Pegangan Tangan
Nishihato, Cringe, Typo
Ini pertama kalinya Hato pulang dari kantor lebih dari jam enam sore. Dia menuntun sepedanya seraya berjalan pelan menyusuri pendestrian di jalanan Okinawa itu. Suasana sudah lumayan sepi karena waktu menunjukan pukul setengah sembilan malam. Ini memang bukan Tokyo yang selalu ramai. Sembari berjalan, Hato merenggangkan otot lehernya dengan mencoba untuk menoleh ke kanan dan kiri dengan cepat.
Dihelanya napas lega saat pegal-pegalnya mulai berkurang. Perempuan itu sedang ingin berjalan pelan dengan sepedanya, padahal hari itu adalah hari tersibuknya. Mungkin karena ingin merasakan angin malam Okinawa yang menyegarkan meski suasananya mulai agak memanas seperti di Indonesia karena akan masuk musim panas.
Ah, tapi Okinawa memang mirip dengan Indonesia, Hato tidak perlu heran lagi. Saat dia sedang berjalan dan tanpa sengaja menoleh kearah sebuah konbini di dekat sana, dia melihat sosok dengan topi hitam, masker dan juga kacamata yang dia kenal sedang membayar belanjaannya. Hato sampai harus menghentikan langkahnya untuk memastikan pandangannya.
Saat sosok itu selesai dengan administrasinya, dia keluar dan terdiam sejenak. Keduanya saling berpandangan sebelum, Hato bisa melihat kedua mata itu menyipit diikuti namanya yang dipanggil dengan suara yang dia kenal baik. “Hatoo!” Sosok itu mendekat kearahnya dan menurunkan masker yang dia pakai untuk menampilkan wajahnya serta senyuman yang sangat Hato rindukan. Mereka LDR saat ini dan hanya bisa bertemu paling cepat dua bulan sekali.
Hato yang panik kekasihnya tiba-tiba menurunkan maskernya itu buru-buru menarik kembali masker itu untuk terpasang sempurna di wajahnya. “Jangan asal menurunkan maskermu, pata!” Kekasih yang dia panggil ‘pata’ itu melebarkan senyum dibalik maskernya.
“Hato baru pulang?” Nishihata Daigo meletakan belanjaan yang dia beli tadi di keranjang sepeda Hato dan bergantian dengan Hato mendorong sepeda perempuan itu. Keduanya kembali berjalan menyusuri pendestrian seraya Daigo yang menuntun sepeda milik Hato. Tidak ada percakapan diantara keduanya. Tapi, baik Hato dan Daigo sama-sama tersenyum menikmati keheningan diantara mereka.
“Sayang sekali aku gabisa pegangan tangan sama kamu.” Tanpa berbasa-basi, Daigo langsung berujar seperti itu membuat Hato refleks menoleh dengan kedua mata terbuka lebar. Kaget. “tapi, indirect pegangan tangan juga sih, meski harus sama stir sepeda.” Lanjutnya mengundang tawa dari perempuan itu.
“Padahal bisa sebelahnya pegang tanganku.” Hato ingin memukul pelan mulutnya saat itu juga begitu sadar dengan ucapannya. Daigo mengerjap dan langsung mengangguk. “Benar juga.” Katanya.
Lelaki itu melepas satu genggaman pada stir sepedanya dan meraih tangan Hato yang menggantung di sebelah tubuhnya. Keduanya saling berpandangan. “Tangan Hato dingin.” Kata Daigo.
Tanganmu hangat, pata.