Maybe Next Year?
ShoppiAiri, Fluff, Typo, Cringe
Lampu di ruangan yang dijadikan kamar itu sudah padam, namun dari balik tirai putih yang sedikit transparan itu masuk pantulan cahaya dari gedung-gedung di sekitar gedung apartemen ini. Suara ramai yang samar beserta suara sibuk kendaraan di kejauhan menyambut indera pendengaran Airi Minamoto kala dia membuka matanya. Kepalanya menoleh ke samping kanannya, menemukan sosok pria bermarga Watanabe yang sedang terlelap dengan suara napas yang tenang.
Airi menghela napas perlahan, merubah posisi rebahannya menjadi menyamping, menghadap kearah Shota. Tangannya terulur untuk menarik selimut untuk menutupi tubuh atas Shota yang polos. Jemarinya menyingkirkan sedikit helaian rambut yang menutupi kening sang lelaki.
Airi menatap lamat-lamat Shota yang sedang terlelap itu hingga seulas senyum tipis muncul di wajahnya. Seperti biasa. Malam itu mereka melakukan hubungan seksual seperti biasanya. Well, ini sudah dua bulan sejak Airi dan Shota sibuk dan mereka tidak bisa bermain seperti biasanya. Hubungan mereka? Masih friends with banefit.
Walaupun Shota sudah berulang kali memberinya kode bahwa lelaki itu ingin lebih dari sekedar FWB. Airi tahu itu. Airi sudah sadar sejak pertama Shota memberikan perhatian lebih yang seharusnya tidak dilakukan seorang FWB. Beberapa teman dekatnya—sebut saja Haruna dan Tsuki—Pacar dari Meguro Ren dan Abe Ryohei yang juga teman dekat dari Watanabe Shota— sudah berulang kali mendorongnya kearah Shota, menyuruh Airi untuk menerima Shota sebagai kekasihnya.
Airi hanya merenggut atau menanggapi dengan, “Hahaha, gak dulu.” Walaupun Shota mendapatkan penolakan dari Airi terus-menerus, lelaki itu tidak berhenti menjadi FWB nya. Mereka masih menghabiskan waktu bermain bersama, entah itu di hotel, di apartemen Shota atau apartemen Airi.
Pernah sewaktu ketika Airi diajak Date—FWB nya yang lain, untuk liburan bersama Haruna, Tsuki, Mina, maupun member Snow Man yang lain di ryokan daerah Gunma. Shota yang sedang setengah mabuk, duduk bersama Abe, Meguro, Fukka, Koji dan Date menjawab pertanyaan Koji mengapa Shota masih menjalani hubungan friends with banefit ini meskipun Airi sudah memberikan jawaban bahwa dia tidak tertarik untuk berhubungan lebih jauh dengan Shota. Airi tidak bermaksud menguping waktu itu, dia baru membeli susu hangat di kasir depan dan hendak kembali, lalu tidak sengaja melewati ruangan dimana member Snow Man berkumpul.
“Kalo aku berhenti hanya karena ditolaknya, dia semakin menganggap bahwa semua lelaki itu sama. Mereka cuma peduli dengan hubungan seksual atau semacamnya. Aku ingin mengembalikan rasa percaya diri Airi, aku ingin jadi orang yang menyembuhkan traumanya,” Suara Shota menjawab dengan parau—mungkin pengaruh alkohol. “aku ingin menjaga dan membuat Airi berharga selamanya. Aku ingin jadi rumah untuknya.”
Bohong kalau Airi tidak merasakan jantungnya berdetak cepat saat mendengar pernyataan Shota saat itu. Perutnya geli dan wajahnya meranum merah. Perasaan seperti ini sudah empat tahun lamanya dia tidak rasakan dan begitu asing.
Airi menarik tangannya saat dia sadar hendak menyentuh wajah Shota. Perempuan itu bangkit dan duduk sejenak di kasurnya yang dia tiduri bersama Shota setelah ‘bermain’ tadi. Airi mengusap wajahnya dan menggeleng. Dia butuh kafein. Airi beranjak dan melangkah perlahan agar tidak membangunkan Shota. Perempuan bermarga Minamoto itu menyeduh kopi hitam dari rak dapurnya dan membawanya ke sofa. Dengan pencahayaan minim hanya dari dapur, Airi duduk diantara kegelapan di ruang tengah unitnya itu.
Airi duduk bersandar di kaki sofanya, menatap lurus pada televisinya yang tidak menyala. Memantulkan sedikit bayangannya. Pandangan Airi bertemu dengan sebuah frame foto yang dipajang di sebelah rak televisinya. Fotonya bersama dengan kedua orang tuanya. Foto terakhir yang dia ambil sebelum Airi tidak lagi memiliki kesempatan untuk mengambil foto yang sama bersama kedua orang tuanya.
Perempuan itu menyeret dirinya untuk mendekat kearah rak berkaki rendah itu dan mengambil frame foto yang tersimpan di atasnya. Ditatapnya lama foto itu hingga dia merasakan sesak karena rasa rindu yang menyeruak. Sudah berapa lama sejak dia kehilangan ‘rumah’nya?
Airi kira dengan dia menarik napas, tidak akan ada air mata yang keluar sedikitpun. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya. Satu tarikan napas, membuat satu isakan keluar dari mulutnya. Airi menangkup mulutnya dengan punggung tangannya, meredam isakkannya yang keluar dengan beruntun setelah satu isakan berhasil lolos. Dia tidak mau membangunkan orang lain yang ada di unitnya saat ini. Tidak dengan kondisinya yang sedang merindukan orang tuanya ini. Airi terbiasa baik-baik saja di depan Shota.
Kecuali pada hari dimana pertama kali dia bertemu Shota di Gangnam.
Tubuh Airi membeku merasakan sepasang tangan yang besar menariknya untuk bersandar pada seseorang. Seseorang itu memeluknya erat dengan selimut yang menyelimuti mereka. Aroma lembut namun maskulin yang Airi kenal sebagai aroma milik Watanabe Shota itu memenuhi indera penciumannya. Tanpa sadar memberikan rasa tenang untuknya. Dekapan Shota pada tubuhnya mengerat selaras isakkan Airi yang semakin keras.
Suara siulan yang pelan terdengar sesekali sembari Airi merasakan tangan yang memeluknya, menepuk-nepuk pelan bahunya. Airi melepaskan pelukan Shota dan mengusap wajahnya, dia meletakan kembali foto itu ke tempatnya semula dan berbalik. Menemukan Shota dengan wajah mengantuknya menatapnya sayu namun juga lembut.
Shota mendekat, mendaratkan sebuah kecupan di keningnya. Airi juga merasakan tangan lelaki itu mengusap pelan kepalanya. Lelaki itu menjauh dan tersenyum. Kedua tangannya terbuka, bermaksud menerima Airi dalam pelukannya. Perempuan itu tanpa berpikir dua kali langsung menghambur ke pelukan Shota, duduk di pangkuan Shota dengan posisi menyamping dengan tangan yang melingkar di pundak tegap lelaki bermarga Watanabe itu.
Ingatan-ingatan Airi memutar suara Shota yang sudah dia dengar beberapa kali, menyatakan perasaan padanya dan dia yang selalu menghindar untuk menjawab semua pernyataan Shota—membuat Tsuki gemas—jika kadang-kadang Shota menyatakannya saat perempuan bermarga Matsumoto itu juga ada di dekatnya.
Mungkin… membuka hati sekali lagi tidak ada salahnya.
“Shota…” Watanabe jelas terkejut mendengar Airi memanggilnya dengan nama kecilnya sebab perempuan itu selalu memanggilnya Watanabe. “Hm…?” balasnya.
“Mungkin tahun depan…”
“Tahun depan?”
Mungkin tahun depan, Airi coba untuk menjawab semua pernyataan perasaan Shota padanya. Sekarang, dia hanya ingin menikmati waktu yang dingin ini dengan merasakan kehangatan Shota.