Dalam Penyembuhan : 2. Ada yang Aneh

Seperti biasanya, Ren-kun selalu memintaku membuatkan obento. Kamu bilang obentoku terbaik nomer dua di Jepang. Aku menggerutu kenapa harus nomer dua dan Ren-kun bilang karena nomer satu tetap masakan ibunya. Kita tertawa dengan riang bersama hari itu. Tidak ada yang kita lewatkan bersama dengan pertengkaran dan itulah yang membuatku nyaman dengan hubungan ini. Ren-kun selalu berusaha untuk membuat akhir hari yang menyenangkan. Tapi hari itu aku menyadari sesuatu ada yang aneh dengannya. Ren-kun tidak biasanya mudah lelah setiap selesai latihan. Ren-kun tidak biasanya izin berhari-hari dan tidak memberi kabar. Ada apa?


Haruna memperhatikan seseorang dari balik dinding menuju lapangan basket. Tersenyum saat menemukan Ren yang tengah mendribble bola dan mengarahkannya kearah ring. Dengan pelan, Haruna berjalan mendekati lapangan dan duduk di kursi panjang berwarna biru yang ada di sepanjang lapangan itu. Meletakan bentonya di sampingnya dan memperhatikan Ren yang masih asyik dengan permainannya.

Setelah beberapa lama bermain, cowok itu nampak membungkuk sembari memegangi dadanya dan napasnya tersengal. Haruna mengernyit melihatnya. Ada apa dengan Ren? Yang Haruna kagetkan adalah cowok itu jatuh terduduk dengan keadaan yang sama. Karena panik, Haruna segera menghampiri cowok itu.

“Ren!”

Ren terkejut mendengar suara yang sangat di kenalnya berseru dengan cemas kearahnya. Kepalanya menoleh dan melihat Haruna yang bersimpuh di dekatnya sembari merangkulnya dan sebelah tangannya mengusap punggung Ren. Cowok itu mengalihkam pandangannya dan menarik napas panjang. “Kamu baik-baik saja?“tanya Haruna cemas. Napas Ren kembali normal dan dia tersenyum samar kearah gadis itu. “Hm. Aku cuma kecapekan.“katanya.

Haruna membantu Ren untuk berdiri dan berjalan kearah bangku dimana Haruna meninggalkan bentonya. “Kalau kecapekan jangan maksain buat main basket dong! Gimana kalau tadi kamu pingsan?“gerutu Haruna khawatir. Ren tertawa. Dia acak-acaknya rambut gadis di depannya ini dengan gemas. “Jangan khawatir. Aku lebih kuat darimu.“katanya. Haruna mendengkus. Dia menyodorkan tas berisi kotak bento dan air minum kearah Ren. Cowok itu menerimanya dengan wajah berseri.

“Wah, kamu lagi coba masak masakan Korea ya?“ujar Ren antusias. Dia menemukan beberapa kimbab, kimchi, dan gyoza . Haruna mengerucutkan bibirnya sembari membuka tutup bentonya. “Hari ini kebetulan mama baru beli bahan bahan segar. Jadinya aku bisa menjadikanmu bahan eksperimenku.”

Ren mengerucutkan bibirnya dan mengambil sumpit dari tempatnya, mengatupkannya di depan dada. “Itadakimasu~” Di sumpitnya potongan kimbab itu dan merasakan rasanya memenuhi mulut cowok itu. “Uhmm! Umai!” Haruna tersenyum melihatnya. Dia ikut menyantap bentonya. Sesekali mereka tertawa bersama dan membicarakan banyak hal.

Diam-diam Haruna mengurangi frekuensi bicaranya dan memperhatikan Ren lebih saksama. Wajah cowok itu lebih pucat dan lesu, hanya saja tawa dan senyumanya tidak pernah lepas dari wajahnya. Mungkin orang yang hanya sekilas mengenal Ren tidak begitu memperhatikannya. Ada apa?


Dua minggu berlalu dan hari itu Haruna berniat mengajak Ren makan siang seperti biasanya. Baru saja Haruna hendak beranjak dari kursinya saat tiba-tiba suara dari belakangnya mengejutkannya secara spontan. Haruna menoleh ke belakang dan menemukan siswa yang Haruna kenal adalah teman akrabnya Ren.

“Mukai-kun? Ada apa?”

“Meme hari ini gak masuk. Dia ada acara keluarga.“katanya. Haruna mengernyit. Kenapa Ren tidak mengabarinya? “Besok juga?“tanya Haruna. Koji mengangguk. Haruna menghembuskan napasnya pelan dan kembali duduk di kursinya. Koji tidak mungkin berbohong. Cowok itu adalah sahabat baik Ren sejak SMP. Meskipun umur mereka berbeda satu tahun. Haruna tidak heran kalo Ren pergi ke Chiba, rumah neneknya, tapi kenapa tidak mengabarinya? Dia kan jadi tidak perlu membawakan bento. Haruna menoleh lagi merasakan pundaknya di tepuk.

Di lihatnya Koji yang sedang mengulurkan tangan kearahnya sembari tersenyum lebar. “Apa?“tanya Haruna bingung. “Aku saja yang makan bentonya. Sayang kan kalau di buang?“ujar Koji.

Haruna menoleh kearah bentonya. Kalo di pikir-pikir benar juga. Dia tidak mungkin menghabiskan dua porsi bento dalam sekali makan. “Tidak mau? Ya sudah.“Koji hendak beranjak namun, Haruna segera memutar tubuhnya ke belakang dan menyodorkan kotak bento berwarna hitam putih itu kearah Koji. “Kalau rasanya gak sesuai, maaf.“kata Haruna kembali membalikan tubuhnya ke depan.

Koji tersenyum. “Hehehe. Itadakimasu.” Cowok itu mulai menyantap makan siang gratisnya.


Haruna menggerutu. Dia menekan tombol yang sama dan mendekatkan ponselnya ke telinganya. Menunggu nada sambung itu berubah menjadi suara seseorang yang sangat ingin di dengarnya.

“Halo...” Haruna menghentikan gerakan menulis di atas bukunya. Seulas senyum lebar menghiasi wajahnya yang manis.

“Akhirnya... Ren-kun! Ren-kun kemana aja sih? Sudah dua minggu Ren-kun gak masuk sekolah. Ada sesuatu yang terjadi? Bagaimana kabar keluarga Ren-kun? Mou... Ren-kun selalu saja membuat orang lain khawatir!” Haruna langsung menuduhkan serentetan pertanyaan kearah Ren yang membuat cowok itu malah tertawa kecil.

Hati Haruna berdesir mendengar tawa yang di rindukannya itu. Kemudian, dia mendengar suara Ren dari seberang sana. *“Maaf ya. Aku tidak kasih kabar beberapa hari ini. Lusa aku sudah pulang ke Tokyo kok.” *katanya. Haruna terdiam selama beberapa saat menyadari suara Ren yang terdengar lemah itu. Dia berusah mengenyahkan pikiran negatifnya saat mendengarnya.

“Haruna?” suara Ren terdengar lagi, kali ini Haruna bangun dari lamunanya. “Ah, maaf, aku barusan sedang membaca satu paragraf pelajaran Biologi. Gomen.” Haruna berucap, tentu saja bohong. Ren berdecak. “Berhenti memaksakan dirimu! Aku tahu kau ini ingin jadi dokter forensik, tapi seorang perawat tidak akan meninggalkan tidurnya.” Haruna tertawa renyah. “Ren-kun juga. Sebentar lagi pertandingan final kalian jangan sampai saat sampai di Tokyo lagi, Ren-kun malah sakit.“katanya.

Hening. Ren terdengar terdiam di seberang sambungan. Haruna mengerjapkan matanya. “Ren-kun? Sudah tidur ya?“tanya Haruna pelan.

“Haruna...”

“Ya?“sahut Haruna terkejut. Dia kaget ketika Ren memanggilnya nama kecilnya, tanpa embel-embel suffix dibelakangnya. Sudah pasti apa yang akan di katakan Ren sangat penting.

“Ren?“Haruna memanggil lagi dengan pelan. Memastikan kalau Ren masih ada di seberang sambungan. “Aku akan keluar dari tim basket.” Ini pertama kalinya Haruna mendengar keputusan yang sangat serius dari Meguro Ren. Tidak biasanya cowok itu melepas apa yang di senanginya selama ini. Pasti memang ada yang aneh. Yang tidak beres.

“Ren...”

“Keputusanku sudah bulat. Ini demi kebaikanku.”

Kebaikan apa? Apa yang kau maksud, Ren-kun?


Haruna memangku dagunya di pembatas atap sekolah itu. Menunggu kedatangan seseorang yang hendak membicarakan sesuatu dengannya. Ren masih di Chiba dan sore ini cowok itu akan pulang ke Tokyo dan Haruna akan bisa bertemu dengannya lagi ketika cowok itu sudah masuk sekolah.

“Shirokawa-kun.”

Haruna menoleh saat mendengar suara yang memanggil namanya. Terdengar tenang dan kalem. Membuat Haruna ikut merasa dirinya tenang. Sosok berkacamata dengan rambut hitam kecoklatan itu berjalan menghampirinya. Haruna mengenalinya sebagai siswa tahun terakhir yang jago monomane.

“Fukazawa-kun? Bukankah Masakado-kun yang mau bicara denganku?“tanya Haruna heran. Karena tadi dia bertemu dengan Masakado dan Masakado bilang untuk menemuinya di atap sepulang sekolah. Fukazawa Tatsuya tersenyum. “Iya. Tadi, Masakado mendadak ada rapat OSIS. Dia harus hadir disana, jadinya aku yang menggantikan Masakado untuk bicara denganmu.”

Haruna tertawa. “Wah, apakah yang ingin kalian bicarakan ini sama?” Wajah Fukazawa berubah sangat serius dan itu membuat Haruna sedikit terdiam. Ada yang aneh. “Fukazawa-kun...“lirih Haruna pelan. “Haruna tahu, kan, alasan Meme pulang ke Chiba selama dua minggu?“tanya Fukazawa. Haruna memutar bola matanya ke kanan-kiri berusaha mengingat alasan Ren pergi ke Chiba selama itu. “Urusan keluarga kan?“jawab Haruna agak ragu. Fukazawa menghembuskan napasnya. Kepalanya menunduk memalingkan pandangan dari gadis di depannya. Haruna memiringkan kepalanya bingung.

“Fukazawa-kun?“panggil Haruna lagi. Kali ini menyentuh bahu kakak kelas di depannya ini. Yang Haruna semakin bingung adalah ekspresi Fukazawa yang terlihat sangat sedih. Haruna membetulkan letak kacamatanya. Mengerjap beberapa saat. “Ternyata benar... Meme belum cerita padamu ya.“gumam Fukazawa yang dapat di dengar oleh Haruna.

Mendadak perasaannya sesak dan tidak enak. Dia menatap penuh penasaran pada cowok di depannya ini. “Cerita apa? Maksudnya?”

Perlahan Fukazawa menceritakan semuanya. Semua yang memperjelas keanehan yang di dapati oleh Haruna selama sebulan lebih terakhir ini. Keanehan yang berubah menjadi mimpi buruk baginya. Sesuatu yang paling tidak ingin dia dengar dan berharap kenyataannya tidak seperti itu.


Itulah mengapa aku tidak pernah menanyakan keanehan itu pada siapapun karena aku tidak ingin menerima kenyataannya.