Fase Awal : Mina

Typo, Cringe, MinaRau


Mako benar-benar cemas. Dia sangat kaget mendapat telepon dari Mina yang sudah menangis sesegukan, memintanya tolong untuk datang ke apartemen perempuan bermarga Miyahara itu. Saking cemasnya, dia bahkan tidak sempat untuk mampir ke suatu tempat untuk membeli sesuatu. Mako sudah cukup tahu tentang lika-liku perjalanan kisah cinta Mina dan perempuan itu tidak pernah menangis setiap dia harus berpisah dengan kekasihnya. Jadi, jelas Mako sangat khawatir mendengar tangisan Mina di telepon tadi.

Mina mengiriminya pesan singkat, mengatakan bahwa dia meninggalkan apartemennya dalam keadaan tidak terkunci. Sesampainya disana, Mako langsung masuk dan menemukan Mina sedang duduk bersandar di bawah sofa, menatap kosong pada satu titik di hadapannya. Mako mendekat perlahan, melepas slingbagnya keatas sofa dan bersimpuh di dekat Mina. Wajah perempuan itu tidak lagi dialiri air mata, namun Mako masih bisa melihat jelas jejak air mata yang mengering.

“Mina-chan...” Mako memanggil lirih, mengulurkan tangan untuk merangkul Mina. Mina menoleh kearahnya. Mako bisa melihat pelupuk mata Mina kembali dipenuhi oleh liquid bening. Tidak butuh waktu lama untuk Mako langsung mendekap Mina erat. Bersama dengan itu, Mina kembali terisak. Dia mendekap erat Mako, sahabatnya.

“Aku masih sayang Raul, Mako...” Ditengah isakan Mina, perempuan itu berucap lirih. “Padahal aku sengaja meminta putus hanya karena takut dia tersakiti jika hubungan kami terungkap... aku tidak mau yang terjadi padaku dan Taiga-kun juga terjadi pada aku dan Raul...”

Mako menepuk-nepuk lembut pundak Mina. “Tapi, itu resikomu berpacaran dengan publik figur, Mina-chan... Apalagi Raul bekerja sebagai idol, idol itu kodratnya milik semua orang.,” Balas Mako. Isakan Mina sedikit mereda. “lihat saja berita dating Meguro Ren dan Shirokawa Haruna. Mereka sempat dihujat banyak orang, tapi kelihatannya masih menjalin hubungan.” Lanjutnya.

“Ini hanya masalah kalian kuat menerima hujatan itu atau tidak. Meski aku bilang idol itu milik semua orang, tapi dia tetap manusia yang butuh kasih sayang orang asing secara dekat.”

Mina menggigit bibir bawahnya. Kesal karena ucapan Mako semua ada benarnya. Yang dia takutkan selama ini hanyalah bayangan dan imajinasinya saja. “Kalau Raul tidak kuat dengan semua hujatan itu, bagaimana, Mako? Apalagi aku tidak pernah diterima di lingkungan Snow Man.” Mako tertawa pelan. Dia mengusap-usap kepala Mina lembut. “Itulah mengapa kalian ada untuk saling melengkapi. Saling menguatkan. Saat Raul-san jatuh, kamu yang membantunya bangun. Begitu pula sebaliknya.”


“Kak Miyahara!” Suara bariton yang masih memiliki aksen cempreng itu terdengar. Mina yang baru saja membeli minum dari mesin penjual otomatis sedikit terkejut mendapati Raul ada di lingkungan kampus. Raul mendekatinya dan Mina harus sedikit mendongak untuk menatap Raul.

Mina mengerjap sedikit. Dia berdehem dan mengulurkan tangannya. “Mau coca cola?” Raul menggeleng. “Ah, enggak, kak. Aku alergi soda.”

Mina mengangguk sembari mengalihkan pandangan. “Oh begitu. Ada ya orang alergi soda. Kalau gitu, mau teh aja?” Mina menyodorkan satu kaleng teh susu hangat padanya. Raul mengangguk dengan senyuman, menerima uluran tangan Mina yang lain. Merek berjalan bersisian menuju salah satu bangku di taman lingkungan kampus itu.

“Oh iya, terima kasih sudah menemukan dompetku, ya, kak.” Ucap Raul. Mina mengerutkan kening, berusaha mengingat sesuatu. Ah, dia ingat, dia menemukan sebuah dompet berbentuk persegi berwarna cokelat dengan kartu identitas didalamnya tercetak nama Murakami Maito Raul. Mina tersenyum. “Sama-sama.” Balasnya. “Kok bisa ya kak Miyahara yang nemuin dompetku, kemarin juga kak Miyahara yang bayarin makananku.” Raul berkata dengan bingung.

Mina yang melihat ekspresi Raul yang menggemaskan jadi sedikit gemas karena sangat lucu. Mina menengguk colanya lagi. “Panggil aja Mina. Aku juga bingung. Hari ini, aku beli dua minuman padahal temanku hari ini ada kelas lain dan kita gak mungkin ketemu hari ini.”

“Takdir gak sih, kak?” Mina nyaris menyemburkan minumannya. Dia menoleh kearah Raul yang sekarang tersenyum lebar kearahnya. “Mana ada. Kamu nih lucu banget ya, Raul.” Balas Mina. Raul mengusap lehernya sembari tertawa kecil, malu. “Hehehe, orang-orang sering bilang gitu ke aku, kak.”

Mereka berdua menghabiskan waktu bersama di kursi taman kampus itu, saling bertukar obrolan dan pandangan tentang kehidupan kampus. Raul yang menceritakan kehidupan kampusnya yang dijalankan secara online sedangkan Mina yang masih harus bolak-balik kampus.

Tanpa disadari, keduanya sama-sama nyaman dengan kehadiran satu sama lain.