Di Bawah Langit Berwarna Sakura Bagian 6: Festival Sekolah

ShoppiAiri, H.C, Typo.


Shota benar-benar menjauhi Airi sesuai permintaannya. Tidak ada lagi kotak susu yang terselip di loker sepatu Airi. Tidak ada lagi Shota yang datang dengan makanan kesukaan Airi dengan wajahnya yang penuh senyuman. Shota juga terlihat tidak menyapa Airi seperti biasanya, mereka hanya berpandangan sebentar sebelum salah satu diantara mereka langsung memutus kontak.

Koji sebenarnya jadi menanyakan apakah hanya segini saja usaha Shota mendekati Airi yang sedingin itu? Padahal waktu itu, Shota dengan semangat dan penuh kepercayaan diri bilang akan mendekati Airi dan membuatnya jatuh cinta. Tapi, sekarang yang dilihatnya adalah Shota dan Airi hanya mengobrol seperlunya sesuai kebutuhan sekolah. Di luar itu tidak ada.

Airi juga bisa-bisanya mengabaikan perasaannya yang sudah berubah pada Shota menjadi rasa yang sama yang Shota rasakan pada perempuan itu. Perempuan itu menghampiri Tsuki dan Koji di tempat mereka bertiga biasa berkumpul dengan wajah penuh air mata dan langsung memeluk Tsuki dan menangis. Terus menggumamkan bahwa langkahnya kali ini benar, kan? Apa yang dia katakan pada Shota tidak menyakitinya, kan?

Koji yang mendengarnya sekilas agak kesal. Kau pikir saja sendiri. Begitu rasanya Koji ingin mengutarakan kekesalannya. Sebagai lelaki, dia mengerti perasaan Shota. Tentu saja. Shota dan dirinya satu jenis kelamin.

Sudah memasuki musim panas. Seragam mereka juga sudah berganti hanya kemeja tipis lengan pendek dengan rok ataupun celana bagi anak lelaki. Musim panas tahun ini mereka hanya masuk satu bulan sebelum menyambut liburan.

Shota melewati sebuah papan informasi yang memuat tentang festival sekolah yang diadakan sampai malam hari dan ada pertunjukkan kembang api sebagai penutup, melihat susunan acaranya sepertinya menyenangkan. Koji yang baru kembali bersama Shota dan Fukka dari kantin menyikut lelaki itu. “Kau tidak mencoba mengajaknya hadir bersama?” tanya Koji.

“Mengajak siapa?” tanya Shota balik. Koji dan Fukka melirik satu sama lain sebelum merotasi bola mata mereka. “Tentu saja Minamoto. Satu kelas juga tahu kalau kau menyukainya.” Kata Koji.

Shota terkekeh. Dia tersenyum tipis dan mengangguk. “Mungkin akan kupikirkan. Acaranya juga masih dua minggu lagi.” kata Shota. “Cepat-cepat ya ajak dia. Nanti keduluan yang lain.” Ucap Fukka.

“Siapa lagi memang yang mau mengajak Airi? Palingan kalau aku tidak mengajak, dia akan pergi bersama Koji dan Matsumoto seperti biasa.” Kata Shota. Koji dan Fukka menyipitkan kedua matanya dan tersenyum lebar.

“Lihatlah siapa disini yang masih mengingat rutinitas perempuan kesayangannya.” Goda Koji. Wajah Shota memerah. Dia berdecak, mengajak keduanya untuk kembali ke kelas.


“Airi.”

Sosok perempuan bermarga Minamoto itu tersentak kala dia mendengar namanya dipanggil oleh suara milik Watanabe Shota. Keduanya seperti diserang deja vu saat Shota menahan Airi sepulang sekolah. Waktu itu. Saat dimana Airi memintanya untuk menjauhinya. Airi tersenyum kearah Shota.

“Ya?”

Shota sudah lama tidak mendengar suara Airi dari dekat seperti ini. Dia jadi merindukan masa-masa pendekatannya dengan Airi. “Seminggu lagi ada acara Festival sekolah, mau datang bersamaku tidak?” ajak Shota. Airi mengerjap. Dia sempat melirik kearah Tsuki dan Koji yang seakan-akan tidak memperhatikan mereka.

Airi menyipitkan mata kearah kedua sahabatnya ini dan beralih kembali pada Shota. “Hitung-hitung sebagai ajakan kencan. Sekali saja.”kata Shota lagi. Dia terlihat seperti mengemis waktu dan momen pada Airi. Shota meringis.

Airi menatap sejenak lelaki di depannya dan dia menganggukan kepala. “Boleh,” jawab Airi. Shota yang kali ini mengerjap. Tidak menyangka akan mendapat jawaban yang positif dari Airi. “tapi, kita datangnya pakai seragam lengkap ya.” lanjutnya, mengundang kerutan di kening Shota. Tidak hanya Shota tapi juga Koji dan Tsuki.

“Heh, orang mah pakenya yukata sama hakama, kok, kau ini minta pakai seragam lengkap sih?” Tsuki langsung mengintrupsi pembicaraan keduanya membuat Shota dan Airi tersentak kaget.

Koji berdecak. Dia menarik Tsuki untuk menjauh. “Kau ini, mengganggu mereka saja!” omel Koji. Tsuki mendelik. “Kedua orang ini minimal harus diarahkan outfitnya! Yang benar saja mereka memakai seragam lengkap di musim panas!” Suara Koji dan Tsuki yang berdebat perlahan menjauh seiring dengan Koji yang pamit menarik Tsuki keluar dari kelas mereka.

“Kenapa harus seragam?” tanya Shota. Airi tersenyum tipis. “Kau akan tahu nanti.” Kata Airi kemudian melambaikan tangan dan pamit dari hadapan Shota, meninggalkan Shota dalam kebingungannya tapi juga rasa bahagia karena Airi menerima ajakannya.


Tsuki memandangi penampilan Airi di hari festival saat itu. Matanya menelisik, menyusuri dari atas sampai bawah dengan tatapan malas. Sementara, Airi juga sama dengan Tsuki, dia menginpeksi penampilan Tsuki hari itu.

Airi mengenakan seragam lengkap dan rapih dengan rambutnya yang dikuncir setengah sementara Tsuki dengan rambut bondolnya mengenakan kaos putih lengan pendek dengan mengenakan baju kodok yang celananya sepanjang lutut. Diantara mereka bertiga Cuma Koji yang mengenakan baju khas festival musim panas.

“Kau ini mau kencan apa menghadiri kelulusan?” Tsuki mencibir. “Kau juga mau kencan atau main dengan abang kau?” balas Airi. “Kalian aneh.” Koji menimpali.

Jelas ucapan Koji barusan menuai tatapan tajam dari kedua perempuan yang merupakan sahabatnya ini. Airi menghembuskan napasnya. Dia duduk di anak tangga dimana Tsuki dan Koji menunggunya tadi. Sebuah anak tangga darurat yang jarang dilewati oleh pengunjung festival musim panas sekolah mereka.

Biasanya jalur itu hanya digunakan oleh panitia yang bolak-balik agar memudahkan mobilitas mereka mempersiapkan festival tapi entah bagaimana Tsuki memutuskan untuk menunggu disana tahun ini. Sepertinya perempuan itu ingin leluasa menguji kesabaran Koji dan Airi disini.

Pintu darurat terbuka dan muncul sosok lelaki yang mereka kenal sebagai mantan ketua OSIS sekolah mereka, Abe Ryohei dengan yukata musim panasnya. Sangat kontras dengan Tsuki yang pakaiannya hari itu seperti ingin nongkrong di kafe.

“Maaf menunggu lama,” ucap Ryohei. Lelaki itu tersenyum kearah Tsuki yang bersandar di dinding gedung. Untuk beberapa saat perempuan itu bersitatap dengan Ryohei. “hai, Tsuki.” Sapanya. Perempuan bermarga Matsumoto itu berdecak. “Siapa yang mengizinkanmu memanggilku begitu?” Cibirnya.

“Aku sendiri. Aku suka memanggilmu dengan nama itu.” kata Ryohei. Wajah Tsuki sedikit memanas. Sementara Koji dan Airi yang memperhatikan sedari tadi hanya tersenyum sambil sebelah tangan mereka mengabadikan Tsuki dan Ryohei yang sedang bersitatap itu. Tak lama, suara ponsel Airi yang berdering kencang memecah keheningan diantara mereka berempat. Rupanya misscall dari Shota. Airi tidak sadar Shota sudah mengiriminya empat pesan via LINE, menanyakan dimana lokasi Airi sekarang. Perempuan itu langsung beranjak dari duduknya dengan terburu-buru.

“Ah, baiklah. Aku tinggal kalian disini karena teman kencanku sudah datang,” kata Airi. Airi menunjuk kearah Koji sebelum menghilang dari balik pintu darurat itu. “Kutunggu foto-foto kalian, ya, Tsuki dan Abe-chan!” Tsuki sudah hendak mengejar Airi dan memberinya pelajaran saat tangan Ryohei menggandengnya.

“Kita juga sebaiknya pergi.” ajak Ryohei. Tsuki berdecak pelan. Keduanya ikut keluar dari tangga darurat itu meninggalkan Koji yang menghela napas dengan pasrah.

“Aku akan main tangkap ikan saja lah.” Gerutunya.


Airi dengan terburu-buru menuruni tangga gedung sekolahnya. Matanya sudah menangkap sosok Shota yang sedang duduk di pinggir ujung tangga gedung sekolah mereka dengan seragam lengkap sama dengannya diantara keramaian di halaman sekolah itu. Banyak tenda-tenda makanan dan juga mini games yang sudah disiapkan oleh murid-murid SMA mereka hari itu.

“Shota!” Airi memanggil nama lelaki bernama lengkap Watanabe Shota itu masih dengan menuruni tangga dengan cepat. Rambut panjangnya itu bergoyang dan tertiup angin yang berhembus pelan seiring dengan langkahnya yang semakin cepat mendekati Shota. Lelaki itu jelas terkejut dengan suara Airi yang memanggil nama kecilnya.

Airi sampai di hadapan Shota dan tersenyum lebar. Sebuah senyuman yang jarang Shota lihat semenjak dia mengenal dan jatuh cinta pada Airi. Senyuman lebar yang ditunjukkan untuknya.

“Maaf, sudah menunggu lama ya?” tanya Airi dengan napas sedikit terengah. Shota menatap sejenak perempuan bermarga Minamoto itu dan memejamkan matanya. Airi mengerjap bingung namun dia membalas pelukan Shota. “Aku kira kau tidak jadi datang.” Bisik Shota. Airi tertawa pelan mendengarnya.

Dia menepuk-nepuk punggung Shota untuk melepaskannya. Dia mendongak untuk bisa melihat Shota dari dekat. Jemari lentiknya menyingkirkan sedikit poni yang menutupi kening Shota dan tersenyum. “Kau sudah mengajakku dan aku mengiyakannya, mana mungkin aku tidak datang.” Katanya.

Shota membalas senyuman Airi dan dia mengangguk. Airi menyelipkan sebuah korsase bunga sakura di saku jas seragam yang dikenakan Shota, mengundang tatapan bingung dari sang lelaki. Airi tersenyum, dia tahu Shota penasaran dengan apa maksudnya meletakan benda itu di saku jasnya.

“Tema kencan kita kali ini kelulusan di musim panas!” ujar Airi seraya mengangkat kedua tangannya ke udara dengan semangat. Sesuatu yang pertama kali Shota lihat.


Airi dan Shota benar-benar menikmati waktu mereka. Shota membelikan Airi manisan apel sementara Airi membelikannya takoyaki yang ujung-ujungnya mereka santap bersama. Tidak hanya membeli kudapan khas festival musim panas, Airi dan Shota juga mencoba permainan kecil di acara itu. Waktu-waktu yang mereka lalui dihiasi oleh tawa dan candaan. Sesuatu yang benar-benar baru keduanya rasakan. Rasa tenang dan juga menyenangkan.

Hari semakin tua. Langit perlahan-lahan berubah menjadi lebih gelap setelah Airi dan Shota menyadari senja sudah menyapa. Sepanjang mereka menikmati waktu bersama, Airi mengarahkan lensa kamera ponselnya pada Shota dan sesekali memotretnya tanpa seizin lelaki itu. Shota juga beberapa kali protes pada Airi karena pasti wajahnya sangat jelek saat Airi memencet tombol shutter. Tapi, Airi hanya mengelak dan mengatakan dengan enteng bahwa Shota tampan.

Tentu saja itu mengundang keheningan diantara mereka berdua. Tapi, Shota segera memecahkannya dengan mengajak Airi menonton pertunjukkan hingga malam hari menjelang. Pertunjukkan selesai dan sepertinya akan dilanjut dengan api unggun besar yang pemantiknya akan dilemparkan dari atas atap gedung sekolah mereka.

Airi mengenal salah satu pelempar dengan bow itu adalah adik kelasnya. Tadinya Airi ditawarkan untuk melemparkan api itu tapi dia menolak karena sudah ada janji lain dan itu membuka kesempatan untuk adik-adik kelasnya untuk menunjukkan kebolehannya.

“Padahal kalau kau yang melemparnya aku juga tidak keberatan. Aku malah akan dengan senang hati melihatmu tanpa bosan.” Ucap Shota. Airi menyikutnya dan tertawa. “Aku tidak mau dilihati Shota terus.” Balas Airi.

Shota menahan senyum lebarnya. “Kau malu ya?” Airi berdecak. “Sudah. Itu tonton saja sekarang!” Ujar Airi dan menyikut Shota lagi untuk fokus pada pertunjukkan selanjutnya. Dia bertemu pandang dengan Tsuki dan Ryohei di seberang sana. Airi tersenyum tipis kearah sahabatnya yang menatapnya dengan tatapan tajam. Mulut perempuan itu seperti mengeja sesuatu yang dengan mudah dibaca oleh Airi. “Kau berhutang padaku, bitch!”

Airi tertawa dan mengangguk. “Ada apa?” tanya Shota. Airi menoleh dan menggeleng. Bow yang dipasangi sumbu yang berapi itu berhasil dilemparkan dan membakar api unggun di tengah tanah kosong halaman sekolah mereka itu dan musik terdengar. Beberapa penampil mengajak pengunjung untuk menarik bersama mengelilingi api unggun.

Shota adalah salah satu yang ditarik, karena Shota sedari tadi menggenggam tangan Airi mau tak mau jadi Airi ikut terseret dan mereka mulai menarik mengelilingi api unggung. Menepuk kedua tangan mereka dan ikut berseru bersama para penari sesungguhnya. Airi dan Shota menari berpasangan, mereka bergantian menggandeng siku satu sama lain dan melompat sambil bergoyang mengikuti kerumunan. Tawa Airi yang lepas sampai di telinga Shota, menimbulkan sensasi menggelitik yang hangat dan membuat jantung Shota berdetak cepat.

Karena sudah merasa cukup, Shota menarik Airi keluar dari kerumunan penari dan mereka langsungg didekati salah satu panitia disana dan diberikan sebuah kertas beserta pensil dan gantungan botol berukuran sedang. “Terima kasih sudah mau diajak menari bersama yaa, kak!” katanya.

Airi dan Shota merunduk sebagai balasan mereka. Sepertinya ini souvenir untuk mereka. Airi dan Shota mengantongi souvenir itu di dalam saku jas mereka. “Hei, Shota,” panggil Airi. “ayo ikut aku.” Airi menarik tangan Shota untuk mengikuti langkahnya.

Shota kembali dibuat bingung dengan tingkah Airi. Perempuan itu tidak biasanya menggenggam tangannya seerat ini. Mereka masuk ke dalam gedung sekolah dan berpapasan dengan beberapa teman mereka maupun panitia yang mengenal mereka. Shota langsung menahan Airi kala Airi hendak naik ke lantai teratas gedung sekolah mereka itu. “Kau tidak boleh kesana, Ai.” Katanya.

Airi menoleh dan menepuk tangan Shota, dia berbisik. “Tenang, Shota. Aku sudah minta izin, berkat orang dalam.” Mendengar itu, akhirnya Shota tidak menolak lagi dan mereka masuk ke kawasan atap sekolah yang sudah dihias begitu indah dengan beberapa ornamen khas musim panas. Mereka juga menemukan spot dimana anggota panahan tadi melemparkan bow api mereka ke api unggun di bawah tadi.

Genggaman tangan Airi pada tangan Shota terlepas. Perempuan itu melepas jasnya. “Ternyata ide yang buruk yah mengenakan seragam lengkap saat musim panas.” Ucapnya pada Shota. Mereka duduk di salah satu bangku panjang yang ada disana. Shota ikut melepas jasnya. Beruntungnya kemeja putih yang mereka kenakan tidak terlalu basah oleh keringat mereka terutama di bagian punggung jadi Airi tidak perlu risau Shota melihat dalamannya karena tidak akan tembus.

Mereka duduk-duduk sejenak disana, menikmati semilir angin malam musim panas. Sementara Shota memandangi perempuan yang disukainya ini sepuas mungkin. Kapan lagi dia bisa memandangi Airi sedekat ini. Pemikiran seperti itu mendorongnya untuk mengecup pipi Airi dengan cepat. Airi jelas terkejut dan dia sedikit menjauhkan diri dari Shota, menatapnya dengan kedua mata yang membulat. Shota juga sama terkejutnya dengan Airi. “Ma-Maaf, aku-aku tidak sengaja!” serunya panik.

Airi mengerjap. Dia menggeleng. “Tidak apa-apa. Aku hanya kaget saja.” Lirihnya. Airi sedikit menggigit bibir dalamnya, sedikit meragu. Shota menunduk sedikit, merutuki dirinya yang bisa-bisanya kehilangan kontrol meski itu hanya ciuman di pipi. Namun, hal yang terjadi selanjutnya juga tidak bisa dia prediksi. Airi balas mencium pipi Shota, mengundang keterkejutan lelaki bermarga Watanabe itu.

“Sekarang kita impas.” Kata Airi dengan senyuman di wajahnya. Shota terdiam sejenak dan dia tertawa. “Astaga, Airi.” Gerutunya pelan dengan seulas senyum.

“Ah, bagaimana kalau kita menulis sesuatu di kertas tadi dan masukkan ke dalam botol tadi lalu saling menukarnya?” ajak Shota. Airi mengangguk dengan antusias. Dia mengambil kertas, alat tulis serta gantungan botol berukuran sedang yang dia selipkan di kantung jasnya.

Mereka saling memunggungi satu sama lain dan menulis pesan dan memasukkannya pada botol yang merupakan gantungan itu. “Kau sudah selesai?” tanya Airi. “Sebentar lagi.” kata Shota.

“Sudah!” seru Shota dan mereka saling berhadapan secara bersamaan. Airi menyerahkan miliknya pada Shota begitu pula sebaliknya. Awalnya Shota ingin membuka botol tersebut tapi Airi menahannya. “Bukanya saat kelulusan saja.” Katanya. Shota awalnya bingung tapi dia mengiyakan saja. Mereka menyimpan gantungan botol itu pada saku jas masing-masing.

“Oh iya, kenapa kau memintaku untuk mengenakan seragam lengkap hari ini?” tanya Shota. Airi melirik Shota sebentar dan tersenyum tipis. “Tidak apa-apa, sih, sebenarnya. Aku hanya ingin berbeda dari orang lain.” Katanya. Tentu saja Airi berbohong. Bukan itu alasan sebenarnya.

Shota mengangguk-angguk paham. Lelaki itu duduk bersandar bersama Airi menatap langit malam berbintang hari itu. Kemudian, entah dari mana, ada angin yang begitu besar berhembus kearah mereka membuat Shota dan Airi sama-sama memalingkan wajah. Wajah keduanya berhadapan dengan mata yang terpejam. Airi membuka matanya lebih dulu dan terdiam mendapati wajah Shota berjarak begitu dekat dengannya. Perempuan itu menelusuri garis wajah Shota sebelum akhirnya menerbitkan sebuah senyum lagi. Giliran Shota yang membuka matanya dan dia terkejut mendapati wajahnya yang berjarak dengan sangat dekat dengan Airi.

Mereka bersitatap cukup lama hingga terdengar suara meledaknya kembang api dan cahaya terang yang memenuhi langit hari itu. Kali ini Shota dengan sadar semakin mempersempit jarak mereka, hidung keduanya bersinggungan. Di tengah meledak-ledaknya kembang api itu, Airi berbisik. “Arigatou, Shota.”

Shota dan Airi berbagi ciuman pertama mereka di malam festival sekolah musim panas hari itu.