Micchi melangkahkan kakinya, keluar dari area stasiun dan menyusuri jalan setapak di taman itu. Mencari bangku yang tersedia.
Langkahnya terhenti saat melihat sosok yang sangat Micchi kenal sedang duduk, seperti sedang merenung memperhatikan keramaian di sana. Perempuan yang dia kenal sebagai kekasihnya itu masih mengenakan setelan kantoran namun wajahmu terlihat lesu tanpa semangat. Pelan-pelan, Micchi duduk di sebelahmu yang masih tidak menyadari kehadiran Micchi.
Lelaki bernama kecil Shunsuke itu menatapmu lamat-lamat dengan senyum lembut. Hendak mengulurkan tangan untuk menyentuhmu namun diurungkan. Kamu terlihat menikmati kesendirian dalam keramaian ini yang pada akhirnya membuat Micchi memutuskan untuk menikmati kebersamaan kalian dalam keheningan diantara keramaian sore itu.
Kamu menghela napas. Sedikit terperanjat menyadari seorang lelaki duduk di sebelahmu dengan tenang memegang dua porsi mangkuk kertas berdesain Lawson. Micchi tersenyum lebar kearahmu, senyuman lelaki itu nyaris membuatmu menangis. Kamu menunduk, mengatur detakan jantung dan deru napas yang mendadak cepat.
Kamu mengangkat kepalamu dan memaksakan senyum. Micchi menarik tanganmu dan menyerahkan seporsi oden itu padamu. Kamu mengernyit. “Aku kelebihan belinya,” Micchi meringis. “kebiasaan kalo inget kamu pasti selalu beli dua porsi. Tapi, syukurlah odennya gak jadi sia-sia.” Lanjutnya.
“Kamu udah sampe disini kok gak ngabarin?” Tanya Micchi, membuka tutup mangkuk oden di pangkuannya, sembari melirik kearahmu. Kamu menatap oden yang ada dipangkuanmu. “Aku sedang ingin sendiri...” balasmu.
Micchi terdiam. Kedua kelopaknya mengerjap. “Oh, ah, aku mengganggumu? Kalau begitu—“Micchi sudah bersiap untuk pindah dari sana saat tanganmu menahannya.
“Karena Shun sudah disini, aku jadi ingin berduaan denganmu di keramaian ini.” Katamu. Micchi bisa merasakan wajahnya memanas mendengar kalimat itu meluncur dari mulutmu. Kamu berdehem dan mulai menyantap oden traktiran Micchi. Lelaki itu mengangguk samar. Kalian berdua menikmati waktu bersama dengan oden date hari itu. Tanpa membuka percakapan sedikitpun.
“Jadi, ada apa hari ini?” Micchi kembali setelah membuang sampahnya dengan sebuah pertanyaan. Kamu tersenyum tipis, mulai menceritakan apa yang kamu lewati selama seharian itu. Hingga rasanya dadamu sesak dan pandanganmu mengabur oleh air mata. Kamu selalu tidak bisa untuk tidak berhenti bercerita saat Micchi sudah memancingmu seperti ini.
Micchi meraih kepalamu untuk bersandar di bahunya, sementara tangannya merangkul bahumu. “Otsukaresama...” Bisik Micchi.