Cruel Summer Part 4

ShoppiAiri, Angst, Typo


Berita mengenai Airi yang diserang sudah mulai tersebar. Agensi TOBE memberikan berita lewat halaman resminya tiga hari setelah Airi dirawat. Beberapa orang mengirimkan pesan menguatkan dan berharap Airi segera pulih. Mengenai pesan negatif bahkan sekarang sudah bisa dihitung jari. Lebih banyak orang yang mendukung Shota dan Airi untuk tetap bersama.

Ini sudah masuk musim panas. Terhitung dua bulan Airi masih tidak sadarkan diri. Kondisinya masih belum menunjukkan tanda tanda pemulihan kesadaran. Padahal dokter bilang Airi tidak mengalami cidera kepala yang berat, hanya asfiksia. Hanya. Tidak. Asfiksia adalah penyebab otak Airi menolak untuk merespon karena kurangnya pasokan oksigen.

Shota selalu menyempatkan diri untuk menjaga Airi, memberi waktu Kuro untuk istirahat atau paling tidak kembali ke kantor TOBE untuk meneruskan beberapa pekerjaannya yang lain. Karena hal ini, Shota selalu menolak ajakan teman-temannya di Snow Man untuk makan malam bersama. Sekalipun ada syuting di luar kota, kalau tidak mengharuskan menginap, Shota akan memilih kembali ke Tokyo sesegera mungkin. Dia tidak mau meninggalkan Airi lagi.

Seperti hari ini, Fukka mengajak mereka untuk menikmati onsen dan makan yakiniku. Hitung-hitung refreshing. Konser tur mereka sedang berlangsung. Dome Tour lebih tepatnya. Shota yang sedang merapikan barang-barangnya tidak mengindahkan ajakan Fukka dan suara-suara heboh Sakuma dan Koji.

Aktifitasnya sebagai idol masih berjalan dengan lancar. Dia mencoba untuk tetap bersikap profesional di depan kamera, meski para member menyadari perubahan Shota yang lebih murung. Apalagi lelaki itu seperti tidak merawat dirinya dengan baik, bersyukur Date selalu mengingatkannya untuk menjaga rutinitas skincare yang biasa dia lakukan agar wajahnya tetap terlihat terawat.

Setidaknya Shota harus terlihat baik-baik saja.

“Maaf, aku tidak bisa ikut.” Katanya dengan cepat. Meguro melirik kearah Shota yang sudah bersiap beranjak dari gakuya tersebut. Lelaki bernama kecil Ren itu menahan tangan Shota. “Kalau begitu, aku ikut denganmu.” Katanya. Meguro sempat bertukar pandang dengan Date sejenak yang dibalas dengan anggukan samar oleh lelaki itu.

“Hitung-hitung aku menjenguk Minamoto. Yah, sebenarnya aku berencana menjenguknya bersama Haruna, tapi Haruna baru akan di Jepang minggu depan untuk tur dunia REDONE.” Kata Meguro. Shota mengerjap. Raul merangkul Shota dan tersenyum lebar. “Aku juga mau ikuut. Sudah lama aku tidak melihat Airi-san*.” Katanya, berusaha terdengar seceria mungkin. Menganggap bahwa Airi baik-baik saja meski kenyataannya tidak seperti itu.

Shota mengerutkan kening dan mengangguk. “Baiklah. Tapi, aku menumpang mobilmu kalau begitu.” Kata Shota, langsung pergi dari sana. Meguro mengerjap. Dia memang bawa mobil hari itu. “Yeay! Meme menyetir!” seru Raul dengan semangat, menarik Meguro untuk mengikuti Shota yang sudah jalan terlebih dahulu.

“Baiklah. Kalian jangan lupa makan ya!” seru Fukka yang dibalas anggukan oleh Meguro dan Raul sebelum mereka keluar dari gakuya.

“Meme,” Meguro yang sedang mengeringkan rambutnya selepas mandi untuk menghilangkan sisa keringat hasil bersenang-senang di konser itu menoleh. Dia melihat Date berdiri di sebelahnya, lelaki bermarga Miyadate itu bersandar di wastafel. Dia terlihat menatap lurus ke satu titik di ruangan itu.

“Keadaan Shoppi tidak baik,” katanya. Gerakan Meguro terhenti. “dia lebih sering makan makanan instan dan cepat saji dari supermarket. Kalau Airi tahu, dia tidak akan suka.” Lanjutnya. Meguro menghentikan gerakan tangan pada kepalanya dan ikut berbalik badan dan bersandar di sebelah Date.

“Jadi, kau memintaku untuk mengawasinya?” tanyanya. Date menggeleng. “Hari ini dia pasti akan menjaga Airi lagi. Aku minta tolong kau temani dia dan mengawasi makan malamnya.” Lanjutnya.

Meguro terdiam sejenak. Kalau diperhatikan tubuh Shota memang lebih kurus dari biasanya meski badannya masih cukup bidang untuk dibilang kurus. Pipinya juga terlihat tirus dan moodnya jadi agak tidak stabil. Kalau memutar ingatan ke beberapa minggu ke belakang sehari setelah Shota pergi ke rumah sakit tempat Airi dirawat sesaat setelah Koji memberikan kabar diserangnya Airi, Meguro melihat tangan kanan Shota yang diperban. Koji memberitahunya bahwa Shota terlalu keras menggenggam tangannya hingga membuat kuku-kuku jarinya menancap dan menimbulkan luka.

Ini masa-masa sulit untuk Shota. Meguro pernah ada di masa seperti ini. Rasa cemas dan bersalah karena tidak bisa ada disisi Haruna saat hal buruk itu terjadi pada kekasihnya.

Meguro mengangguk dan tersenyum. “Serahkan padaku, Datesama.” Katanya.

“Ne, Meme, mampir sebentar, dong, ke yoshinoya!” Suara Raul tiba-tiba memecah lamunannya. Lelaki bermarga Meguro itu melirik sedikit kearah Raul sementara dia masih fokus pada jalanan di depannya.

“Aku lapar.” Lanjutnya. Meguro terkekeh. Dia meminggirkan mobilnya dan menyalakan lampu hazard pada mobilnya. Meguro menoleh kearah Shota yang sedang melihat kearah luar jendela. “Kau mau sesuatu, Shoppi?” tanyanya. Shota tidak langsung menjawab. Lelaki itu menarik napas sejenak. “Tidak.” Katanya. Meguro mengangguk.

“Raul yang pesan ya, aku black pepper beef bowl, Shoppi teriyaki chicken bowl.” Kata Meguro. Raul mengangguk dan langsung turun dari mobil.

Shota menoleh kearah Meguro dan mendelik. “Aku tidak pesan apa-apa, Meme.” Katanya. Meguro tersenyum kearahnya. “Tapi, kau butuh makan, Shoppi. Minamoto tidak akan suka kalau tahu makanmu tidak teratur seperti ini.” balas Meguro.

Shota terdiam sejenak. Dia berdecak. “Tapi, kenapa kau pesankan aku ayam teriyaki...” lirihnya. Ada rasa sedih yang menjalar lagi di hatinya. Meguro mengernyit. “ayam teriyaki itu masakan andalan Airi..”

Meguro mengerjap. “Maaf... Aku tidak tahu...” balasnya. Shota tertawa. Dia menepuk pundak Meguro pelan. “Santai saja. Aku tidak semellow itu.” kata Shota.


“Hah! Keamanan anda bilang? Sekarang lihat! Airi tidak sadarkan diri karena keamanan anda yang tidak baik!” Shota berseru di depan Takki yang berkunjung ke kamar tempat Airi dirawat. Sebelumnya mereka sempat membahas kronologi kejadian yang dialami oleh Airi dan ucapan Takki yang dikatakan padanya di Shinbanshi waktu itu. Takki tidak membalas Shota. Dia membiarkan mantan juniornya itu untuk meluapkan emosinya.

Shota menyisir rambutnya kebelakang dan menggenggam rambutnya dengan keras. Gigi-giginya bergelumutuk dan wajahnya memerah. Genggaman pada rambutnya terlepas dan dia memukul dahinya berulang kali. Takki bisa mendengar isakkan sekilas yang keluar dari mulut Shota. Lelaki bermarga Watanabe itu duduk di kursi yang ada disana.

“Kalau kalian ingin memisahkan kami, setidaknya jangan bawa dia ke tempatnya yang lama...” gumam Shota dengan suara serak. Koji menggigit bibirnya, dia ikut merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Shota saat ini. Bagaimanapun Airi adalah sahabatnya juga. Dia tidak ingin Airi mengalami hal ini.

Takki mendekati Shota, menarik kepala lelaki itu untuk bersandar pada pundaknya. Shota mencengkram mantel yang dikenakan sang senior. “Aku mencintainya, Takizawa-san... Aku sudah terbiasa dengan kehadirannya di kehidupanku. Aku tidak akan terbiasa jika hidup tanpa kehadirannya...”

“Maafkan aku, Watanabe-kun...”

Shota terbangun. Dia mengerjapkan matanya begitu tersadar dari mimpinya. Sebuah potongan ingatan di masa lalu saat Takki mengunjungi Airi dan bertemu dengannya. Shota menyandarkan tubuhnya yang semula tertidur di sisi Airi ke sandaran kursi. Direnggangkannya sejenak tubuhnya.

Dia melihat kearah sofa yang saat ini sudah diakuisisi oleh Meguro dan Raul. Meguro terlelap dengan posisi duduk sementara Raul rebahan dengan posisi kepala di armrest sofa dan kakinya di pangkuan Meguro. Kedua orang itu menolak untuk pulang dan memilih menemani Shota. Shota beralih melihat kearah kekasihnya yang masih terbaring tidak bergerak sama sekali di depannya. Yang membuatnya merasa lega karena Airi masih bersamanya adalah monitor yang masih menunjukkan detak jantung Airi yang stabil.

Semi koma adalah kondisi dimana seseorang tidak bisa menerima respons verbal dan sulit untuk dibangunkan. Namun, refleks kornea dan pupilnya masih baik. Shota mengulurkan tangan untuk mengusap pipi Airi yang tidak tertutupi masker oksigen yang diberikan padanya. Kedua matanya terasa panas dan berkaca-kaca.

“Airi... Cepatlah bangun... Musim panas kali ini terlalu kejam untuk kulewati sendirian...” Shota berucap lirih. Sebelah tangannya yang lain menggenggam tangan Airi yang bebas dari infusan.

Keseharian yang dia jalani terlalu biasa sejak Airi dalam kondisi tidak baik. Dia merasa sebagian hidupnya kosong dan kurang. Aktifitas yang dijalaninyapun sangat monoton dan tidak menarik. Dia ingin Airi segera bangun. Shota ingin melihat sikap Airi yang kadang-kadang tsundere padanya. Sikap Airi yang salah tingkah setiap kali dia memberikan perlakuan manis pada perempuan itu. Shota sangat merindukan Airi.

Suara pintu yang digeser menganggetkan Shota. Lelaki itu refleks menoleh dan menemukan sosok bertubuh jangkung dengan kulit putih pucat yang dia kenal sebagai seniornya di Johnnys itu masuk ke dalam ruangan itu dengan membawa sebuket bunga baby breath. Shota mengerutkan kening.

“Tamamori-san?” “Lho, Watanabe?”