Different but Feel Same

ShoppiAiri, H/C, Typo


Ada yang terasa berbeda di malam natalnya tahun ini. Airi berdehem berulang kali untuk mengabaikan rasa salah tingkahnya begitu mendapati sosok bernama Watanabe Shota berjalan masuk ruangan dengan setelan kasual yang membungkus tubuhnya dengan pas. Ditambah style rambutnya hari ini dibuat menampilkan keningnya.

Dia mendongak untuk mengalihkan perhatiannya dari Shota, sementara lelaki bermarga Watanabe itu duduk dengan tenang mengobrol dengan teman masa kecilnya, Miyadate Ryota. Pembicaraan mereka tidak jauh dari bahasan skincare. Sesuatu yang disukai Shota.

Airi berdecak. Lelaki itu terlihat biasa saja, kenapa dia harus salah tingkah seperti ini? Ingat! Dirinya dan Shota tidak lebih dari friends with banefit. Meski beberapa orang yang biasa ada disana selalu menggodanya dan Shota untuk segera jadian.

“Gak enak tau cemburu dengan status Fwb.”

“Jadian aja gih. Kalian cocok, kok.”

Airi mengerang. Dia hanya tersenyum sembari menggeleng dan meminum minumannya kalau mulai masuk di situasi seperti itu. Hubungan mereka tidak akan bisa berubah, tidak, karena Airi tidak menginginkannya. Ya. Seperti itu lebih baik.

“Airi.” Perempuan bermarga Minamoto itu menoleh dan tersentak di posisinya melihat Shota sudah merunduk untuk menyamakan posisi dengannya. Airi berdehem pelan, berusaha mengabaikan rasa terkejutnya. “Apa?” balas Airi, tangannya mengambil roti cemilan di atas meja dan memakannya.

Tidak ada balasan dari Shota. Airi menoleh lagi dan menemukan Shota yang tersenyum kearahnya. Lelaki itu menggeleng dan mengulurkan tangan untuk mengusap kepala Airi pelan. “Tidak apa-apa. Aku hanya merindukanmu.” Airi terlonjak. Dia lompat kebelakang sembari mengusap-usap kepalanya. Pandangannya mengarah tidak beraturan, mengabaikan pandangan Shota padanya.

“Apa sih, Watanabe?!” Sial. Jantungku. Airi menyentuh dadanya, berdehem dan terbatuk pelan. “Loh, Aku salah?” tanya Shota panik.

Airi menggeleng. Tidak. Aku yang salah. “Aku permisi sebentar.” Perempuan itu melangkah keluar. Dia menyusuri lorong restoran itu dan keluar menuju balkon yang ada di lantai empat puluh itu. Airi menyandarkan tubuhnya di pagar balkon dan menghela napas pelan. Dia menepuk-nepuk pipinya sembari mengatur napas dan detak jantungnya yang masih cepat.

Sementara kepalanya menggeleng cepat untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang menyatakan bahwa dia menyukai Watanabe Shota. Airi sudah memutuskan untuk tidak jatuh cinta lagi, kenapa dia mengkhianati dirinya sendiri? Airi mengerang. Dia berbalik dan menemukan pemandangan malam yang indah. Lampu-lampu dari gedung di sekitarnya menerangi malam natal hari itu.

Ingatannya memutar bagaimana rasanya saat Shota menatapnya dengan senyuman lembut serta tepukan hangat di kepalanya, menimbulkan sensasi nyaman dan juga bergetar yang berbeda dari biasanya. Tidak hanya sampai situ, Airi juga kembali memutar kumpulan ingatannya tentang Watanabe Shota. Bagaimana lelaki itu memperlakukannya dengan baik, sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan oleh seseorang dengan FWB.

“Sial… Apakah aku sudah menyukainya?”

Tubuh Airi mematung saat sepasang tangan menyelimutinya dengan mantel panjang miliknya yang tadi dia tinggal di dalam ruangan, dan tangan itu menariknya untuk bersandar pada dada seseorang di belakangnya. Airi menoleh sedikit dan menemukan Shota berdiri di belakangnya, mendekapnya erat.

“Kau meninggalkan jaketmu di ruang makan.” Airi mengangguk pelan sebagai balasan. Perempuan itu memejamkan matanya sebentar, kali ini bukan untuk menetralkan detakan jantungnya. Airi membiarkan jantungnya berdetak sebagaimana mestinya kali itu. Dia memejamkan mata untuk menikmati hembusan angin musim dingin dan juga kehangatan Shota yang menyelimutinya kali ini.

“Suki dayo, Airi…”

Ya. Aku tahu.