Gelang
TsukiAiri, Abtsk, Typo, Cringe
Siang itu cerah. Sangat cerah. Tsuki dan Airi sedang menikmati girls time mereka. Sementara Tsuki mengamit tangan Airi, mereka memasuki banyak butik di dekat sana. Channel, Gucci, Louis Vuitton, Tiffanny dan lain-lain. Hari itu benar-benar hari berbelanja bagi mereka berdua.
“Ah, aku sudah pernah dibelikan ini sama Shota.” gumam Airi begitu Tsuki menunjukkan kalung dari Tiffany. Perempuan bermarga Matsumoto itu langsung tersenyum lebar. “Lucu sekali kalian. Kalau begitu beli saja yang lain. Aku yang bayar.” Ujar Tsuki mengundang decakan sebal dari Airi.
“Sudah cukup belanjanya, nona muda.” Gerutu Airi. Dia sudah repot membawa belanjaannya sendiri. Dia heran kenapa brand terkenal suka sekali memberikan tas kertas yang besar meskipun mereka hanya belanja barang yang tidak begitu besar. Merepotkan saja.
“Wah, aku suka sekali panggilan itu. Pertahankan ya,” kata Tsuki. Dia langsung berjalan ke kasir untuk membayar, meninggalkan Airi yang sudah menghela napas. Perempuan bermarga Matsumoto itu belum sempat membalas ucapan narsistik Tsuki.
Keluar dari toko Tiffany, Tsuki kembali mengapit tangan Airi yang sudah kerepotan membawa belanjaannya sendiri. Keduanya melangkah bersama dengan riang. Tsuki yang lebih tepatnya begitu bahagia menghabiskan waktu bersama Airi. Gelang merah dengan bandul berwarna bening yang melingkar di pergelangan tangan mereka saling bersinggungan.
Keduanya hendak menyebrang begitu lampu pejalan kaki berubah menjadi biru. Tsuki sibuk bercerita sementara Airi mendengarkan dengan memfokuskan pikiran. Suara deru mobil yang berjalan cepat memecah fokus keduanya. Baik Tsuki dan Airi menoleh kearah sumber suara. Airi refleks melepaskan gandengan tangan Tsuki, nyaris ikut memutus gelang yang terlingkar di tangan masing-masing. Sementara itu, Airi sudah terbaring di seberang jalan dengan kepala yang membentur aspal. Pandangan Airi lurus menatap kearah Tsuki dan tersenyum lirih.
Tsuki sempat terdiam. Terlalu shock dengan kejadian yang terjadi di depan matanya. “AIRI!!”
Napas Tsuki tercekat. Dia refleks membuka kedua matanya, membuat kesadarannya kembali secara penuh dan merubah posisinya yang sebelumnya tiduran menjadi duduk seraya mengatur napasnya. Dahinya sudah dipenuhi oleh keringat sebesar biji jagung dan napasnya naik turun tidak beraturan.
Tsuki mengusap wajahnya. Astaga... Cuma mimpi...
“Tsuki...?” Suara berat seorang lelaki mengagetkannya. Dia menoleh ke samping dan menemukan kekasihnya—Abe Ryohei yang terbangun. Lelaki itu hanya mengenakan celana panjangnya dan tanpa atasan. Sementara Tsuki hanya mengenakan celana pendek dan tanktop yang sudah jadi satu sebagai bra.
Tsuki baru ingat dia saat ini sedang ada di Jepang untuk promosi album comeback Jepang RED*ONE. Dia jadi bisa menghabiskan waktu juga bersama kekasihnya. Bahkan beberapa jam yang lalu mereka baru saja melepas rindu dengan bercinta. Jadi, itu alasan mengapa Abe tidak mengenakan atasan.
Dirasakannya usapan pelan di punggungnya. Abe tersenyum kearahnya di tengah kegelapan kamar yang hanya disinari sinar lampu-lampu gedung di luar yang menelusup dari balik tirai. “Mimpi buruk?” tanyanya. Tsuki hanya mengangguk. Masih mengatur napas dan pikirannya. Dia langsung menemukan gelang persahabatannya dengan Airi yang satu talinya terputus. Tsuki mengerjap.
Dia buru-buru menyalakan lampu di samping tempat tidur itu dan mencari-cari ponselnya. Sial. Kemana benda itu saat dibutuhkan?! Abe langsung tersadar sepenuhnya melihat Tsuki yang tiba-tiba panik. “Kamu cari apa?” tanya Abe.
“PONSELKU!!” Teriak Tsuki tanpa sadar. Abe bisa menemukan air mukanya yang berubah sangat panik, sesuatu yang jarang dia temukan pada kekasihnya. Abe menarik napas dan menghembuskannya. Dia meminta Tsuki untuk menenangkan diri sementara dia mencari ponsel Tsuki.
Lelaki bernama kecil Ryohei itu beranjak keluar kamar. Tsuki bukan tipe orang yang percaya hal mistis atau legenda. Tapi gelang merah yang dia pakai kembar dengan Airi sudah seperti benang merah mereka berdua. Dengan melihat kondisi gelang itu yang satu talinya terputus saja membuat Tsuki sudah kalang kabut panik karena berpikir sesuatu terjadi pada sahabatnya itu. Padahal gelang itu sudah berusia cukup lama. Tidak heran talinya akan menjadi usang dan mudah putus.
Dua menit kemudian Abe kembali dengan ponsel kekasihnya. “Kau menjatuhkannya di bawah sofa saat kita bercinta tadi.” Tsuki tidak memperdulikan ucapan sang kekasih, meski wajahnya merona sedikit. Mengingat bagaimana brutalnya tadi dirinya dan Ryohei bercinta.
Tsuki langsung membuka LINE dan mencari kontak Airi. Ditelponnya sang sahabat. Tidak diangkat. Dia lakukan hal itu beberapa kali hingga pada akhirnya kontak Shota muncul di layar ponselnya. Watanabe Shota adalah kekasih sahabatnya. Aneh sekali dia menelpon Tsuki.
“Apa? Kenapa kau menelponku?”
“Airi sudah menghubungimu? Apakah terjadi sesuatu padanya?” Tsuki berdecak mendengar ucapan Shota barusan. Lelaki itu sepertinya lupa bahwa Tsuki sedang tidak ada di Korea Selatan saat ini.
“Aku sedang di Jepang. Mana kutahu. Aku juga sedang berusaha menghubunginya asal kau tahu.” Balas Tsuki dengan ketus. Dia sedang tidak ingin berbasa-basi saat ini. Dia hanya ingin tahu kondisi Airi. Tidak lama ada telpon masuk.
“Ah, kututup ya! Ada yang menelpon!” Tanpa menunggu Shota membalas ucapannya, Tsuki segera menutup panggilan Shota dna menjawab panggilan yang mengantri tadi. Rupanya dari Kuro, manajer Airi.
Kuro meminta maaf karena dia tidak bisa menjawab telepon Tsuki di ponsel Airi karena itu akan melanggar privasi, jadi dia mencoba menghubungi Tsuki dengan ponselnya sendiri. Tsuki langsung menanyakan alasannya dan Kuro mengatakan bahwa Airi mengalami kecelakaan kerja saat syuting.
Drama yang dia mainkan bersama Lee Soo Hyuk merupakan action drama romance. Sudah pastinya ada adegan berbahaya yang harus dilakukan aktor dan aktrisnya. Kuro mengatakan bahwa saat Airi akan melompat dari atas gedung di sebuah studio yang sudah disetting sedemikian rupa, tali pengaman perempuan itu terlepas satu dan membuat punggungnya menghantam dinding dengan keras baru kemudian Airi terjatuh karena tali yang menahannya mengalami malfungsi. Untung saja, staf menyiapkan kasur di bawah hingga Airi hanya berguling setelah jatuh ke bawah dan kehilangan kesadaran.
Tsuki berdecak. Dia menyisir rambutnya ke belakang dan meremasnya. Digigitnya bibirnya untuk menahan air mata yang tiba-tiba saja hendak merembes keluar. Sial.
“Kenapa kalian tidak bisa melakukan pekerjaan kalian dengan benar...?” Lirih Tsuki dengan galak. Kuro hanya meminta maaf dan akan menegur staf. Perempuan bermarga Matsumoto itu menggigit kukunya sejenak dan berpikir. “Kuro,” Tsuki memanggil sang manajer. “kalau ini terjadi lagi, aku tidak akan segan meminta Takizawa-san untuk membatalkan kontrak dengan produser drama itu dan menyeret Airi pulang.” Lanjutnya.
Kuro terdiam sejenak di seberang sambungan kemudian mengiyakan dan pamit. Telepon terputus. “Tsuki.” Abe memanggil sang kekasih. Perempuan itu menoleh kearahnya. Tsuki bahkan tidak sadar dia sudah berdiri di dekat lemari. “Bernapas.” Kata Abe. Dia juga tidak sadar sedari tadi sudah menahan napas.
Tsuki menghembuskan napasnya dan mengusap wajahnya. Abe mendekatinya dan menarik Tsuki ke dalam pelukannya, mengusap tubuh Tsuki dan menenangkannya, membawa perempuan itu untuk kembali tiduran di kasur mereka. “Minamoto-san akan baik-baik saja, Tsuki. Dia tangguh.” Katanya.
Tsuki menatap lamat-lamat sang kekasih sebelum akhirnya dia semakin mendekatkan diri pada Abe dan memeluknya erat. Abe menepuk-nepuk lembut punggungnya, bersenandung pelan sebagai lullaby.
Kalau aku yang ada diposisi seperti itu apakah kamu akan sama paniknya seperti ini, Tsuki?
Bisa bisanya dia cemburu pada persahabatan Tsuki dan Airi.
Pagi harinya, Tsuki mendapat telepon dari Airi. Suara perempuan itu terdengar sedikit serak namun berusaha untuk tetap ceria. Tsuki jelas langsung mengajak ngobrol sahabatnya itu diselingi omelan khas seorang ibu.
Tsuki bersyukur bahwa kali itu Airi masih sadar dalam waktu singkat. Dia tidak perlu diselimuti rasa takut kehilangan benang merahnya.
“Kita harus memperbarui gelang kita.” Kata Tsuki yang menatap gelangnya saat ini. Airi mengiyakan di seberang sana.
“Semalam aku bermimpi di tempat yang sangat dingin hingga membuat gelang milikku membeku dan pecah. Pas aku lihat, ternyata gelangku rusak. Padahal itu sudah kujadikan seperti jimatku.” Kata Airi.
“Kan, kita memang harus memperbarui gelang ini.” kata Tsuki.
Tsuki bukan orang yang percaya hal-hal seperti itu tapi setidaknya Airi menganggap barang itu sangat penting dalam hidupnya.