Balcony

ShoppiAiri, Fluff, Typo


Perempuan itu terbangun dari tidurnya yang lelap. Dia mengerjapkan mata sejenak sebelum akhirnya menatap lama kearah langit-langit kamar apartemennya. Gelap.

Lampu di kamar itu memang dimatikan. Perempuan bernama lengkap Airi Minamoto itu merasakan dan mendengar deru napas yang stabil nan tenang di sebelahnya. Kepalanya menoleh ke samping kanannya, meski dalam kegelapan kamar, Airi bisa menyadari dengan jelas siapa sosok di sampingnya ini. Airi menatapnya sejenak sebelum akhirnya bangkit dengan perlahan dan berjalan menuju lemari untuk mengambil selimut tambahan lalu keluar dari kamar sepelan mungkin agar tidak membangunkan kekasihnya yang baru saja terlelap sejam yang lalu.

Di tengah kegelapan unit yang ditinggalinya bersama Watanabe Shota itu, Airi berjalan menuju ruang tengah dimana sofa dan televisinya berada, juga dimana kucingnya, Mocca biasa tidur atau menghabiskan waktunya bermain di sekitar sana. Airi menyalakan lampu yang berdiri memanjang ke atas disamping sofa itu untuk memberikan sedikit penerangan.

Airi menemukan Mocca yang tertidur dengan tenang di kasurnya. Kucing itu meringkuk dan begitu menggemaskan di mata Airi. Airi tidak mau mengganggu tidur sang kucing dan dia memilih untuk duduk-duduk di balkon apartemennya sembari membaca buku. Insomnia benar-benar menyerangnya kali ini.

Perempuan itu duduk di dekat pintu menuju balkon dan langsung disambut oleh pemandangan lampu-lampu bak taburan bintang di bumi yang terpantul dari gedung-gedung tinggi di sekitarnya maupun di kejauhan kota Tokyo itu. Airi terdiam sebentar merasakan semilir angin malam yang berhembus.

Dia membuka sebuah buku yang belum selesai dia baca. Buku setebal 345 halaman itu butuh waktu sebulan lebih untuknya selesai membacanya. Jadwalnya yang padat membuat waktu senggangnya berkurang dan waktunya untuk membaca ataupun refreshing juga berkurang.

Mau tak mau kadang Airi harus merelakan waktu tidurnya untuk mengganti waktu sendirinya atau waktunya bersama orang tersayangnya.

“Airi...?”

Airi terperanjat kala merasakan bahunya berat dan disertai suara yang memanggil namanya dengan suara serak. Airi menyadari Shota sudah duduk di sebelahnya sambil duduk merapat padanya, menyelimuti keduanya dengan selimut yang juga Shota bawa. Sementara lelaki itu menyandarkan kepalanya di pundak Airi.

“Kenapa bangun lagi?” Tanya Shota. Airi tersenyum tipis dan menepuk-nepuk kepala Shota. “Biasa. Aku terbangun dan tidak bisa tidur.” Katanya.

Dengan mata yang masih menyipit karena baru bangun, Shota mengangkat kepalanya dan menatap kekasihnya. Shota menarik tangan Airi dan menggenggamnya sementara dia kembali menyandarkan kepalanya di pundak Airi. Lelaki itu kembali jatuh setengah tidur. Airi menggeleng-geleng melihatnya.

Dia menghembuskan napasnya begitu sadar bahwa dia tidak bisa membalikkan halaman dengan mudah karena tangannya yang satunya lagi digenggam erat oleh Shota.

Akhirnya, Airi menutup bukunya dan memilih untuk menikmati hembusan angin dan pemandangan di depannya seraya menyandarkan kepalanya di atas kepala Shota. Tangan keduanya bertaut semakin erat, menyalurkan kehangatan satu sama lain.

Pandangan Airi maupun Shota—yang setengah sadar itu terfokus pada sebuah gembok dengan coretan nama inisial mereka yang masih terpasang di pagar balkon unit mereka.

“Airi...”

“Ya?”

“Nyanyikan aku lagu yang belakangan ini suka kau dengarkan, dong.”

Airi mengerutkan keningnya. Dia terkekeh. “Aku yang tidak bisa tidur kenapa kau yang minta dinyanyikan?” Tanya Airi. Shota tersenyum.

“Tidak apa-apa kan? Aku suka suara Airi.” Balas Shota.

Wajah Airi memerah samar. Perempuan itu berdehem selama beberapa saat. Sebelah tangannya menggenggam punggung tangan Shota dan menepuk-nepuknya pelan.

“Meskipun tidak berjalan lancar, meskipun selalu saja gagal. Aku akan disini,” Airi menghentikan tepukannya dan tersenyum, teringat begitu manis lagu yang dia dengarkan belakangan ini.

“I love you so much, kucinta kamu. Kucinta kamu apa adanya. Paradise. Harta berharga ada disana. Sadarilah.” Shota kali ini membuka matanya dengan lebar dan ikut menatap kearah pemandangan di depan mereka.

“Sekalipun aku mencarimu diseluruh dunia, kamulah satu satunya. Mari hubungkan surga yang terbentang. Paradise adalah semua orang.”

Airi dan Shota tanpa sadar saling merapatkan tubuh begitu merasakan suhu udara semakin merendah.

“Lagu yang bagus.” Komentar Shota.

“Ya. Soundtrack filmnya Doraemon kemarin, yang ada Nagase Rennya.” Balas Airi.

Hening. Shota mengangkat kepalanya membuat Airi ikut melakukan hal yang sama. Keduanya saling bertatapan. Shota tersenyum. Tangannya yang bebas meraih wajah Airi dan mengusap pipinya lembut.

“Aku juga mencintaimu apa adanya...” Ucap Shota membuat Airi terdiam menatapnya. Wajahnya memanas. Airi balas tersenyum. Sebelum dia bisa membalas ucapan Shota, lelaki itu mencium keningnya. Ciuman yang dirasakan Airi begitu lama dan penuh cinta.

“Kamu juga satu-satunya untukku.”

Balkon apartemen itu selalu jadi saksi bisu untuk Shota dan Airi berbagi kehangatan di tengah udara malam saat keduanya sulit untuk terlelap dan tenggelam dalam mimpi.