Pulang

ShoppiAiri, Typo, Cringe


Semua jadwalnya di Korea Selatan maupun Amerika Serikat untuk syuting drama produksi Netflix dan juga HBO sudah selesai. Beruntungnya dia ternyata bukan hanya dia orang Jepang di series yang diproduksi oleh HBO itu, ada Yamashita Tomohisa juga disana. Seorang mantan idol yang satu agensi dengan kekasihnya.

Keduanya juga sempat bertukar kontak dan menghabiskan waktu bersama setiap ada break syuting. Ah, perlu diingat, Yamapi dan Minamoto Airi hanya sekedar rekan kerja. Dia tidak mungkin berselingkuh dari Watanabe Shota. Dia hanya senang karena ada aktor dari negara yang sama dengannya di series itu. Airi jadi merasa tidak sendirian.

Yamapi juga beberapa kali membahas soal Shota. Airi jadi merasa lebih dekat dengan kekasihnya itu meski mereka sudah tidak bertemu selama kurang lebih setahun setengah. Airi tidak mengira bahwa seluruh jadwal luar negerinya akan sepanjang ini. Beberapa kali Shota juga protes karena merindukan Airi.

Tsuki juga tidak ketinggalan menanyakan kabarnya dan bagaimana Hollywood. Meski Airi setengah tahun berada di Korea Selatan dan sering menghabiskan waktu bersama Tsuki maupun rekan Tsuki di RED*ONE—beberapa membernya ada yang dulu seangkatan menjadi trainee di SM bersamanya. Airi jadi nostalgia juga bagaimana kehidupannya dulu di Korea Selatan sebelum akhirnya kembali ke Jepang.

Jadwal yang panjang ini juga membuat Airi sepertinya kehilangan berat badannya. Sesi konsultasinya dengan psikiater pasca kejadian penyerangan itu juga harus dilakukan via online karena jarak dan situasi. Belum lagi ada waktu-waktu dimana Airi merasa dirinya begitu hampa dan kambuh karena tidak teratur meminum obatnya pada jam-jam yang sudah diatur.

Manajernya pernah menegurnya soal ini, Airi juga sudah berusaha terus disiplin mengkonsumi obatnya agar kinerjanya sebagai seorang aktris tidak jelek. Apalagi ini debutnya di Hollywood.

Setelah perjalanan panjang, akhirnya Airi kembali ke Jepang lewat Haneda. Dia disambut beberapa fans dan juga wartawan di pintu kedatangan khusus. Airi melambaikan tangan dan tersenyum sumringah melihatnya. Ah, betapa dia merindukan suasana keramaian yang hangat ini.

Bersamaan dengan itu, dia merasakan jantungnya berdetak cepat dan napasnya tercekat. Dengan tanpa sadar, dia meremas syal biru yang melingkar di sekitar lehernya dengan masih tersenyum kearah para fans.

Astaga. Tidak sekarang, tolong.

Kuro yang menyadari ada perubahan pada kondisi Airi, langsung menarik perempuan itu melewati pintu keluar yang lain seraya menghubungi supir yang menjemput mereka bahwa mereka merubah rute penjemputan.

Beruntungnya untuk mereka berdua maupun bodyguard yang dikirim TOBE untuk mengawal Airi, tidak ada fans dan wartawan yang mengikuti. Airi mengatakan pada Kuro bahwa dia perlu ke toilet. Kuro mengiyakan dan memberikan sebuah tas kecil yang dibawanya pada Airi.

Kuro tidak bisa mengikuti Airi ke toilet perempuan. Bisa bisa ditegur satpam dia. Airi membuka salah satu stall toilet itu dan masuk ke dalam. Dia membuka tas kecil berisi obat yang selalu dia bawa kemana-mana itu. Setelah meminumnya, Airi duduk sejenak di atas kloset toilet yang dia turunkan penutupnya. Dia mengatur napas dan membayangkan hal hal yang indah saja.

Tapi otaknya sedang tidak bisa diajak kerja sama. Dia seenaknya memutar bagaimana Airi menemukan sebuah papan yang bertuliskan, “Kuharap kau mati dan tidak kembali lagi ke Jepang, Minamoto Airi.” Diantara fans yang menyambutnya disana.

Airi mengusap wajahnya. Ada ada saja. Padahal dia sudah sering mendapati ujaran kebencian tapi sejak kejadian itu dia jadi sensitif dan terlalu waspada membuat mentalnya jadi lemah seperti ini.

Airi mengepalkan tangannya dan memukul pintu di depannya dengan frustasi. Suara Kuro tak lama terdengar karena dia mendengar suara bedebum dari dalam. Airi menarik napas dan bersiap untuk keluar setelah mentalnya lebih tenang.

Dia tersenyum pada Kuro yang menatapnya cemas. “Kau tidak apa apa?” Tanyanya. Airi menggeleng. Menyakinkan Kuro bahwa dia memang baik-baik saja.

Kuro berjalan di depannya dengan bodyguard lainnya mengikuti Airi dari belakang. Begitu melewati pintu keluar, entah kenapa rasa kantuk menyerang Airi. Efek obat? Airi membatin dengan setengah tidak sadar. Tanpa sadar, dia tersandung kakinya sendiri dan nyaris terjatuh.

Namun, sepasang tangan menahan tubuhnya agar tidak menyentuh lantai. Airi mendongak dan menemukan sosok lelaki yang selama ini dia rindukan ada disana. “Watanabe-san?” Kuro mengernyit. Menyatukan kedua alisnya. Tidak menyangka ada Watanabe Shota disana.

“Maaf aku datang tanpa memberitahu.” Kata Shota yang sekarang membantu Airi kembali berdiri dan merangkulnya. Entah apa yang merasuki Airi, perempuan itu refleks menyandarkan kepalanya pada bahu Shota dan menarik napas dalam-dalam.

Airi hanya mendengar percakapan samar antara Shota dan Kuro yang memintanya untuk membawa Airi pulang dengan mobilnya saja hari ini. Airi dengan digandeng Shota berjalan ke mobil yang sudah terparkir tak jauh dari sana. Barang-barang Airi juga sudah dimasukkan ke dalam bagasi mobil Shota.

Sementara Airi dan Shota sudah duduk di kursi masing-masing. Airi yang duduk sedikit menyamping menghadap Shota begitu pula Shota yang tersenyum menatap kesayangannya. “Okaeri, Airi.”

“Tadaima, Shota.”

Shota menelisik kekasihnya. Dia melihat sedikit ruam merah di buku-buku jari Airi. Diraihnya pelan tangan sang kekasih dan diusapnya lembut. “Sakit?” Tanya Shota.

Airi menggeleng. Yang tidak dia duga selanjutnya adalah Shota yang mencium ruam merah itu dan meniup-niupnya lembut.

“Kamu boleh tidur sekarang, nanti aku bangunkan kalau sudah sampai rumah.” Kata Shota.

Airi mengangguk tanpa kata lagi. Toh, dia sudah merasa berada di 'rumah'.