Fear

ShoppiAiri, Typo


Shota menghela napas setelah memperhatikan Airi yang sedang duduk di atas sofa dengan kaki menyilang dan Mocca yang duduk di pangkuannya, sementara tangan Airi mengusap lembut tubuh kucing tersebut. Televisi di ruangan itu menyala menampilkan sebuah variety show, tapi sepertinya Airi tidak benar-benar menonton televisi yang menyala itu.

Shota menggantung handuk yang dia pakai untuk mandi tadi di balkon apartemen baru mereka. Ya. Keduanya harus pindah lokasi apartemen dengan keamanan yang lebih tinggi sejak hubungan keduanya yang telah terungkap. Apalagi Shota tidak mau sampai ada fans fanatik yang mengganggu kekasihnya lagi.

“Ah, Shota.” Suara Airi terdengar. Lelaki bermarga Watanabe itu tersenyum kearahnya dan duduk sebelah Airi, tangan kirinya merangkul Airi dan membawa kepala perempuan itu untuk bersandar di bahunya. “Kau menonton apa?” tanya Shota berbasa-basi.

Airi sedikit mengernyit seraya kembali fokus dengan tontonannya. “Hm, apa ini? Aku tidak tahu. Tadi tidak melihat judul acaranya.” Shota menggumam sebagai balasan. Airi masih betah mengusap-usap tubuh Mocca sementara sang kucing mulai mengeluarkan suara mendengkur yang menenangkan bagi keduanya.

Dulu Shota tidak mau memelihara kucing karena dia takut tidak bisa merawatnya dengan baik, apalagi pekerjaannya sebagai idol membuatnya sering tidak ada di rumah. Tapi, Airi bersikeras untuk memelihara kucing untuk teman mengobrolnya atau paling tidak dia merasa tidak sendirian. Mocca mereka adopsi dari klinik dokter hewan di kawasan apartemen lamanya tidak lama setelah mereka resmi berpacaran. Waktu itu, Mocca masih seekor kitten yang menggemaskan. Bulunya halus dan matanya bulat. Shota tahu Airi jatuh cinta pada kucing itu. Mau tak mau mereka mengadopsi Mocca dan menjadikan Mocca sebagai anggota keluarga mereka. Syukurlah, ternyata Mocca yang juga menyelamatkan Airi dari penyerangan waktu itu dan kucing menggemaskan ini tidak mengalami luka sedikitpun. Hanya saja, sejak kejadian itu Mocca enggan jauh dari Airi. Airi harus mengajaknya ngobrol terlebih dahulu sebelum dia berangkat bekerja seperti biasa. Anehnya, kucing itu bisa paham apa yang dikatakan Airi dan menurut.

Keluarga ya...

Shota menatap Airi yang bersandar padanya. Apakah Airi mau membuat keluarga dengannya? Shota menggeleng. Dia tahu ini terlalu cepat, apalagi baru setengah tahun sejak hubungan mereka terungkap. Airi juga pasti akan menolak lamarannya karena perempuan itu terlalu sulit untuk diyakinkan.

“Airi,” panggil Shota yang dibalas dengan gumaman pelan sang perempuan. “apa ketakutan terbesarmu?” tanyanya. Airi terdiam selama beberapa saat dan dia tersenyum tipis. “Kamu,” jawab Airi tanpa pikir panjang. Dia menatap lamat-lamat Shota. “Kamu, Shota.” Katanya lirih, sekali lagi. Shota mengerjap, tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu dari bibir Airi. “Aku?” katanya bingung.

Airi tersenyum dan mengangguk, seraya menatap keluar jendela balkon. Cuaca di luar terbilang cerah dengan langit biru dan awan-awan yang bergerak perlahan.

“Aku takut suatu saat kamu akan melihat ke cermin dan melihat dirimu seperti aku melihatmu. Kamu akan sadar betapa luar biasanya kamu bahwa kamu pantas mendapat yang lebih baik dariku,” Kata Airi. “aku takut kehilanganmu...” lanjutnya.

Airi mengedikkan bahu terkejut kala merasakan Shota mencium bibirnya sekilas. Mereka berpandangan dalam jarak dekat dan Shota mengusap pipi Airi lembut. “Perasaan kita sama ternyata,” katanya. “aku juga takut kehilanganmu, sayangku...”

Sudah cukup dia melihat Airi dalam kondisi waktu itu. Dia bingung menggambarkannya tapi yang dia rasakan sudah cukup terasa seperti kehilangan separuh jiwanya meski hanya untuk sementara waktu.

Airi mengulum bibirnya dan tersenyum. Tangannya menarik kepala Shota dan mencium bibir kesayangannya itu lagi. “Maaf karena aku pernah menghilang dari keseharianmu sebentar, Shota...”