Thank u, Next : I don’t Wanna give up
MinaRau, H/C, Typo, Cringe TXT – Ring, Emi Noda ft Takase Toya – Doushite, & Kisumai – Love Bias
Mina merenggangkan tubuhnya selepas turun dari bis yang membawanya pulang dari kantor Magazine House tempat dimana majalah AnAn tempat dia kerja saat ini bernaung. Hari itu suhu sekitar terasa sangat dingin, Mina sampai harus merapatkan mantel yang dikenakannya. Sayang sekali, Mina lupa untuk membawa syalnya. Sebenarnya tadi dia tidak dari kantor, hari itu Mina mengambil jatah setengah hari untuk mengurus beberapa keperluan kelulusannya bersama Mako. Ya. Mina berhasil lulus dengan baik dari Keio. Jadi, sekarang dia bisa fokus untuk mengembangkan karirnya.
Haruna yang masih ingat dengannya bahkan menanyai lokasi upacara kelulusan Mina. Wanita itu bilang, kalau sempat dia akan datang bersama Raul. Mina yang membaca nama Raul di pesan singkat itu hanya bisa tersenyum kecut saat itu. Tapi, dia tetap memberikan lokasi dimana upacara kelulusannya diadakan. Upacaranya juga diadakan 23 Maret besok.
Mina membetulkan letak kacamata yang dikenakannya dan juga shoulder bagnya. Mina terkejut begitu dia tidak sengaja menabrak seseorang. Perempuan itu menggumamkan permintaan maaf sembari mendongak perlahan. Sepasang matanya mengerjap mendapati Raul berada disana, menatapnya dengan sepasang mata yang sendu dan dipenuhi rindu.
Ah, sudah tiga bulan mereka tidak bertemu. Keduanya saling pandang satu sama lain, menikmati keheningan yang muncul diantara keduanya. Aku merindukan orang ini...
Mina menggeleng. Dia berdehem dan menyunggingkan senyum tipis. “Hai.” Sapanya canggung. “Hai.” Balas Raul.
“Sedang apa Murakami-kun disini?” tanya Mina berbasa-basi, meski dia ingin cepat-cepat pergi dari hadapan lelaki jangkung itu. “Menunggu kak Mina.” Katanya.
Mina merasakan sayatan kecil di hatinya pada luka yang sudah lama dia tutup. Mina mengeratkan genggamannya pada tali shoulder bagnya. Ekspresinya semula menghangat berubah sedingin salju waktu itu, membuat Raul sedikit tersentak melihatnya.
Mina berdecak seraya merotasi bola matanya. “Kita sudah putus, Murakami-kun, kenapa kamu masih menungguku? Untuk apa?” Suara Mina mengecil bersamaan dengan kedua matanya yang menyipit.
“Kata siapa? Aku gak mengiyakan permintaan Kak Mina! Jadi, kita belum resmi putus!” ujar Raul tidak mau kalah. Selama ini dia merasa hubungannya dengan Mina hanyalah break sejenak. Tidak pernah ada kata putus diantara mereka. Kecuali kalau Mina melakukannya sepihak. Bagi Raul, itu belum memutuskan hubungan diantara mereka.
Mina melepas kacamatanya dan memijat pangkal hidungnya. “Murakami, kutegaskan sekali lagi, sejak tiga bulan yang lalu tidak ada hubungan lagi diantara kita. Jadi, berhenti menggangguku.” Tukas Mina sebelum akhirnya melengos, meninggalkan Raul yang terpaku pada posisinya.
“Lalu, untuk apa kak Mina bilang sayang padaku waktu itu?! Perasaanku sekarang berubah sepihak begitu?” Suara Raul memecah langkahnya. Mina berhenti berjalan. Sesak yang menyakitkan itu kembali muncul, menyesakkan napasnya dan membuat matanya dipenuhi liquid bening. Rasa sakitnya lima puluh kali lebih menyesakkan dibanding saat dia harus putus dari Kyomoto.
Tidak, Rau. Sampai sekarang, sampai sekarang perasaanmu masih berbalas. Bahkan semakin besar hingga aku rela untuk melepaskanmu.
Mina menggigit bibir dalamnya. Genggamannya semakin mengerat. Sesaknya semakin menyiksa. Mina memejamkan matanya, menetralisirkan air mata yang jatuh dan sesak yang dirasakannya saat ini. Mina mengusap wajahnya sebelum berbalik menatap Raul kembali.
“Sudah berapa kali kubilang, Rau,” Mina menarik napas. Kumohon, aku tidak mau mengatakan ini... “sejak saat itu aku tidak lagi merasakan yang sama denganmu. Dari awal kita saja sudah tidak cocok. Dunia kita bahkan berbeda! Duniamu dibawah lampu sorot sedangkan aku harus menetap di balik layar.” Lanjut Mina.
Raul terdiam. Mulutnya hendak mengeluarkan suara sebelum akhirnya Mina mengeluarkan suaranya lagi. “Dari awal, Rau. Dari awal, dari sejak kamu membawaku ke pertemuan dengan Snow Man kita sudah tidak cocok! Mereka tidak pernah mendukung hubungan kita meskipun aku berusaha untuk bisa diterima! Apa yang kau harapkan kalau support systemmu tidak mendukung?”
“Aku tidak peduli! Support systemku bukan hanya Snow Man! Aku masih punya orang tua dan Haruna-san!” Seru Raul. Jengah karena Mina tidak memberinya waktu untuk membalas ucapannya.
Mina terkejut mendengarnya, tidak mengira bahwa Raul yang dia tahu sangat menyayangi Snow Man, mengucapkan kalimat itu. Perempuan bermarga Miyahara itu menghembuskan napas dan terkekeh. “Lihat, kau sendiri seperti mengatakan rela melepas Snow Man demi seorang wanita, Rau. Apa yang akan dikatakan abang-abangmu kalau sampai mereka mendengar ini? Aku tidak mau jadi penyebab rusaknya hubungan kalian!” Aku sudah jadi perusak hubungan Snow Man sejak awal.
Raul menggeleng kencang. Lelaki itu menggigit bibirnya, kakinya melangkah mendekati Mina tapi Mina mundur menjauh. “Kita perjelas saja ini agar cepat karena aku kedinginan,” Mina menarik napas, bersiap untuk melemparkan bom terakhir yang dia siapkan untuk menghancurkan Raul.
“aku tidak pernah menyayangimu. Yang kukatakan padamu selama hanyalah bualan. Sejak awal, aku hanya ingin bermain-main denganmu, ingin melihat apakah anak-anak Johnnys mudah kuperdayai? Dan ya, buktinya ada di depanku. Kau bodoh, Rau. Sama bodohnya dengan Kyomoto. Padahal Meguro sudah memperingatkanmu tentangku tapi kau selalu buta dengan cinta monyetmu padaku. Jadi, kita sudahi sampai disini. Aku muak bermain-main denganmu.”
Mina langsung berbalik, enggan melihat wajah tanpa kata Raul yang terlihat sekilas sangat tersakiti dengan setiap kata-kata yang diucapkannya. Mina mempercepat langkahnya untuk pulang ke apartemennya. Menahan mati-matian air matanya yang sudah siap tumpah ruah.
Sementara Raul masih berdiri disana, mencerna setiap kalimat yang diucapkan oleh Mina padanya. Kalimat yang tidak pernah dia kira akan keluar dari Mina. Sosok yang selama dua tahun ini dia sukai. Raul merasa bahwa Mina berbohong, dia tidak percaya pada setiap apa yang diucapkan oleh Mina barusan. Tapi, sebagian dari dirinya mengatakan bahwa itu faktanya. Fakta menyakitkan yang berusaha dia abaikan.
Tanpa sadar, tangan Raul bergerak dengan sendirinya, mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.
“Meme, ini salahmu,” Suara Raul tercekat. Dia berusaha menarik napasnya tapi terhenti di lehernya. “tapi, aku—haah—yang paling banyak berbuat—hhhh—salah disini...” Napas Raul berubah memendek. Sesak di dadanya semakin terasa nyata dan menyiksa pernapasannya.
Meguro tidak menyangka dia akan dapat telepon dari Raul dan adiknya di Snow Man itu saat sedang melepas rindu bersama Haruna. Saat itu mereka sedang sibuk Netflix & Chill begitu Meguro mendapat telepon Raul yang berisi suara Raul yang menyalahkan dirinya. Tapi, lelaki yang akan ganjil berusia 21 tahun itu melanjutkan dengan kalimat yang menyalahkan dirinya sendiri.
Yang membuat Meguro lebih cemas adalah suara Raul yang terputus-putus disertai napasnya yang pendek. Saat itu juga, Meguro beranjak untuk menyusul Raul.
“Ren-kun? Ada apa?” Haruna tidak bisa tidak penasaran dengan kekasihnya yang tiba-tiba beranjak dengan cepat dan membuatnya terkejut. Seraya memakai mantel dan syalnya Meguro menjawab sang kekasih, “Raul. Sepertinya terjadi sesuatu padanya.”
Haruna terkejut. Dia refleks ikut beranjak. “Tunggu! Aku ikut denganmu!” Dia curiga pasti ini ada kaitannya dengan Mina. Apalagi besok kelulusan anak itu... Apakah Raul menemui Mina lagi?
Raul berusaha mati-matian mengatur napasnya. Dia tidak bisa menarik napasnya sama sekali. Belum lagi isakannya yang semakin hebat. Bahkan Raul sampai harus jatuh terduduk bersandar pada dinding pertokoan disana. Untungnya suasana disana sedang sepi, kalau tidak dia akan benar-benar menarik perhatian orang-orang.
Raul merasakan berbagai macam emosi tercampur jadi satu. Marah, kecewa dan sedih seperti menguasainya saat ini dan Raul seperti tenggelam di dalamnya. Dia sudah berusaha keras kembali ke permukaan namun sekuat apapun dia seperti ditarik kembali untuk jatuh ke dalam emosi terdalamnya. Pandangan Raul mengabur seraya dengan isakannya yang memelan dan napasnya yang semakin pendek. Dalam pandangan yang mengabur itu dia bisa melihat seseorang mendekat kearahnya.
“Rau! Raul!” “Raul-kun, napasnya pelan-pelan. Tarik dari hidung.”
Pandangan Raul perlahan-lahan kembali jelas. Napasnya yang semula pendek-pendek kembali normal. Dia menoleh ke kanan dan kirinya, menemukan Meguro dan Haruna yang menatapnya cemas. Haruna di sebelahnya masih membimbingnya untuk mengatur napas sembari mengusap-usap punggungnya.
“Ha-Haruna-san...” “Napasnya pelan-pelan ya, Raul-kun. Jangan dipaksa bicara.” Kata Haruna dengan cemas. Raul meraih tangan Haruna yang menyentuh pundaknya.
“Ka-Kak Mina... Kak Mina bilang ...” Raul menarik napas lagi. “Kak Mina bilang... dia-dia Cuma bermain-main denganku...”
Haruna melirik kearah Meguro sekilas. Sementara Meguro menatap sejenak Haruna dan Raul bergantian sebelum akhirnya menunduk. “Kak Mina bilang dia lelah berjuang un-untuk diterima Snow Man... Dia bilang... Dia bilang dia gak pernah sayang padaku, Ha-Haruna-san...” Sepasang mata Raul kembali berkaca-kaca.
Haruna ikut merasakan rasa sakit yang dirasakan Raul. Dia langsung menarik perlahan Raul ke dalam pelukannya, mendekapnya erat dan mengusap punggungnya.
“Kak Mina berbohong, kan, Haruna-san... Kalau dia tidak pernah menyayangiku... untuk apa dia berusaha untuk diterima Snow Man? Ke-Kenapa dia tidak langsung menyerah saja? Ke-Kenapa dia bilang sayang padaku waktu itu... Haruna-san...” Raul kembali terisak, membalas pelukan Haruna.
Haruna tidak sanggup membalas. Wanita itu hanya berusaha menenangkannya dengan usapan-usapan pelan di punggungnya sementara matanya menatap tajam kearah Meguro.
Mina mematut dirinya di depan cermin toilet kampusnya. Dia mengecap-ecap bibirnya setelah memoleskan pewarna bibir disana. Rambutnya yang diikat dengan model twisted dan dihiasi jepitan kanzashi berwarna senada dengan hakama yang dikenakannya hari itu. Mina menatap sejenak pantulan dirinya. Bersyukur bahwa matanya tidak terlihat bengkak setelah menangis semalam.
Upacara kelulusannya hari itu berjalan dengan lancar. Dia berhasil lulus dengan nilai baik. Begitupula Mako, sahabatnya. Mina berjalan keluar dari toilet, bersiap untuk pulang dari sana. Kakinya yang dilapisi ankle boots berwarna hitam melangkah di pendestrian menuju halte bis. Halte itu tidak banyak dipenuhi oleh mahasiswa yang sudah lulus. Mungkin sebagian dari mereka memilih untuk makan-makan bersama orang terkasih. Tadi, dia sudah berfoto dengan dosen maupun Mako.
Perjalanan menuju halte bis ditemani oleh ranting sakura yang berayun-ayun perlahan dihembus angin. Langkahnya terhenti sejenak untuk menatap bunga itu. Tidak dirasa sudah berapa tahun dia berkuliah disini, meski tahun terakhir dia habiskan untuk mengerjakan tugas akhir di kantor. Tapi, setidaknya dia bersyukur ada kenangan yang terukir di tempat itu meski akhirnya tidak begitu baik.
“Mina-chan!” Perempuan bermarga Miyahara itu berbalik, menemukan sosok perempuan yang dia kenal sebagai Shirokawa Haruna sedang berlari kecil kearahnya dengan sebuket bunga baby breath dan lili di tangannya. Mina sedikit terkejut saat Haruna langsung memeluknya.
“Happy graduation, Mina-chan!” Ujarnya sembari menggoyangkan tubuh keduanya. Dibelakangnya ada Meguro yang ternyata juga ikut datang bersama Haruna.
Haruna melepaskan pelukannya dan menyerahkan buket itu pada Mina. “Maaf aku mengajak Ren-kun kemari,” katanya. Mina menggeleng. Dia merunduk sopan pada Meguro yang dibalas hal yang sama oleh lelaki itu. “Raul tidak bisa diajak karena sedang sakit.”
Mina terkejut mendengarnya. Matanya mengerjap selama beberapa saat sebelum akhirnya berdehem. Haruna dan Meguro bertukar pandang. “Oh begitu...” balas Mina. Dia berdehem lagi dan bola matanya bergerak kesana kemari.
“Bagaimana kalau kita makan dulu? Sekalian mengobrol sebentar. Tidak apa-apa, ‘kan? Habis ini Mina-chan ada janji?” Haruna merentetkan pertanyaan itu pada Mina membuat Mina tertawa geli.
“Haruna-san tumben sekali banyak bicara hari ini. Habis ini aku tidak ada acara lain.” Balas Mina.
“Bagus. Ayo kita makan mochi!” Seru Haruna penuh semangat.
Mereka masuk ke sebuah resto yang khusus menjual mochi. Haruna sudah lebih dulu memesan Ichigo Stroberi sementara Mina memesan Sakura Mochi dan Meguro memesan Umeboshi Onigiri.
Haruna sibuk mengobrol dengan Haruna tanpa memperdulikan Meguro yang sedang asyik memandangi orang yang berlalu lalang di depan resto itu. “Kudengar Ren-kun sudah meminta maaf padamu, Mina-chan?” Tanya Haruna. Mina tersentak, dia melirik kearah Meguro yang melirik kearahnya.
“Ah, iya, kami bertemu di Asakusa waktu itu.” Benar. Mina dan Meguro sudah saling berbicara empat mata. Meguro meminta maaf padanya tentang perlakuan buruknya pada Mina dan juga sempat meminta Mina untuk kembali pada Raul. Bagaimanapun Raul sangat menyayangi Mina.
“Syukurlah. Jadi, kalian sudah baikan.” Kata Haruna dengan senyum bahagianya. Dia bersyukur satu masalah sudah selesai tanpa perlu dia turun tangan. “Miyahara.” Meguro memanggil namanya, Mina menoleh kearah Meguro.
“Semalam,” Tubuh Mina refleks menegang. Punggungnya mendadak kaku dan jantungnya berdetak kencang. “Raul drop di dekat apartemenmu. Dia bilang bahwa kau hanya bermain-main dengannya. Kau tidak pernah benar-benar sayang padanya.”
Mina mengulum bibirnya. “Aku...” Seorang pelayan mengintrupsi obrolan mereka dan meletakan pesanan di meja mereka. Ketiganya menggumamkan terima kasih.
“Aku tahu kau berbohong padanya tentang semua itu.” kata Meguro. Mina menunduk, menatap kedua tangannya yang bertaut.
“Untuk apa Mina-chan berbohong seperti itu?” Kali ini suara Haruna terdengar, suaranya lembut dan tanpa penghakiman. Mina menatap kearah Haruna yang sekarang menatapnya.
“Aku.. Aku memang masih menyayangi Rau. Perasaanku padanya sampai sekarang bukan kebohongan. Tapi, aku bukan orang yang kuat seperti Haruna-san. Aku tidak sanggup kalau harus menghadapi kakak-kakaknya di Snow Man yang tidak merestui kami sekuat apapun aku memantaskan diri...” balas Mina. Matanya terasa panas.
“Image sebagai perempuan yang memiliki banyak mantan kekasih sudah seperti sesuatu negatif di mata mereka. Aku tidak mau hanya karena aku hubungan Rau dan Snow Man memburuk.” Katanya. Meguro berdecak. Lelaki itu melipat tangannya. “Kau malah membuatnya semakin memburuk, Miyahara.”
Mina membulatkan matanya. “Apa? Maksudnya?” Meguro menarik napas dan menghembuskannya. Dia bercerita bahwa selama beberapa bulan ini Raul menghindar untuk menghabiskan waktu bersama Snow Man. Lelaki itu memilih untuk menyibukkan diri dengan kelas akting dan modelingnya. Dia selalu menolak kalau diajak untuk makan bersama seperti biasanya.
“Apakah kalian tidak mau kembali bersama? Raul benar-benar bahagia saat bersamamu, Mina-chan.” Haruna meraih tangannya, menggenggamnya.
“Tapi, aku...”
“Anggap kami sudah mendukung hubunganmu dengan Raul, Miyahara. Meski itu memang hal yang harus kami lakukan padanya sejak dulu.” Kata Meguro. Mina terdiam beberapa saat. Tapi, dia merasa bahwa dia sudah menyakiti Raul, tidak ada tempat untuknya lagi di sisi lelaki itu.
“Aku sudah menyakitinya, Haruna-san...” “Minta maaf padanya, Mina-chan. Kalian berhak mendapat kesempatan kedua satu sama lain.”
Raul menghela napas, buket mawar yang dibawanya hari itu terayun pelan kebawah dengan gerakan kecewa. Suasana di sekitarnya sudah tidak begitu ramai, saat dia tanya pada petugas yang berjaga di auditorium mengatakan bahwa upacara kelulusan sudah selesai sejak dua jam yang lalu.
Mau tak mau Raul merasa kecewa karena dia tidak berhasil memberikan ucapan terakhir selamat kelulusan pada mantan kekasihnya itu. Lelaki jangkung itu menarik napas dan melangkah pergi dari sana, berjalan kearah tempat dimana dia dan Mina kali kedua bertemu. Dia berdiri di depan mesin penjual minuman, menatapnya sejenak seakan sedang memutar memori dengan vending machine itu sebagai tombol kembalinya. Seulas senyum terukir di wajahnya.
Raul merogoh saku mantelnya. Mengerjapkan mata saat menyadari ada yang aneh dari saku mantelnya. Padahal Raul ingat menyimpan dompetnya disana. Lelaki itu merogoh lebih dalam saku itu dan tetap tidak menemukan apa-apa. Raul mengapit buket mawar itu di ketiaknya, merogoh segala kantong di outfitnya saat itu.
“Kau menjatuhkan ini.”
Raul menoleh kearah tangan yang terulur padanya. Dompetnya! “Terima kasih!” Ujar Raul menerima dompetnya dari tangan seseorang itu. Kepala Raul mendongak sedikit dan bertemu dengan sepasang mata yang dia rindukan selama ini.
“Kak Mina...?”
“Hai, Rau.”
Keduanya saling bertukar pandang, menikmati waktu memandangi wajah satu sama lain. Raul menggeleng. “Kak Mina kok disini?” tanyanya. Mina mendekat kearah vending machine dan memasukkan selembar uang ke dalamnya, memencet sekaleng cola dingin dan sebotol hangat teh susu.
Dia berdiri di depan Raul dan mengulurkan tangannya yang memegang botol teh tersebut. “Aku mau menagih uang makan siang waktu itu.” katanya. Raul mengerjap. Dia mengerutkan dahi, berusaha mengingat dan tersentak saat kenangan manis itu menyelinap di benaknya.
Mina duduk di bangku yang ada di sebelah vending machine, menikmati cola dinginnya. Mina mengulum bibirnya, menoleh kearah Raul yang masih berdiri memandanginya. “Kau sedang melihat apa?”
“Kak Mina.” Balas Raul tanpa ragu, masih betah memandangi Mina dengan kedua matanya. Wajah Mina memanas, bibirnya tidak bisa menahan senyuman yang terukir di wajahnya. “Hmm, jadi untuk apa kau kemari? Seingatku kata Haruna-san, kau sedang sakit.”
“Hanya sakit yang minor, aku kemari untuk menemui kak Mina.” Kata Raul. Mina menggangguk. “Kau sudah bertemu denganku.” Balas Mina.
Raul mengangguk. Kakinya berjalan mendekat Mina, tangannya meletakan sebuket bunga itu di pangkuan Mina, sementara kedua tangannya menangkup wajah Mina dan Raul menunduk untuk bisa mendekatkan wajahnya kearah Mina. Dia mengecup lembut bibir Mina yang terdiam di posisinya.
“Sotsugyou omedetou, kak Mina.” Bisiknya setelah menjauhkan diri dari Mina. Keduanya bersitatap. “Arigatou,” kata Mina. “tapi, kau hanya mau mengatakan itu?” lanjutnya berbisik. Raul menarik napas.
“Ada lagi. Tapi, ini sebuah permintaan yang terdengar mustahil,” jawab Raul. Lelaki itu menempelkan kening mereka. “Kalau bisa, aku mau menjadikan kak Mina orang yang berharga, sekali lagi. Aku mau menyayangi kak Mina dengan baik. Aku yang akan jadi orang pertama yang membuat Kak Mina merasa diterima dan merasa bahwa kita selalu di dunia yang sama, dimanapun...”
Mina mengangkat tangannya, mengabaikan jantungnya berdetak sangat cepat serta wajahnya yang terasa panas saat ini, tangan Mina mengusap pipi Raul. “Akan kujadikan permintaan itu jadi kenyataan.” Bisiknya. Raul melebarkan matanya mendengar ucapan Mina barusan. Tidak kalah dengan Mina, detakan jantung Raul semakin menggila. Raul bisa melihat Mina yang tersenyum padanya sebelum mencium bibir Raul sekali lagi.
Perempuan itu melingkarkan tangannya pada leher Raul. Dia memutuskan ciuman itu bukan hanya sekedar bibir yang saling menempel. Mina membuka bibirnya, membuat Raul dengan refleks mengapit bibir atas Mina. Suara kecupan demi kecupan memenuhi taman Keio yang sepi. Hembusan angin musim semi menerpa wajah keduanya.
Ciuman itu terhenti saat Raul tanpa sadar hendak memasukkan lidahnya ke dalam mulut Mina. Napas keduanya sedikit terengah dan Mina merasakan wajahnya semakin memanas. Raul menarik Mina berdiri, memeluk perempuan bermarga Miyahara itu ke dalam dekapannya. Memeluknya dengan erat. Takut jika dia lepaskan, Mina akan kembali menghilang.
“Maaf ya, Rau.” “Jangan pergi lagi dari sisiku. Aku takut harus belajar mencintai dari orang lain selain kak Mina...”
Mina mengangguk. Dia menenggelamkan wajahnya di dada Raul, mengeratkan pelukan mereka.
“Gimana perasaannya, kak Mina?” “Nyaman. Saat aku sama Raul, aku merasa nyaman. Seperti di rumah.” “Sama. Hehe. Aku juga!”