Dalam Penyembuhan: 1. Mini Date?

Maafkeun segala typo dan kecirengan

Hari itu Ren-kun berhasil mengalahkan mereka. Pertandingan yang menegangkan dan aku menikmati saat Ren-kun berhasil mencetak goal untuk sekolah kita. Setelah selesai dengan tugas Ren-kun, kita makan malam bersama di kedai ramen biasanya. Ren-kun terlihat puas dengan hasil hari itu. Senyum lebar dan tawa tidak pernah lepas dari wajah Ren-kun. Dan aku merindukannya...


“Meme! Lempar sekarang!” Suara teriakan itu terdengar nyaring bersamaan dengan suara pluit yang di bunyikan oleh wasit. Tanda pertandingan selesai. Seluruh penonton yang berada di trimbun berharap-harap cemas saat tembakan yang di lancarkan Meguro Ren ke arah ring basket berputar-putar di sekitar lingkaran ring. “GOAL!” “YATTA!”

Sorak sorai penonton dan para pemain dari SMA Hanamigawa terdengar heboh. Ren memeluk teman-teman satu timnya. Mereka bersalaman seperti biasanya untuk selebrasi. Kemudian kepala cowok itu berputar kearah trimbun dimana teman-teman sekolahnya menyorakan soraian kemenangan kearah mereka. Ada salah seorang siswi yang hanya tersenyum kearahnya. Gadis itu melambaikan tangannya pelan yang di balas oleh Ren dengan lambaian penuh semangatnya.

“Tunggu aku ya di luar...“Ren berujar dalam kebisuan. Gadis itu mengangguk dan berjalan meninggalkan trimbun dimana pertandingan itu berlangsung.


Ren berlari keluar dari lapangan indoor SMA Hanamigawa itu sembari menyampirkan tas olahraganya di bahu kanannya. Dia melambaikan tangannya kearah gadis yang sedang duduk di kursi di bawah pohon mapple.

“Oi, Ren-kun!“Suara bariton menghentikan langkahnya sejenak. Cowok itu menoleh kearah sumber yang memanggilnya. “Oh! Masakado, Hikaru-kun, Abe, Fukazawa-san!“sahut Ren. Menghampiri keempatnya.

“Omedetou! Permainan kalian bagus sekali hari ini.“ujar Masakado Yoshinori, menyunggingkan seulas senyum dan menyodorkan sekaleng ginger ale kearahnya. Ren menerimanya dan mengucapkan terima kasih.

Tepukan bersahabat di punggungnya membuat cowok itu menoleh dan melihat Iwamoto Hikaru tersenyum lebar kearahnya. “Akhirnya kalian sampai ke final. Omedetou!”

“Lawan berikutnya lebih sulit. Kuharap kalian berlatih lebih keras lagi.“kata Fukazawa Tatsuya sembari membetulkan letak kacamatanya.

“Ah, SMA Minamizawa ya.” Ren seakan teringat sesuatu dan membuat air mukanya berubah seketika. Namun, ekspresinya berubah kembali saat merasakan sebuah benda melayang kearahnya. Sekaleng black coffe. “Jangan hilang fokusmu, Meguro-kun! Haruna udah nungguin tuh!“Perkataan Abe Ryohei, sahabatnya barusan membuat Ren kembali teringat dengan gadis yang selalu menemaninya itu.

Dia menoleh kearah tempat dimana tadi Ren melihat gadis itu duduk. Sekarang sosoknya terlihat berdiri sembari memeluk beberapa buku tebal. Seulas senyum lembut terukir di wajahnya. Ren membalas senyumnya. Dia merasakan rangkulan di bahu Harunan dan di kirinya. Abe dan Hikaru bergelayut di kedua bahunya sembari menyeringai.

“Rupanya kencan setelah pertandingan ya.“ujar Masakado jahil. “Aku penasaran apakah pelatih sudah tahu kalau salah satu muridnya bolos latihan karena sebuah kencan.” Tambah Hikaru.

Ren berdecak dan menyingkirkan rangkulan keduanya. “Hari ini kami diberi libur sampai minggu depan! Jadi aku gak bolos!”

“Sudahlah, Hiikun. Biarkan saja Ren-kun berkencan untuk hari ini.“kata Fukazawa.

“Atau jangan-jangan kalian berdua iri pada Meme karena berhasil dapat pacar ya?“goda Masakado. Hikaru dan Abe mendelik kearah cowok bernama kecil Yoshinori itu. “Buat apa iri sama si jamet ini?! Buang waktu saja!“gerutu Abe.

“Lagipula Haruna kalah cantik dengan Tsuki!“kata Hikaru. Fukazawa mengernyit. “Tsuki? Matsumoto Tsuki? Kalian saja tidak pacaran. Kau mau membandingkan Shirokawa-kun dengan Mao?”

“Hei!” Ren tertawa melihat tingkah ke empatnya. “Makasih ya. Aku duluan. Bye!” “Bye, Meme!”

Cowok itu berlari menghampiri gadis bernama Shirokawa Haruna. “Maaf. Sudah menunggu lama?” Haruna tersenyum dan mengangguk. “Daijobou.“sahutnya. “Otsukaresama deshita. Selamat ya buat kerja keras kalian sampai bisa masuk final.“kata Haruna. Ren tertawa kecil. “Itu belum seberapa. Kami masih harus terus berjuang.“katanya. Haruna mendengus. “Aku gak nyuruh Ren-kun berhenti berjuang kok.“katanya.

“Hah?“Ren menatap kearah gadis itu heran. Haruna terkekeh. Tahu kalau cowok ini tidak mengerti maksud ucapannya. Dia menggeleng. “Bukan apa-apa.”

“Haruna laper gak?” Mereka berjalan meninggalkan kawasan SMA Hanamigawa itu. Haruna mengangguk cepat. “Iya! Tapi aku lagi pengen shio ramen.“gumamnya.

Ren tertawa. Di acak-acaknya rambut gadis itu, membuat Haruna mendelik kearahnya. Ren gemas sekali melihat Haruna yang setiap kali suaranya memelan kalau ingin makan sesuatu. “Kebetulan sekali, aku lagi pengen makan ramen.“katanya. Ren melirik kearah sebelah tangan Haruna yang bebas. Dengan ragu, dia berusaha memantapkan hati dan meraih tangan gadis itu.

“Ne, Ren-kun,” “Iya?” Gerakan Ren langsung terhenti dan dia menarik kembali tangannya. Haruna menatap kearahnya. “Kalau Ren-kun punya masalah, ceritalah padaku.“kata Haruna.

Ren menaikan sebelah alisnya. Mengernyit. Kemudian tersenyum lembut saat mengingat kenapa gadis ini berucap seperti itu. Di usapnya kepala kekasihnya itu lembut. “Bukan apa-apa. Masalahku tidak begitu rumit. Haruna gak perlu ikut terlibat.”

Haruna sedikit terkesiap mendengarnya. Dia menundukan pandangannya dari Ren. “Ah, gak perlu ya?“gumamnya pelan. Sedikit merasa sedih dengan ucapan Ren barusan. Cowok itu yang mendengarnya langsung merasa bersalah. “Uhmm... Aku.. Bukan begitu maksudku, Haruna...”

Tiba-tiba Ren merasakan kehangatan menjalari tangannya di tengah angin musim panas yang sesekali berhembus pelan. “Aku mengerti. Daijobou.” Di lihatnya Haruna yang mengulurkan tangannya dan menggenggamnya erat. Ren terdiam beberapa saat namun kemudian balas menggenggamnya tangannya.

Ren merasa dirinya tenang saat berhasil melakukan yang selama ini ingin di lakukannya. Meskipun simple, tapi karena Ren orang yang malu meskipun kadang malu-maluin, makanya sampai saat ini cowok itu masih ragu untuk menggandeng tangan Haruna. Bahkan kadang-kadang Haruna yang memulai duluan untuk menggandeng tangannya. Meskipun kadang cewek itu juga ikut merasa malu setelah melakukannya.

“Hei, jangan diam saja! Aku malu sekali harus menggandeng tanganmu seperti ini.“gerutu Haruna, mengalihkan pandangannya kearah lain. Ren tertawa mendengar ucapan gadis itu. Di acak-acaknya rambut Haruna membuatnya semakin mengembungkan pipinya.

“Ren, berhenti!” Ren mengencangkan tawanya. “Aku suka saat Haruna memanggilku ‘Ren’.” Haah... Betapa bahagianya aku...


“Ren-kun, beneran gak mau mampir dulu?” Haruna menoleh lagi dan bertanya kearah Ren saat dia sudah setengah membuka pagarnya. Waktu menujukan pukul setengah sembilan malam dan mereka baru saja pulang dari makan malam di kedai langganan mereka. Cowok itu menggeleng dan tersenyum. “Hari ini sibuk sekali tapi menyenangkan. Sebaiknya aku langsung pulang. Besok pagi kan kita bisa bertemu lagi di sekolah.“katanya.

Wajah Haruna sedikit memanas. Dia membalas senyuman Ren. “Hm. Kau benar. Ya sudah. Hati-hati ya, Re-Ren.“Haruna langsung masuk ke dalam rumahnya setelah memanggil Ren dengan nama kecilnya, membuat Ren terkekeh pelan. Ren masih menunggui gadis itu hingga benar-benar masuk ke dalam rumahnya. Namun langkah gadis itu terhenti, tangannya yang sudah hendak menutup pagar itu dari dalam pun ikut terhenti. Kepalanya mendongak kearah Ren yang mengernyitkan dahinya bingung.

“Ada apa?“tanya Ren. “Aku lupa sesuatu.” Balas Haruna.

Haruna mendorong pagarnya lagi hingga terbuka dan berlari kearah Ren, mencium pipinya sekilas sembari berbisik, “Oyasumi.”

Kemudian, gadis itu berlari secepat kilat masuk ke dalam rumahnya dan tidak keluar lagi. Ren masih mematung di tempatnya. Tangannya terangkat menyentuh pipinya yang di cium Haruna barusan. Matanya mengerjap beberapa saat. Kemudian wajahnya memanas. Ren berseru dalam bisu. Tersenyum lebar dan segera beranjak dari sana dengan langkah riang.

Haruna yang melihat itu dari jendela kamarnya di lantai atas tertawa pelan, melihat tingkah Ren yang lucu itu.

Haruna tidak mengerti kenapa dia bisa menyukai cowok itu. Yang pasti dia merasa sangat nyaman di dekatnya.


To: Ren-Ren From: Haruna Ren-kun, dimana?

Haruna berjalan menyusuri koridor kelas dua IPS itu. Dia beberapa kali di sapa oleh kakak kelas yang mengenalnya. Haruna membungkuk sopan sebagai balasan. Gadis itu sampai di kelas Ren. Matanya menelusuri setiap sudut kelas itu untuk mencari sosok cowok yang di carinya. Tapi, netranya tetap nihil mencarinya. Padahal mereka janjian makan siang bersama, sekarang sudah masuk jam istirahat, cowok itu malah tidak terlihat di kelasnya.

Saat Haruna hendak mengirimkan pesan lagi ke Ren sembari beranjak dari sana suara kakak kelas yang di kenalinya memanggilnya. Haruna menoleh dan melihat Masakado Yoshinori, siswa berambut agak berantakan dengan seragam rapi itu menghampirinya dari uHikarug koridor. Haruna membungkukan badan kearah cowok itu. “Konnichiwa, Masakado-kun.“sapa Haruna ramah sembari mengulas senyum simpul. Dia memanggil dengan suffix ”-kun” karena orang itu sendiri yang tidak suka dipanggil senpai. Anehnya hanya kepadanya Masakado meminta seperti itu.

Masakado tersenyum. Senyumnya semakin lebar saat melihat dua bento yang di bawa oleh Haruna. “Wah, makan siang bersama Meme ya? Aku jadi iri.“goda Masakado. Wajah Haruna merona dan gadis itu mengangguk pelan dengan malu. “Tadi aku melihatnya di lapangan indoor. Kamu bisa kesana.” Kenapa Haruna gak ingat? “Ah! Arigatou, Masakado-kun!”

Masakado mengangguk dan melambaikan tangannya kearah Haruna. Kemudian ekspresi wajahnya berubah sedih. “Meme itu... bodoh banget, ya...”