Pertama Kalinya
Micchikaru, NSFW, Cringe, 18+, Typo
“Kak Hikaru...” Micchi memanggil namanya yang sedang sibuk mencuci piring bekas mereka makan malam hari itu. Hikaru menjawab panggilan Micchi dengan gumaman pelan. Tangannya yang sedang memegang piring yang dipenuhi sabun itu nyaris terpleset kala Hikaru merasakan tangan Micchi yang besar itu menyelusup masuk ke dalam kaosnya. Mengusap perlahan kulit dibawah kaos itu. Sedangkan kepala pemuda jangkung bernama kecil Shunsuke itu bersandar di bahunya. Sesekali memberikan kecupan yang ceroboh di perpotongan leher Hikaru yang tidak tertutupi sehelai rambut.
“Aku mau Kak Hikaru hari ini. Boleh?” Hikaru menggigit bibirnya, masih berusaha menahan suara desahan yang bisa keluar kapan saja karena Micchi yang tidak mau berhenti menciumi lehernya. Ciuman Micchi selalu berbeda. Apa karena anak ini belum punya pengalaman sebelumnya?
“Sh-Shun, aku belum selesai cuci piring.” Ucap Hikaru. Dia mengedikkan bahunya begitu Micchi menghisap sedikit kulit lehernya. Tangan Micchi yang semula berdiam diri di balik kaosnya kini sudah ikut membantunya mencuci piring. Tanpa merubah posisi, Micchi membantu Hikaru membilas piring-piring yang sudah dicuci bersih dan meletakannya di rak sebelah wastafel itu. Sesekali Micchi mendaratkan ciuman kecil di pipi Hikaru.
Selesai dengan piring terakhir, Hikaru memutar kran air itu agar tertutup dan Micchi langsung memutar tubuh Hikaru kearahnya. Sepasang tangannya yang besar itu kini menangkup wajah Hikaru. “Aku cium Kak Hikaru sekarang ya.” Micchi meminta izin. Hikaru menahan senyum gelinya dan mengangguk.
Dengan gerakan perlahan dan lembut, Micchi menempelkan kedua bibir mereka. Awalnya hanya sebuah kecupan-kecupan kecil yang ceroboh dan ragu, lama-lama berubah menjadi sebuah lumatan. Baik Micchi dan Hikaru sama-sama menikmati cumbuan yang mereka lakukan.
Micchi melepaskan cumbuan mereka sebentar, dia sedikit menekan kedua pipi Hikaru dengan telapak tangannya membuat bibir Hikaru terbuka sedikit. Micchi mendekat kembali. Bibir mereka beradu. Micchi mencoba berani untuk memasukkan lidahnya ke dalam mulut perempuan di depannya yang tersentak kaget dengan apa yang dilakukan pemuda itu.
Tangan Micchi diletakkan di punggung Hikaru, di balik kaos yang dikenakan perempuan ini. Hikaru bisa merasakan tubuhnya berjengit sedikit merasakan sensasi dingin dari tangan Micchi yang setengah basah, mengusap punggungnya perlahan, memberikan ketenangan pada perempuan di pelukannya saat ini. Bersamaan dengan tubuh Hikaru yang rileks, Micchi menyapukan lidahnya dengan gerakan tidak teratur di dalam mulut Hikaru.
Tangan Hikaru yang sedari tadi di bahu Micchi, mulai mengepal, meremas kaos abu-abu yang dikenakan Micchi, ia mengeluarkan suara-suara yang tertahan di mulutnya.
Micchi memundurkan kepalanya. Sepasang mata keduanya bersitatap. Hikaru menatap sayu kearah Micchi. Napas keduanya jelas terengah. Hikaru tidak berekspektasi bahwa ciuman Micchi akan terasa memabukkan padahal seingat Hikaru ini pertama kalinya bagi Micchi berciuman panas seperti itu.
Jemari Micchi menyingkirkan helaian rambut Hikaru yang terlepas dari ikatannya dan menutupi sebagian wajahnya itu diselipkan di balik telinga Hikaru. “Kak Hikaru mau di kamar atau di sofa?” Wajah Hikaru meranum saat Micchi bertanya dimana mereka akan melanjutkan kegiatan mereka.
Pandangan Hikaru bergerak tidak beraturan. Perempuan itu semakin malu begitu dia mengingat kejadian dimana Micchi dan Hikaru yang nyaris melakukannya di sofa terpaksa terhenti karena Hikaru batuk-batuk tidak berkesudahan. Ya, memang saat itu juga Hikaru sedang sakit.
Jadi, mungkin, “Kurasa kamar lebih aman...” Hikaru berujar. Micchi mengangguk. “Benar juga. Supaya kak Hikaru gak sakit. Baiklah.”
Micchi menarik tangan Hikaru. Pemuda itu tidak berhenti menatap kearahnya dengan senyuman lembut di wajahnya. Hikaru semakin yakin bahwa sekarang wajahnya sudah meranum semerah buah tomat. Keduanya masuk ke dalam kamar dan Micchi langsung mengunci pintu kamar itu dua kali.
Micchi mendekat kearah Hikaru yang berdiri di tengah kamarnya. Keduanya saling bertukar pandangan, Micchi menempelkan keningnya di kening Hikaru sebelum mendaratkan kecupan singkat di kening kesayangannya ini.
Sementara, Micchi mencoba membuat Hikaru rileks, kedua tangannya menyelinap masuk ke dalam kaos Hikaru. Micchi baru sadar bahwa kulit Hikaru sangat lembut dan pemuda itu sangat menyukainya.
Tangan Micchi semakin naik keatas dan nyaris menyentuh dada Hikaru. Micchi menjauhkan diri dan menatap lamat-lamat Hikaru yang balas menatapnya bingung. “Kak Hikaru... Boleh?” Tanyanya. Begitu Micchi bertanya, dia baru sadar saat ini tangan Micchi memegang dadanya. Hikaru mengangguk pelan.
Tanpa ragu lagi, Micchi meremas pelan dada Hikaru, mengundang desahan tertahan dari perempuan di hadapannya. Sial... Hikaru mengumpat dalam hati. Dia refleks melingkarkan tangannya di leher Micchi. Sementara tangan kanan Micchi meremas-remas dadanya, tangan kirinya mencoba melepas kaitan bra yang dikenakan Hikaru.
Tidak mudah. Micchi sampai harus pura-pura menciumi leher Hikaru lagi untuk melihat lebih jelas posisi kaitan bra Hikaru di punggung perempuan itu. Gerakan Micchi terhenti saat terdengar tawa kecil Hikaru yang menggantikan desahannya sedari tadi. Hikaru melepaskan diri sebentar dari Micchi dan tersenyum.
“Biar aku yang lepas.” Hikaru mengulurkan kedua tangan ke ke punggungnya dan melepas kaitan bra nya dengan mudah mengundang ekspresi malu Micchi. Bibirnya mengerucut sedikit dengan wajah memerah. Hikaru kembali mengalungkan tangannya di leher Micchi dan mengecup lembut bibir kesayangannya yang maju beberapa senti itu.
“Nanti latihan lagi.” Mendengar kata 'latihan' hanya untuk melepas kaitan bra membuat telinga Micchi semakin memerah. Pemuda itu menghela napas dan mengangkat kaos Hikaru untuk dia lepas beserta bra yang sudah terlepas sempurna. Sekarang gantian Hikaru yang memerah. Saat ini dia benar-benar setengah telanjang di depan Micchi. Hikaru refleks menutupi daerah dadanya. Sementara Micchi sempat memandangi takjub kearah kulit Hikaru yang bersih dan terlihat lembut.
“Kak Hikaru gak mau bantuin aku buka baju?” Tanya Micchi, sembari jemari tangannya terulur, memainkan puting Hikaru. Perempuan bermarga Takahashi itu menarik napasnya sambil mengabaikan sensasi geli dan menggelitik di perutnya saat Micchi merangsang putingnya.
Hikaru menarik keatas kaos yang dikenakan Micchi, pemuda itu membantu dengan melepaskan kaos itu dari kepalanya. Sekarang keduanya sama-sama bertelanjang dada, masih berdiri berhadapan sementara Micchi menahan tubuh Hikaru yang mulai kehilangan keseimbangannya. Kali ini, sambil memainkan dada Hikaru, Micchi mencium leher Hikaru lagi.
Hikaru semakin menahan suaranya untuk keluar, saat Micchi mulai bertindak lebih seperti menjilat, menggigit, bahkan menghisap kulit lehernya.
“Shu-Shun—Ah!” Desahan Hikaru lolos dari mulutnya. “Shun—hhh.” Micchi tersenyum. Dia senang karena dia bisa membuat kesayangannya mengeluarkan suara satisifiednya.
Mengecup sekali lagi tanda kemerahan yang berhasil dibuatnya, Micchi mendorong tubuh Hikaru perlahan keatas kasur. Sementara Hikaru melepaskan celana panjang piyama yang dikenakannya dan Micchi ikut melakukan hal yang sama dan hanya menyisakan boksernya.
“Kak Hikaru cantik...” Micchi berucap lembut sembari mencium pelan kelopak kanan Hikaru. Hikaru terkekeh. “Aku cantiknya cuma pas telanjang aja?” Goda Hikaru. Micchi menggeleng. “Semuanya. Semuanya yang ada di Kak Hikaru itu cantik.”
Sial, aku salah tingkah dengan anak ini... Hikaru berdecak pelan.
Micchi tertawa pelan sebelum mencium candunya sekali lagi, sementara tangannya bergerak menyusuri kulit Hikaru yang terekspos dihadapannya. Hingga tangannya berhenti pada area sensitif Hikaru yang masih terbungkus celana dalam yang sudah basah. Jemarinya dengan ceroboh menyentuh bagian dalam milik Hikaru yang masih tertutupi celana dalam itu.
Justru dengan gerakan Micchi yang seperti itu mengundang desahan Hikaru, nyaris membuat perempuan itu melengkungkan punggungnya. “Kak, basah banget...” Katanya dengan nada polos.
Hikaru menutup mulutnya dengan tangan, menahan tawa. “Ini aku masukin ya...” Tawa tertahan yang dia tahan sekuat tenaga berganti dengan desahan saat Micchi memasukkan jarinya ke dalam area sensitif Hikaru. Tubuh Hikaru bergetar. Punggungnya sedikit melengkung. Memanggil nama Micchi berulang kali.
Micchi mulai memainkan telunjuknya di dalam kemaluan Hikaru, menggerakkannya perlahan. Seruan dari mulut Hikaru semakin tak terkendali begitu Micchi memasukkan jari yang kedua. Sementara Hikaru merasakan sekujur tubuhnya panas. Padahal udara sedang dingin dan dia sudah menyalakan pendingin ruangan disana. Tubuh keduanya bermandikan keringat akibat kegiatan panas yang mereka lakukan saat ini.
Merasa terganggu dengan kain yang menutupi area sensitif Hikaru, Micchi menarik keluar jarinya dan melepaskan celana dalam Hikaru, tidak menyisakan sehelai benangpun di tubuh kesayangannya saat ini.
“Masukin lagi kak?” Micchi baru hendak memasukkan kembali kedua jarinya ke dalam kemaluan Hikaru sebelum mengingat 'nasihat' Koji dan Jo padanya untuk sebisa mungkin menanyakan pendapat pasangan saat melakukan seks.
Hikaru menatap Micchi dengan pandangan sayu dan napas terengah. Dia menggeleng. Hikaru mengangkat tubuhnya sedikit, Micchi langsung melingkarkan sebelah lengannya di pinggang Hikaru. Sementara, tangan Hikaru membantu Micchi melepaskan boksernya.
“Masukin ini aja.” Micchi terkesiap saat Hikaru menggenggam area sensitif miliknya yang sudah menegang itu. “K-Kak Hikaru!—Ughh!” Micchi sampai harus menutup mulutnya saat Hikaru dengan tak sengaja meremasnya, membuatnya mengeluarkan suara basah.
Micchi langsung melepaskan tangan Hikaru dari miliknya dan mendorong perempuan itu untuk kembali berbaring. “Sebentar, kak... Kata kak Koji harus pakai kondom...” Micchi bangkit dari posisinya namun Hikaru menahannya.
Dia menyuruh Micchi diam di posisinya dan perempuan itu mengambil sebungkus kondom dari laci di sebelah kasurnya. “Kok Kak Hikaru punya stok kondom?” Tanya Micchi. Hikaru tersenyum. “Hmmm gak tau. Aku nemu pas beres-beres kamar...” Ucap Hikaru ikut bingung.
“Mau Micchi atau aku yang pakein?” Tanya Hikaru. Wajah Micchi memerah. Kedua matanya mengerjap. Micchi menggeleng. “Biar aku aja.” Katanya mengambil kondom dari tangan Hikaru, membuka bungkusnya dan memasang pengaman itu pada miliknya, tanpa hambatan.
“Micchi jago ya.” Ucap Hikaru dengan suara pelan, Micchi terdiam selama beberapa saat, merasakan sedikit rasa senang di benaknya saat Hikaru memujinya.
“Makasih, kak,” balasnya tersipu. “aku masuk ya.” Hikaru mengalungkan lengannya pada leher Micchi saat pemuda itu memposisikan diri di atasnya. Micchi meletakkan tangan kirinyanya pada bantal di atas kepala Hikaru, sedangkan tangan kirinya menggenggam pinggang Hikaru—sebagai tumpuan. Dia juga menarik selimut biru tua untuk menutupi sedikit tubuh keduanya.
Micchi bergerak sedikit memberikan kecupan singkat pada bibir Hikaru. “Rileks ya, kak... Aku pelan-pelan, kok...” Bisik Micchi dengan suaranya yang rendah.
Perempuan itu mengulum bibirnya, sedikit meredam desahan yang keluar sekaligus menyembunyikan senyuman yang nyaris terukir di wajahnya. Hikaru kemudian dengan sengaja mengeluarkan desahan yang lumayan keras saat milik Micchi di dalam mencapai titik terbaiknya. Hikaru tahu Micchi suka saat Hikaru mengeluarkan suaranya, karenanya perempuan bermarga Takahashi itu mulai berusaha untuk tidak menahan diri. Gerakan dan suaranya pun seirama dengan tempo permainan Micchi. Entah sudah berapa ratus kali Hikaru menyerukan nama Micchi malam ini. Meski ini pertama kalinya bagi mereka, tindakan Micchi yang terkadang ceroboh dan ragu-ragu membuat desire di dalam tubuh Hikaru seperti meledak-ledak.
“U—Ugh... Kak Hikaru seksi banget sekarang...” Micchi berucap dengan suara yang rendah, membuat gejolak gairah seksual Hikaru semakin meledak. Meski begitu, ada sedikit rasa terkejut kala mendengar Micchi memujinya secara sensual seperti ini. Berbeda sekali dengan image dirinya yang biasa. Micchi mengklaim bibir Hikaru untuk kesekian kalinya. Sementara pinggulnya terus bergerak keluar dan masuk dengan kedua kaki Hikaru yang sekarang melingkar di pinggang Micchi.
“Hh—Micchi—hh...”
“Iyah, kak...” Sahut Micchi sembari mengecup kedua kelopak mata Hikaru bergantian dan turun menciumi dadanya.
“Ka-kamu boleh cepetan, kok....”
Seulas senyum terbit di wajah pemuda berusia dua puluh dua tahun ini. Micchi mencumbu candunya lagi sembari mempercepat ritmenya. Hikaru mendesah tertahan, meremas punggung dan rambut Micchi. Keduanya bertahan agak lama hingga akhirnya Hikaru merasakan penis Micchi berkedut di dalam vaginanya.
Micchi melepaskan pagutannya dan memeluk Hikaru erat-erat, mendesah panjang saat dirinya mengeluarkan cairan—yang tentu saja tertahan oleh kondom yang pakainya, bersama dengan Hikaru yang juga mencapai puncaknya.
Setelahnya, Micchi merebahkan diri di sebelah Hikaru, sebelum bangkit dengan perlahan untuk membuang kondomnya. Tanpa kata, Micchi membaringkan tubuhnya kembali di sebelah Hikaru, memeluk tubuh kekasihnya itu posesif.
“Micchi capek?” Hikaru tertawa melihat Micchi yang memeluknya sembari memejamkan mata. Micchi mengangguk pelan. “Enak, tapi capek. Aku gak mau sering-sering.”
Tawa Hikaru meledak. “Padahal aku belum mengemut Shun, loh.” Kata Hikaru dengan wajah innocentnya. Micchi mengerjap. Wajahnya memerah kembali. “Ngemut?” tanyanya bingung.
“Kamu mau sekarang?” tanya Hikaru, tubuhnya sudah beranjak. Micchi menarik Hikaru dengan panik untuk berbaring lagi. Kepalanya menggeleng-geleng. “I-Itu nanti aja, kak! Aku gak paham ngemut yang dimaksud gimana, tapi memangnya Kak Hikaru gak capek?” Tanyanya. Hikaru mengangguk. “Sama kayak Micchi.” Balasnya. Micchi berdecak, dia menarik Hikaru ke dalam pelukannya.
“Yaudah ayo sekarang tidur aja.”