Snow Ball
typo, cringe, fluff
Aku menatap sosok lelaki yang berjalan di sebelahku saat ini. Sebelah tangan kami saling bertautan. Sesekali terayun karena pata–lelaki yang bernama lengkap Daigo Nishihata ini mengayunkan tangan kami dengan riang.
Bulan itu masih masuk musim dingin, bahkan hari itu saja diguyur hujan salju membuat jalanan menjadi lebih licin dipenuhi salju dan suhu udara semakin dingin. Beruntung sekali aku memakai mantel dan syal yang tebal, ditambah kehangatan yang disalurkan dari tangan kami yang tertaut saat ini.
“Sudah lama, ya, kita gak jalan-jalan begini.” Tiba-tiba pata berucap, membuat lamunanku buyar. Aku menyunggingkan senyum, kembali melihat kearah depan.
Benar. Waktu yang sering kami habiskan bersama hanyalah di indoor. Lelaki itu lebih suka menikmati aktifitas indoor dibandingkan harus ke luar rumah. Aku memang sudah lama menduganya. Lagipula, sebelum kami benar-benar bertemu, aku sudah jatuh cinta lebih dulu padanya lewat layar komputer.
Tautan tangan kami terlepas, aku sedikit terkejut melihatnya berlari kecil mendahuluiku, masuk ke dalam sebuah taman yang dipenuhi oleh tumpukan salju. Aku mengikuti langkahnya, berhenti begitu melihatnya berjongkok di depan tumpukan salju, seperti sedang sibuk membuat sesuatu dengannya.
“Pata?” Aku memanggilnya. “Hato, ayo main catch ball!” ujarnya, langsung berbalik kearahku dengan sebelah tangan yang memegang bola salju. Aku mengerjap. Dia melempar bola itu kearahku dan aku refleks mengangkat tangan untuk menangkapnya.
Sayangnya, aku masih belum terbiasa dengan rasa dingin yang berlebih membuatku langsung menjatuhkan bola itu. Kukibaskan tanganku untuk meredakan rasa dinginnya. Sial. Kenapa sampai sekarang tidak terbiasa dengan sensasi dingin yang berlebihan ini. Padahal sudah empat tahun lebih aku bekerja di Jepang.
Aku terkesiap saat merasakan sepasang tangan menggenggam tanganku erat, mengusap-usapnya dan meniupkan udara hangat. “Sudah mendingan?” Ternyata itu pata. Aku mendongak, melihatnya yang menatapku cemas.
“Maaf, aku lupa kalau Hato masih gak terbiasa dengan dingin. Maaf ya.” katanya. Aku menggeleng sembari bergumam tidak apa-apa.
“Tanganmu dingin…”Mulutku dengan tiba-tiba mengucapkan kalimat itu. Gerakannya terhenti, sepasang mata cokelat kehitaman itu menatapku sejenak. Bibirnya membuat sebuah senyuman. Sepasang tangannya yang sebelumnya menggenggam tanganku, kini beralih dengan menarik tubuhku ke dalam sebuah dekapan yang hangat dan begitu erat.
“Sekarang bagaimana? Sudah hangat?” bisiknya membuat debaran jantungku menjadi lebih cepat. Ah, satu lagi yang tidak pernah jadi kebiasaan untukku, menerima perlakuan manis dari sosok bernama kecil Daigo ini.
Kalau seperti ini, hatiku juga ikut menghangat..