Bath Tub Epilog

Nishihato, Fluff, Cringe, Typo


Hato menggeliat. Dia mengerjapkan mata begitu merasakan sinar matahari pagi menyinari wajahnya lewat sela-sela tirai kamar unit apartemennya. Hato sempat terdiam selama beberapa saat, menyadari bahwa di kasur yang biasa dia tiduri ini bukan hanya dia disana. Tapi, juga kekasihnya, Nishihata Daigo yang saat ini masih terlelap, sambil memeluk pinggangnya sementara hembusan napasnya yang hangat menyentuh leher Hato yang terekspos.

Keduanya nampaknya sudah berbagi kasur dan kegiatan bersama disana. Hato menyentuh tangan Daigo yang memeluk pinggangnya. Dia tersenyum tipis dan wajahnya sedikit meranum, mengingat bagaimana pertama kalinya mereka melakukan itu. Perlahan-lahan Hato memutar tubuhnya dan menghadap sang kekasih. Dia memandangi wajah tidur Daigo. Beberapa helaian rambut terlihat menutupi keningnya. Perempuan itu menyingkirkan sedikit helaian rambut yang menutupi kening sang kekasih. Dia mendaratkan sebuah kecupan singkat di kening Daigo, mengundang suara pelan dari Daigo. Lelaki bermarga Nishihata itu mengeratkan pelukannya pada Hato sementara Hato menahan napas karena merasakan keintiman di pagi hari yang baru pertama kali mereka rasakan.

“Hato, Ohayou~” Daigo menyapa dengan suara serak dan tatapan mata yang sayu serta senyumannya yang hangat. Hato membalas senyuman Daigo dan mengangguk. “Ohayou, Pata.” Balasnya.

Daigo melepaskan pelukannya pada pinggang Hato dan merenggangkan tubuhnya. Lelaki itu menopang kepalanya dengan tangan kanannya dan menatap Hato yang masih berbaring di sebelahnya, sementara sebelah tangannya yang lain mengusap wajah Hato. “Masih sakit?” tanya Daigo.

Pertanyaan Daigo tersebut tentunya mengundang rona merah muncul di kedua pipi sang perempuan. Hato berdehem pelan. “Sedikit. Sisanya hanya pegal saja.” Balas Hato dengan suara yang kecil, mengundang tawa pelan dari Daigo. “Begitu,” katanya. “mau sarapan apa hari ini? Biar aku saja yang masak.” Lanjut Daigo.

Hato tersenyum. “Apa ya? Yang simpel saja. Pata ada jadwal nanti siang, ‘kan?” ucap Hato. Daigo mengangguk, seketika senyuman di wajahnya menghilang digantikan dengan bibir yang memaju dikit. Dia merajuk. “Ayolah jangan bahas soal jadwal dulu. Aku masih punya banyak waktu untuk kuhabiskan denganmu, Hato~” Gerutu Daigo, memeluk Hato dengan manja.

Perempuan itu tertawa pelan. Dia menepuk-nepuk punggung telanjang Daigo. “Iya, iya. Dasar manja.” Cibir Hato. “Ayo bangun. Katanya kau yang memasak.” Hato melepaskan pelukannya pada sang kesayangan meski dia lebih suka cuddle untuk saat ini. Dia benar-benar merindukan kekasihnya itu. Maklum, mereka hanya bisa bertemu dua bulan sekali. Itu juga hanya semalam, besoknya Daigo sudah harus kembali ke Osaka atau Tokyo. Sementara Hato harus menetap di Okinawa karena pekerjaannya.

Daigo mengerucutkan bibirnya. Sementara Hato bangkit dari tidurnya dan beranjak dengan langkah pelan menuju kamar mandi. Di depan cermin, dia berhenti. Dipandanginya wajahnya. Hato mengulas senyum tipis. Wajahnya kembali memanas saat menemukan tanda merah kebiruan di sekitar leher dan pangkalnya. Hato meringis, dia menyentuh tanda yang dibuat oleh Daigo di sana.

“俺のもの。” Hato mengedikan bahunya saat merasakan Daigo memeluknya dari belakang dan berbisik lembut di samping telinganya. Sesekali mencium tanda yang ditinggalkan lelaki itu sebelumnya. “Ugh, Pata! Jangan ditambah lagi.” gerutu Hato sembari menjauh-jauhkan kepalanya dari Daigo.

“Gak apa-apa. Bisa ditutupi pakai foundation atau concealer.” Kata Daigo. Keduanya saling bersitatap lewat pantulan diri di depan cermin. Hato tersenyum, dibalas oleh sang kekasih.

“Aishiteru, Hato.” “Uhm.”

Astaga, kapan lagi Hato merasakan pagi yang begitu manis seperti ini lagi? Jarang sekali.