Rough Day

MinaRaul. Typo. Semi-nsfw (?). Cringe. Romance.


Mina melirik kearah jam yang menimbulkan suara berdetak dari ujung ruangannya. Helaan napasnya keluar dari mulutnya. Dia merenggangkan tubuhnya yang kaku karena dibuat duduk berjam-jam di depan komputer kantor majalah itu.

Ini baru bulan ketiga dirinya magang di salah satu majalah terkenal di Jepang, AnAn, tapi pekerjaan sebagai seorang editor bagian wawancara selalu menyita waktunya lebih dari 24 jam. Hari ini saja dia masih harus mengerjakan beberapa bagian wawancara untuk AnAn edisi bulan depan. Tidak peduli sudah ada di angka mana jarum pendek di jam dinding itu menunjuk, dia masih harus mengerjakan tugasnya. Bahkan Mina sampai mengabaikan beberapa pesan ajakan untuk minum atau makan malam bersama.

Atasannya bilang padanya bahwa dia bisa mengambil libur begitu pekerjaannya untuk mengedit buletin wawancara selesai. Itu adalah libur pertamanya dan Mina tidak mau menyia-nyiakannya. Setidaknya setelah ini dia bisa meminta bertemu dengan pacarnya. Sudah nyaris setengah tahun keduanya tidak bertemu secara langsung, selain karena kesibukan, Mina memang membatasi jumlah pertemuan mereka karena masih merasa berat hati setiap kali harus mengingat ucapan member terdekat Raul—pacarnya itu, tentang dirinya.

Itu cukup menyita perhatian Mina selama beberapa hari dan dia menghindari Raul dengan alasan sibuk dengan thesisnya. Padahal yang terjadi adalah Mina pulang ke Hokkaido untuk sedikit merenung. Agak berlebihan tapi kenyataannya dia terganggu dengan pernyataan Meguro tentangnya. Biasanya Mina tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang, tapi entah kenapa kali ini dia tidak bisa bersikap seperti itu lagi sejak mengenal Raul.

“Kudengar Miyahara seorang playgirl, dia bahkan pernah pacaran dengan Kyomoto-kun.” “Kau berhak dapat yang lebih baik, Raul! Kau bisa dapat yang menganggapmu sebagai pertama kali dalam hidupnya. Bukan yang menjadikanmu kesekian kali.”

Mina menyandarkan punggungnya sejenak ke kursinya, menatap lama kearah langit-langit kantornya. Mendengar perkataan itu seperti menyatakan bahwa Mina tidaklah pantas untuk bersanding dengan Raul. Tidak pantas untuk mendapatkan yang terbaik setelah gagal berkali-kali dengan kisah asmaranya.

Perempuan bermarga Miyahara itu mengusap wajahnya begitu merasakan setetes air mata jatuh. Dia tidak mau mengingat-ingat perkataan itu lagi. Tidak saat dia sedang stress dengan pekerjaannya saat ini. “Ya, selesaikan dahulu pekerjaanmu, Mina.” Katanya pada dirinya sendiri. Kembali mengecek beberapa hal pada naskah final.

Sampai jam menunjuk angka dua belas, Mina baru menyelesaikan keseluruhan tugasnya. Dia selesai mengirimkan naskah yang benar-benar final lewat email pada proofreader. Perempuan itu menghela napas lega. Dia memejamkan matanya sejenak, bermaksud untuk tidur sebentar sebelum benar-benar pulang.

Namun, tidurnya tidak berlangsung lama saat biliknya diketuk seseorang. Dia mengerjapkan mata, melihat sosok karyawan keamanan dengan senter di tangannya, tersenyum kearahnya dengan hangat. “Miyahara-san belum pulang? Sudah jam dua belas lewat.” Sapanya.

Mina mengecek arlojinya dan menghela napas. Dia membalas senyum sang petugas keamanan. “Sebentar lagi pulang, kok. Terima kasih.” Balas Mina. Petugas itu mengangguk dan tersenyum, pamit dari sana untuk kembali berkeliling. Mina mematikan komputernya dan bersiap-siap untuk pulang.

Perempuan itu beranjak setelah memastikan semuanya sudah kembali rapih. Dia mengangguk dan berjalan kearah lift yang akan membawanya ke lantai bawah. Begitu pintu lift terbuka, Mina masuk dan menginjak tombol yang mengarahkan benda balok itu ke tujuannya. Sembari menunggu, dia menyandarkan diri ke dinding lift sembari membalas tatapannya yang terpantul dari lift yang dia naiki.

Kantung matanya sedikit terlihat tebal dan wajahnya agak memerah. Ini baru awal musim gugur tapi kondisi Mina benar-benar sudah mulai terasa menurun. Perempuan itu melangkah keluar begitu liftnya sampai di lantai yang dituju. Suasana di lobby sudah lumayan sepi dan hanya menyisakan petugas keamanan yang sedang berjaga di resepsionis. Dia menyapa singkat sebelum berjalan langsung keluar dari gedung perkantoran itu.

Angin malam langsung menerpa beberapa bagian kulitnya yang tidak tertutupi kain itu. Mina merinding. Jaket yang tadinya hanya disampirkan di tangannya kini sudah berpindah tempat menyelimuti tubuhnya. Mungkin Mina akan naik taksi saja hari ini.


Perjalanan dari kantornya ke apartemen sekitar 20 menit. Selama itu juga, Mina semakin merasa angin musim gugur menusuk kulitnya. Sangat dingin. Padahal kaca taksi tidak dibuka sama sekali. AC nya juga Mina minta untuk dimatikan.

Dia membayar argo begitu sampai ditujuannya. Dia mengucapkan terima kasih dan berjalan masuk ke gedung apartemennya. Mina mengeluarkan kuncinya begitu sampai di depan unitnya. Dia masukkan ke dalam slot dan memutarnya, mendorong pintu itu untuk terbuka dan melangkah masuk.

Mina menunduk sembari melepas sepatunya, bertumpu pada lantai dan menyimpannya ke dalam lemari. “Ah.” Mina merasakan tumpuan pada lengannya melemah. Dia tersungkur dan menimbulkan bunyi debum yang memenuhi seisi unitnya. Terlalu lesu untuk bangkit, Mina membiarkan tubuhnya untuk diam dalam posisi seperti itu untuk beberapa saat, memejamkan matanya dan menghela napas.

Sembari menikmati tubuhnya yang mendingin karena lantai unitnya, Mina teringat akan sesuatu. Hari ini Raul tampil di Tokyo Girls Collection Auntumn season. Biasanya Mina tidak pernah melewatkannya, tapi kali ini dia tidak bisa menonton dari layar sekalipun karena pekerjaannya. Dia jadi sedikit merasa bersalah. Mina harus jawab apa saat Raul tanya apakah dia menonton runawaynya hari ini?

“Kak Mina?” Sepasang kelopak Mina terbuka perlahan mendengar suara Raul di dekatnya. Tak lama, dia melihat Raul yang berjongkok di dekatnya dan memiringkan kepala kearahnya dengan bingung. Tangan Raul terulur kearahnya untuk menyentuh wajahnya. Mina tersenyum merasakan sensasi dingin pada kulitnya.

“Kak Mina, ayo pindah ke kamar aja!” ujar Raul, sembari mencoba membantu Mina untuk bangun. Tapi, perempuan itu bergeming. Dia malah merubah posisinya menjadi duduk dan menatap Raul yang masih berjongkok di dekatnya. “Aku ... gak sempet nonton runawaynya Raul.” Ucap Mina.

Ekspresi Raul melembut. Dia tersenyum dan mengangguk, mengulurkan tangan untuk menyingkirkan sedikit helaian rambut yang menutupi wajah kesayangannya ini. “Gak apa-apa, kak. Ada rekamannya, kok. Bisa ditonton berulang kali.” Balasnya.

Mina tersenyum. Mereka bersitatap selama beberapa saat. Melihat Raul dari dekat setelah sekian lama membuat Mina seenaknya memutar kenangan buruk antara mereka. Bagaimana ucapan Meguro, ekspresi kecewa Raul dan pertengkaran kecil mereka. Mina menyesali hal itu pernah terjadi diantara mereka. Tapi, setidaknya itu membuat hubungan mereka berdua menguat, begitu kalau kata Raul.

Mina mendekat, melingkarkan tangannya di bahu dan leher Raul, mempertemukan bibir keduanya, sementara sebelah tangan Raul yang bebas refleks memegang pinggang sang perempuan. Menariknya semakin mendekat. Kecupan yang tadinya hanya sekedar saling tempel berubah menjadi cumbuan yang dimana saling mengapit dan menghisap.

Raul memiringkan kepalanya, mencoba memperdalam ciumannya, menyapu bibir Mina dengan lidahnya. Tidak butuh waktu lama untuk meminta izin, lidah Raul sudah masuk dan berganti menyapukan lidahnya dengan tidak teratur di dalam mulut Mina.

Sepasang tangan Mina sudah mengepal, meremas pelan rambut Raul saat dirasa muncul suara-suara basah yang tertahan oleh ciuman mereka. Raul melepaskan tautan mereka selama beberapa saat. Pada jeda itu, keduanya bersitatap. Pandangan Mina yang sayu dan napasnya terengah. Raul tersenyum dan mengusap pipi Mina dengan buku jarinya. Raul tidak bisa pura-pura tidak tahu bahwa kesayangannya saat ini sedang tidak baik-baik saja. Suhu tubuhnya panas dan wajahnya memerah.

Mina hendak kembali mencium Raul saat lelaki itu menahannya. Mereka kembali bertatapan. Raul menarik Mina untuk didekapnya erat. Diusapnya punggung kesayangannya itu untuk sama-sama menenangkan diri akibat permainan singkat mereka tadi.

“Kak Mina demam, loh.” Mina terdiam. Saat itu juga dia menyadari bahwa tubuhnya menggigil dan tangannya gemetar. Astaga. Hanya karena dia sudah sangat merindukan Raul, dia sampai tidak menyadari kondisinya.

“Pindah kamar yuk, kak. Supaya kak Mina juga lebih enak istirahatnya.” Ujar Raul, kali ini melingkarkan kedua kaki Mina pada pinggangnya dan menggendongnya. Mina saat ini seperti koala yang bergantung pada dahan pohon. Wajah Mina semakin meranum merah.

“Raul?”

“Aku gak kemana-mana. Hari ini sampai besok aku temenin kak Mina sampai sembuh!”

Setelah selesai TGC tadi, Raul sudah berencana menghabiskan malamnya bersama Mina, bahkan dia sampai menelpon Meguro, Abe dan Shota untuk memastikan bahwa ketiga pacar ‘kakak’nya di Snow Man ini tidak sedang berada di Jepang. Atau paling tidak memastikan bahwa Koji tidak ada janji makan bersama dengan Mina. Semuanya mengatakan bahwa mereka sudah punya kegiatan masing-masing. Raul kira rencananya akan berjalan lancar.

Well, mungkin karena memang dia belum cukup umur untuk benar-benar melakukan apa yang biasa dilakukan oleh Shota dan Airi ataupun Meguro dan Haruna.

Untung saja dia masih ingat nasihat Haruna saat dia sedang berjalan-jalan bersama wanita itu. “Jangan coba-coba bermain saat salah satu diantara kalian sakit.” “Kenapa memangnya, kak? Gak enak ya?” Haruna hanya tersenyum.

Sama halnya dengan Mina, dia sudah berpikir akan menebus rasa bersalahnya yang tidak bisa melakukannya bersama Raul saat TGC nya kemarin hari ini. Tapi, tidak menduga kalau ternyata tubuhnya akan dibuat tumbang dengan pekerjaannya sebagai editor di majalah AnAn.

Mungkin tahun depan? Saat Raul sudah genap berusia dewasa.