Stay
Typo, Fluff/Hurt, Cringe
Kamu menggerakan ayunan yang kamu duduki itu dengan perlahan, sementara kedua matamu terpejam menikmati hembusan angin musim panas yang bercampur dengan aroma laut yang begitu menyegarkan. Dibanding tempat lain di Jepang, suhu Okinawa terasa seperti Indonesia. Kamu lebih terbiasa dan alergimu terhadap udara dingin juga tidak sering kambuh.
Meski tidak bisa dipungkiri, panasnya lebih membakar di banding Bekasi atau Jakarta. Yang membedakannya hanya pada tingkat polusi. Mungkin.
Gerakanmu terhenti. Tanganmu meraih ponsel yang tersimpan di saku cardigan yang kamu kenakan. Mengulum sebuah senyuman kecewa karena yang diharapkan tidak terjadi, kamu mengembalikan ponsel itu pada tempatnya.
Sebenarnya, alasan hari itu kamu datang ke tempat ini karena kamu ada janji bertemu dengan kekasihmu. Kebetulan, dia juga sedang ada rekaman untuk konten YouTube Naniwa Danshi. Ya. Kamu berpacaran dengan salah satu membernya, yang juga menjadi oshimu sejak pertama kali mengenal grup tersebut. Hubungan kalian publik? Tentu saja tidak. Itu akan sangat membahayakan kalian berdua. Mungkin suatu saat nanti? Kamu tidak mau berharap lebih pada sesuatu yang terdengar mustahil seperti itu. Meski sekarang hubungan kalian yang dulu kamu kira mustahil malah terjadi.
Memang lebih baik tidak pernah berharap.
Bicara soal janji, ya, janji itu harus teringkar karena sosok yang akan bertemu denganmu hari itu ada jadwal lain yang datang mendadak. Kamu berusaha untuk tidak mempermasalahkannya, toh, memang sudah resiko berpacaran dengan seorang Idol.
Yang membuatmu kesal adalah, kamu masih berharap dia datang kemari padahal saat ini matahari sudah kembali mendahuluimu ke peraduannya. Sementara kamu masih menikmati sensasi semasa kecil di atas ayunan.
Hubungan kamu dan pata–Nishihata Daigo, pata adalah panggilan sayangmu padanya–memang bukan hubungan biasa. Kalian berulang kali saling mempertanyakan ketahanan hubungan ini sampai pada sebuah konklusi bahwa mereka hanya perlu menikmati waktu bersama.
Waktu bersama darimana… Kamu jelas mencibir dalam hati pada saat itu. Tapi, kamu sendiri tidak bisa menyalahkan sesuatu. Memang sudah harusnya terjadi seperti ini. Backstreet, pergi kencan saat weekdays atau begitu malam menjelang atau bahkan berkencan dengan seseorang yang berpakaian seperti sedang menjadi buronan Interpol. Hubungan kalian memang tidak biasa.
Kamu juga berulang kali berpikir apakah sebaiknya hubungan ini diakhiri? Kamu mengeluarkan ponselmu lagi, menatap benda persegi yang ada digenggamanmu saat ini. Tidak ada satupun pesan dari Daigo.
Kepalamu menggeleng. “Tidak. Aku tidak mau mengakhirinya.” Sekalipun ini adalah mimpi. Selama tidak ada hal besar yang mempermasalahkan hubungan kalian, seharusnya semuanya baik-baik saja.
“HATO!!” Kamu terlonjak mendengar teriakan yang begitu familiar. Kamu refleks bangkit dan menoleh ke arah sumber suara. Matamu membulat terkejut melihat sosok lelaki yang sedari tadi memenuhi kepalamu, berlari kearahmu, langkahnya melambat dan berubah menjadi sebuah langkah yang cepat.
Daigo meraih sebelah tanganmu, sementara tangannya yang lain menyentuh pinggangmu, menarik tubuhmu mendekat kearahnya sebelum akhirnya mencium bibirmu lembut. Kamu tidak bisa bohong bahwa jantungmu saat ini berdetak begitu cepat, sementara wajahmu memanas. Perutmu bahkan terasa geli. Kamu melihat Daigo yang memejamkan matanya, mengikuti hal yang sama.
Lelaki bermarga Nishihata itu melepaskan ciuman kalian. Dia hanya menjauhi wajah kalian sedikit sebelum menyunggingkan sebuah senyum. Tangan yang tadinya menggenggam sebelah tanganmu kini terangkat dan mengusap wajahmu lembut. “Maaf, aku tiba-tiba menciummu tanpa izin.” katanya, berbisik.
Ya. Kamu dan Daigo selalu ciuman atas consent. Kamu tidak suka ciuman yang tiba-tiba apalagi kalau pelakunya Daigo. Kamu akan kehilangan kontrol dan wajahmu akan sangat merah, kamu tidak suka digoda Daigo setelahnya. Tapi, kamu juga jelas tidak selamanya akan marah kalau Daigo tiba-tiba menciummu. Kadang kamu ingin merasakan sensasi seperti tadi.
Rasa terkejut, berdebar dan rasa hangat yang bercampur mengaduk-aduk akal sehat.
“Tidak apa-apa.” Ya. Seperti saat ini, kamu nyaris tidak bisa berkata apa-apa akibat ciuman yang mendadak. Kamu sedikit melirik kearah Daigo yang masih tersenyum menatapmu. “Ke-Kenapa pata kesini? Bukannya gak jadi karena ada jadwal dadakan?” Kamu bertanya demi menjawab rasa penasaranmu.
“Aku batalkan,” Kamu mengernyit. Agak tidak suka dengan tindakan Daigo. “lagipula, aku sudah lebih dulu janji denganmu. Kalau kamu berpikir aku tidak menghargai waktu orang lain, waktu kamu juga sama pentingnya dengan waktu yang dimiliki mereka.” lanjut Daigo.
“Apalagi Hato itu orang yang paling berharga untukku.” Katanya. Sial. Bisakah lelaki ini berhenti mmeberikan kata-kata yang tidak terduga padamu? Kamu hanya akan speechless dengan wajah merah.
“Pata…”
“Ya, Hato?”
“Boleh cium lagi?”
Suara tawa Daigo terdengar lembut dan halus. Kedua tangannnya menangkup wajahmu dan wajahnya menampilkan ekspresi yang seperti gemas padamu.
“Aku tidak menolak.”
Kalian ciuman lagi. Ciuman yang lembut dan tidak menuntut itu perlahan berubah. Daigo memutuskan ciuman kalian tidak secepat tadi. Bibir lelaki itu mengapit bibir atas bibirmu, mengecapnya pelan.
Tangan Daigo turun jadi melingkar di pinggangmu sementara kamu melingkarkan tanganmu di bahu Daigo. Kamu berusaha mengimbangi ciumannya meskipun saat ini kakimu, mungkin, sudah berubah menjadi jelly. Kamu tidak tahu sudah berapa lama ciuman kalian berlangsung yang pasti Daigo belum ada tanda-tanda ingin berhenti. Dia masih menciumi bibirmu. Hingga akhirnya kamu menepuk pelan pundaknya.
Daigo paham isyarat itu meski dia masih mau menikmati waktu bersamamu. Kalian saling bersitatap. Daigo menatapmu dengan ekspresinya yang seperti seekor puppy yang kehilangan makanannya.
“Ki-Kita masih di luar…” Kamu bingung harus berucap apa karena terlalu speechless dengan situasi barusan. Daigo tertawa. Dia memelukmu sekali lagi, menikmati angin laut yang berhembus pelan menerpa tubuh kalian berdua.
“Ayo menikmati waktu disini dulu. Kapan lagi kita melihat matahari terbenam.” Daigo melepaskan pelukannya dan menggandeng tanganmu. Kalian sama-sama berdiri menghadap kearah matahari, menikmati pemandangan yang jarang bisa kalian nikmati bersama.
“Hato…” Daigo memanggil namamu.
“Ya?”
“ずっとそばにいてね。どこにも行かないで。。。”
Kamu tidak bisa berjanji tapi kamu juga tidak mau memberikan realita yang bisa saja merenggut kebahagiaan kalian. Jadi,
“わかった”