Awal Mula

ShoppiAiri, Typo, Cringe, H/C


Perempuan bermantel panjang itu melangkah pelan menyusuri pendestrian daerah Gangnam. Langit hari ini kelihatannya tidak begitu bersahabat dengannya. Suara petir yang samar dan angin yang berhembus tidak menghentikan langkahnya sedikitpun. Sudah lima belas menit lebih, Minamoto Airi melangkah tanpa arah. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah menghilangkan semua kejadian yang terekam jelas di otaknya saat ini, yang menimbulkan rasa sesak di dadanya hingga dia sendiri tidak bisa mengeluarkan air matanya. Tatapannya sedikit kosong dan beberapa kali dia menabrak seseorang yang berjalan berlawanan arah darinya. Untuk menarik napas saja, Airi merasakan dadanya nyeri. Kepalanya pusing dan suara-suara berisik dari rekaman kejadian hari itu terus berputar di otaknya. Masih sambil berjalan, Airi meremas kepalanya. Hingga akhirnya kakinya sudah menolak untuk melangkah dan akhirnya menjatuhkan diri di kursi halte bis. Airi bersandar dan menunduk, menatap telapak tangannya yang sedari tadi gemetar. Memejamkan kedua kelopak matanya, malah membuat Airi memutar rekaman itu dengan jelas.

Hari ini, dia bermaksud untuk mengunjungi kekasihnya yang tinggal di kawasan perumahan elit bernama Gangnam. Airi bahkan menyempatkan diri di tengah kesibukannya sebagai soloist untuk membeli beberapa bahan makanan yang nantinya bisa dia masak di rumah sang kekasih. Airi tidak menyangka sedikitpun kalau yang menyambutnya adalah seorang perempuan yang hanya mengenakan pakaian dalam dan Airi bisa melihat beberapa bekas kemerahan di kulit perempuan itu. Kekasihnya keluar tidak lama hanya menggunakan bathrobe dan menyambut Airi dengan memeluk perempuan setengah telanjang itu.

Airi jelas shock melihatnya, amarah dan rasa sedih langsung menguap. Dia menyerahkan kantong plastik kearah kekasihnya, “Home delivery,” Ujar Airi. “Oh, aku lupa aku bukan home delivery. Omong-omong, kita putus, Do Hyun-ah.” Airi langsung berbalik pergi dari sana. Seperjalanannya meninggalkan unit itu, dia masih bisa mendengar teriakan—yang sekarang merupakan mantan kekasihnya itu—mengatakan bahwa dari dulu dia ingin putus dari Airi, beserta ucapan meremehkan dari selingkuhan mantannya itu, mengatakan pula bahwa tidak heran Airi diputuskan Do Hyun karena Airi menolak melakukan seks dengannya sebagai bentuk tugasnya seorang pasangan.

Airi menangkup wajahnya, frustasi tidak bisa mengeluarkan rasa mengganjal di hatinya. Apa ini? Aku diputuskan hanya karena menolak melakukan hubungan seksual dengannya? Ayolah kami saja baru pacaran! Lucu sekali. Airi tidak habis pikir. Airi menolak melakukannya dengan kekasihnya bukan karena tidak sayang padanya, rasa sayang tidak selalu diukur seberapa sering kalian melakukan hubungan seksual bukan? Airi lebih suka mengutarakan rasa sayangnya lewat tindakan affection non sexual. Sayangnya memang Do Hyun itu otak selangkangan.

Namun, yang membuat Airi tidak bisa menangis hari ini adalah, berita kematian orang tuanya. Diantara perjalanan tanpa arahnya selama lima belas menit itu, Airi mendapat telepon dari manajernya bahwa orang tua Airi mengalami kecelakaan tunggal saat menuju Saitama dan meninggal di tempat. “Ya Tuhan, ada yang lebih buruk dari ini semua....?” Airi bergumam parau. Suaranya serak tapi tidak ada air mata yang keluar sedikitpun, meski menarik napas saja rasanya sesak dan kesusahan.

Padahal Airi belum mengunjungi orang tuanya lagi sejak dia debut sebagai soloist dua tahun yang lalu, ada sedikit rasa bersalah disana. Airi merasa dirinya hancur dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini.

Permisi...” Airi berdehem sebentar sebelum mendongak kala mendengar suara bariton seseorang menyapanya dalam bahasa Inggris beraksen Jepang. Kedua matanya bertemu pandang dengan sosok lelaki tinggi dengan senyum seperti karakter Sanrio bernama Cinnamonroll. “Ya?” balas Airi. Lelaki itu memegang sebuah boneka Cinnamonroll berukuran sedang dengan wajah kebingungan.

Aku membeli ini secara tidak sadar dan bingung mau diapakan. Sedangkan, manajerku mungkin tidak memperbolehkan membawa banyak souvenir,” Airi mengerutkan kening. Lalu apa urusannya denganku?kulihat kau sedang kesulitan, mungkin boneka ini bisa meringankan sedikit kesulitanmu.” Lanjutnya. Lelaki itu menyerahkan boneka menggemaskan itu pada Airi.

Kau tidak memasukkan benda mencurigakan di dalamnya kan?” Airi menyipitkan matanya. Di saat seperti ini, dia masih sempat saja menaruh curiga pada orang asing. Lelaki itu mengerjap dan langsung menggeleng. “Tentu saja tidak! Aku baru saja membelinya tadi disana!” Lelaki tinggi itu menunjuk kearah gedung departement store tidak jauh dari mereka.

Airi menarik napas dan menghembuskannya perlahan, terkejut karena kali ini dia bisa melakukannya tanpa kesulitan. “Baiklah. Aku terima. Terima kasih.” Lelaki itu mengangguk dan tersenyum lebar, pamit dari hadapannya dengan berlari kecil. Airi menatap punggung lelaki itu sejenak sebelum mengalihkan perhatian pada boneka di tangannya saat ini.

Ditatapnya lamat-lamat boneka di tangannya ini, hingga tanpa sadar Airi sudah terisak. Air matanya berjatuhan membasahi boneka berwarna putih dengan aksen biru muda itu. Dipeluknya erat boneka Cinnamonroll itu. Tangisan Airi yang mengeras itu teredam oleh boneka yang dipeluknya. Rasa sesak yang sedari tadi memenuhi dadanya menguap.


“Shoppi! Lama sekali! Habis darimana?” Sakuma Daisuke mengerutkan kening saat seseorang yang dipanggil Shoppi berlari mendekat kearah mereka. Lelaki bernama lengkap Watanabe Shota itu mengatur napasnya sejenak sebelum menjawab, “Aku kelebihan beli boneka Cinnamonrollnya, sedangkan manajer Cuma mengizinkan beli satu saja.”

“Implusif ya kalo udah sama kembaran.” Koji mencibir. Shota menjulurkan lidahnya. “Biarin. Daripada Koji, jauh-jauh ke Korea Selatan belinya Cuma roll film.” Balas Shota. Koji mendelik. Sedangkan Sakuma tertawa melihat kedua orang yang sedang saling melempar cibiran ini. “Lalu, boneka satunya dikemanakan?” tanyanya. Shota mengulum bibirnya sembari menoleh kearah sosok perempuan yang masih duduk di bangku halte, menatap boneka yang diberikannya. “Aku berikan pada seseorang.” Balas Shota.

“Tumben sekali, maniak skincare ini bermurah hati.” Shota berdecak. “Kau cari ribut denganku?” gerutunya. Sakuma langsung berdiri diantara Koji dan Shota, melerai keduanya. “Sudah, sudah. Ayo kembali ke mobil.” Ajak Sakuma, menarik tangan Shota dan Koji untuk meninggalkan gedung tempat mereka membeli oleh-oleh.