Jemputan
Cringe, Typo,
Aku menarik koper besarku melewati gerbang imigrasi di bandara Narita. Aku sedikit bersyukur karena perjalanan dari Indonesia – Jepang berjalan dengan lancar. Keberangkatan pesawat pun tepat waktu.
“Hato-san?” Langkahku terhenti. Aku menoleh ke sumber suara dan mengerjap bingung, melihat sosok lelaki yang memegang papan kecil bertuliskan nama panggilanku dalam hiragana. Sosok itu tersenyum dari balik maskernya. Melihat sepasang mata yang tidak asing itu, aku menyadari bahwa sosok itu sering aku lihat di video dokumentari Naniwa Danshi dan juga beberapa kali bertemu secara langsung.
“Ah!” Aku segera merunduk sopan, sementara sang lelaki membalasku. “Biar kubantu bawa.” Katanya, meraih gagang koper yang kubawa. Aku baru saja hendak mencegah sang manajer menarik koperku, sayang gerakan sang manajer lebih cepat dariku. Ah, sudah terlatih mungkin.
“Daigo-san sudah menunggu di mobil. Dia memintaku menyampaikan permintaan maaf karena tidak bisa keluar untuk menjemput Hato-san.” Aku menggeleng. Kakiku melangkah sejajar dengan sang manajer.
“Tidak, tidak. Justru aku berterima kasih karena manajer-san yang menjemputku.” Balasku, sementara Sang manajer tertawa. “Benar juga, akan jadi kehebohan kalau ada yang melihat Daigo-san disini.” Aku tersenyum. Aku tidak mengira kalau lokasi parkirnya akan lumayan jauh. Yah, tidak sejauh jarak satu terminal ke terminal lain di Soeta.
Langkah kami terhenti di depan sebuah mobil van hitam dengan kaca film yang pekat. Sementara manajer menyimpan koper di bagasi, pintu van terbuka, menampilkan sosok kekasih jarak jauhku yang mengintip dengan pose menggemaskan. Sosok bernama lengkap Daigo Nishihata itu tersenyum lebar kearahku. Tangannya terulur untuk meraih tanganku untuk mengajaknya masuk.
Sebelum bisa berucap apa-apa, Aku dibuat terkejut dengan Pata yang memelukku erat-erat. Tidak lupa menggoyangkan tubuh keduanya. “Aku merindukanmu, Hato-chan~” ujarnya, membuat wajahku memanas dan jantungku mulai berdetak dengan cepat. Ah, sial, selalu seperti ini setiap kali aku di dekat Pata.
Pata menjauhkan tubuh kami dan tersenyum lebar lagi kearahku. Tubuhnya sudah maju untuk mencium sebelum ada deheman keras dari arah depan. Sang manajer menatap datar kearah kami berdua. “Berangkat sekarang?” Daigo terlihat menghela napas dan merajuk.
“Sedikit lagi aku mencium pacarku... Aih...”
Sang manajer kembali duduk dengan manis di balik kemudi. “Tenang saja. Daigo-san. Kalian punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama.”
Daigo langsung menoleh kearahku dengan ekspresi yang sangat menggemaskan. “Benarkah?” Aku meringis. “Itu tergantung jadwalmu, pata.” Ujarku. Sembari duduk di sebelahnya, pata terlihat tidak mau jauh-jauh dariku. Mobil yang kami tumpangi mulai beranjak meninggalkan bandara. Pata menyandarkan kepalanya di bahuku, membuat tubuhnya saat ini seperti setengah berbaring.
“Aku merindukanmu...” bisiknya lagi. Ya. Aku tahu, berhenti membuatku salah tingkah, Nishihata. “Ya. Aku tahu, pata...” Aku mengangguk samar, lagi-lagi menetralisirkan detakan jantungku yang semakin kencang. Pata menoleh kearahku sembari masih bersandar di bahuku. Aku bergumam pelan sebagai balasan.
Sebelum aku berucap karena kebingungan dengan tingkahnya, lelaki bernama kecil Daigo ini malah mendekatkan wajahnya kearahku dan sebelum aku sadar, dia sudah menempelkan bibirnya dengan hati-hati di bibirku. Ciumannya itu hanya berlangsung selama beberapa detik, namun berhasil membuatku terpaku.
“Aku gak mau keliatan cheesy, tapi aku ingin Hato tahu bagaimana perasaanku,” Pata berbisik lagi. Kenapa dia jadi suka berbisik-bisik begini? “愛してるやん.” Perlahan, wajah pata mendekat. Tatapannya yang semula tepat ke arah mataku, secara perlahan mulai menyayu. Meski tegang setengah mati, aku tidak berusaha menghindar dan malah memejamkan mata ketika pata memiringkan kepalanya di hadapanku.
Dan... ya.. aku dan pata kembali ciuman. Ini memang bukan yang pertama kali tapi selalu membawa sensasi yang menggelikan namun bukan sesuatu yang buruk. Mungkin.
Rasanya, aku mau teriak. Ciuman itu berlangsung agak lama dan pata mengapit bibir atasku, mengecapnya. Sebelum akhirnya aku mendorong bahunya pelan untuk menjauh.
“Udah, pata...” kataku. Sial. Aku sempat melihat kearah sepasang matanya yang menatapku bagaikan anjing poddle yang tersesat. Aish. Tapi, sesaat kemudian lelaki itu hanya tersenyum dan kembali merebahkan kepalanya di bahuku, menggenggam tanganku dan memejamkan mata tanpa kata.
Aku tersenyum tipis sebelum akhirnya ikut bersamanya tenggelam dalam dunia mimpi. Sudah lama kami tidak tidur berdekatan seperti ini. Hubungan jarak jauh memang menyiksa untuk orang-orang yang tidak tahan jauh dari pasangannya. Meksi beberapa kali pata terlihat manja setiap kali kami bertukar kabar lewat Zoom atau aplikasi semacamnya, dia tidak pernah menuntutku untuk segera kembali ke Jepang. Jauh dari rumah pasti susah untukmu, aku tidak mau mengganggu waktumu yang berharga selama melepas rindu di Indonesia. Take your time, Hato. Begitu katanya.
Ah, rasanya semakin tidak ada alasan untukku berhenti menyayangi lelaki bernama lengkap Daigo Nishihata ini.