The Swan Part 2 (END)

Mmhr, Typo, Cringe


“Kau diapakan oleh si ikan Maguro itu?!” Matsumoto Tsuki menggeram. Sementara, Airi yang sedang memainkan air dari danau, dengan tangannya itu hanya tersenyum tipis.

“Aku sempat meninggalkan Haruna sendirian. Padahal Meguro sudah memintaku menjaganya karena sedang ada yang mengincar nyawanya.” Ucap Airi. Tsuki berdecak. Dia menggeleng.

“Aku tidak bertanya kenapa kau bisa diapa-apakan Maguro itu...” Kata Tsuki. Airi tersenyum dan menatap kearah sahabatnya yang merupakan Dewi Penunggu Gunung di Jepang itu. Bentakan yang dikeluarkan perempuan itu tadi bahkan membuat seisi hutan sedikit terusik, burung-burung sampai berterbangan karenanya.

Airi terdiam sejenak menyadari ucapan Tsuki. Dia mengerutkan kening dan senyumannya memudar. “Apa maksudmu? Kau tahu kenapa aku diapa-apakan Meguro?”

Tsuki mengerjap sejenak. Dia berdehem dan memalingkan wajahnya. Enggan menatap kearah Airi. “Tsuki, jawab aku.” Hanya Airi yang bisa memerintah sang Dewi untuk meresponnya. Kalau bukan Airi, Tsuki sudah melayangkan pukulan dan tatapan tajamnya.

“Tidak.” Balas Tsuki dengan pelan. Airi semakin menyipitkan matanya. Air di tangan Airi berubah menjadi sekumpulan api yang menyala merah. Tsuki menggigit bibirnya. Dia menoleh perlahan ke Airi dan tersenyum.

“Matsumoto?”

Meguro sedang memandangi dengan bingung Haruna yang sedari tadi bersin saat sedang menggendong kucing peliharaannya. Meski dia seorang siluman angsa, dia termasuk penyuka hewan berbulu tersebut.

Tapi, tidak sekalipun selama Meguro, sang Goblin, melihat Haruna bersin tidak henti saat menggendong kucingnya. Kucing itu bahkan terlihat menatap tajam kearah Haruna, beberapa kali mendesis tajam.

Lelaki itu langsung berlari menghampiri Haruna yang memekik sambil memegangi punggung tangan yang dicakar oleh sang hewan peliharaan. Sementara sang kucing berlari keluar.

“Kau baik-baik saja?” Tanya Meguro cemas. Haruna mendelik pada kucing yang sudah menghilang di balik pintu tersebut. “Dasar kucing sialan...” gerutu Haruna. Semakin membuat Meguro heran dan curiga. Haruna tidak pernah sekalipun mengutuk hewan seperti itu. Ini pertama kalinya Meguro dengar selama dia mengenal gadis itu.

Haruna tersenyum kearahnya. Kepalanya mengangguk. “Aku baik-baik saja.” Balas Haruna. Meguro tersenyum dan mengusap wajah Haruna. Dia menelisik setiap inchi wajah sang kesayangannya.

Sudah seminggu sejak Haruna kembali, selama seminggu itu pula Meguro merasa asing pada sosok Haruna. Tapi, dia berpikir bahwa setiap orang bisa berubah. Termasuk kekasihnya. Tapi mereka berdua bukan manusia.

“Haruna, kita main ke danau hutan, yuk.” Ajak Meguro. Perempuan bermarga Shirokawa itu mengangguk. Dia mengamit tangan Meguro dan menggenggamnya erat.

“KENAPA KAU TIDAK LANGSUNG MEMBERITAHUKU?!” Airi nyaris saja membakar sebuah pohon di dekat Tsuki kalau saja perempuan itu tidak langsung melompat untuk menghindarinya. “Aku juga memikirkan keselamatan Haruna!” Teriak Tsuki. Airi berdecak. Dia mengacak-acak rambutnya. “Sekarang Haruna dimana?” Tanya Airi. Tsuki mendekati sang sahabat dengan perlahan. “Dia—” Tsuki membulatkan matanya. Dia langsung menarik tangan Airi untuk pergi dari sana, namun bersembunyi di dekat sana begitu menyadari ada seseorang yang mendekat kearah danau dimana mereka sedang menikmati waktu bersama itu.

Tsuki dan Airi berjongkok di dekat tumbuhan ilalang. Keduanya memperhatikan dengan seksama sosok yang mendatangi danau di tengah hutan itu selain mereka. Tsuki dan Airi saling bersitatap begitu menyadari bahwa yang datang kesana selain mereka adalah Haruna dan Meguro. Kedua sejoli itu duduk di rerumputan di pinggir danau itu. Keduanya saling menikmati waktu bersama, sementara Meguro memandangi Haruna.

Lelaki itu sedikit mengerutkan kening. “Kau tidak berenang?” tanya Meguro. Setiap dia datang kesana bersama Haruna, pasti perempuan itu akan merubah wujudnya sebagai seekor angsa yang cantik dan begitu putih bersinar. Sedikit membingungkan untuk Meguro melihat kekasihnya tidak melakukan kebiasaannya.

Haruna menggeleng. Dia menarik kedua kakinya kearah dadanya, memeluk lututnya. “Aku sedang tidak mau berenang disana.” Balas Hruna dengan senyuman di wajahnya. Meguro mengangguk. Benar-benar ada yang aneh dari perempuan ini.

Airi dan Tsuki yang memperhatikan lagi-lagi bertukar pandang. Keduanya sedang menahan diri untuk tidak melompat keluar dari persembunyian mereka. Meguro menelisik perempuan bermarga Shirokawa di sebelahnya ini. Kedua matanya sedikit membulat tidak percaya, tangannya terulur untuk menyentuh rambut Haruna yang sedang terurai itu. Haruna memekik kecil begitu Meguro mengambil sesuatu dari rambutnya secara paksa.

Sebuah bulu angsa berwarna hitam. Meguro terlihat shock melihatnya. Mulutnya sedikit terbuka. Sementara Haruna memegangi bagian kepala dimana bulu yang dicabut paksa oleh Meguro. “K-Kau bukan Haruna...” Bisik Meguro. Lelaki itu meremas bulu hitam itu, menghancurkannya berkeping-keping dalam satu genggaman.

Haruna mengerjap, menatap tak percaya pada kekasihnya ini. “Apa maksudmu? Aku Haruna. Shirokawa Haruna yang kau kenal, Ren-kun.” Haruna menyentuh tangan Meguro yang langsung ditepis sang lelaki.

Meguro langsung beranjak. “Tidak,” katanya. “pantas aku merasa ada yang aneh pada kucing peliharaanmu, pada tingkahmu pada mereka. Itu bukanlah Haruna.” Lanjutnya.

Meguro mengeluarkan pedangnya dengan sekali cahaya. Lelaki itu mundur menjauh dari Haruna. Sementara Haruna menatapnya bingung dengan kepala yang miring. “Ren-kun?”

“Jangan panggil namaku, jalang.” Desis Meguro, mengacungkan ujung pedangnya pada Haruna. Airi menahan Tsuki yang tiba-tiba hendak bergerak keluar. “Mau apa kau?” Tanya Airi dengan panik.

“Menghampiri si ikan itu! Bisa-bisanya dia mengacungkan pedangnya pada Haruna!” Seru Tsuki dengan suara tertahan. Airi berdecak. “Ingat, kau bilang sendiri dia bukan Haruna!” kata Airi. Tsuki mendengkus, membenarkan ucapan Airi barusan.

Haruna menghela napas. Perempuan itu terkekeh. Dia menopang kepalanya dengan menyandarkan tangannya pada lututnya, menatap Meguro dengan seringaian dan tatapan mata yang tajam. Sesuatu yang tidak pernah Meguro lihat dari Haruna. Haruna selalu menampilkan tatapan lembut nan hangatnya.

“Ahh~ Tidak seru sekali ketahuan dalam waktu tiga hari.” Suara lembut Haruna berubah menjadi suara seseorang yang begitu Meguro benci. Dia bahkan tidak pernah membayangkan akan bertemu sosok sialan itu lagi.

“Sial, Imada! Kau kemanakan Haruna?!” Meguro semakin berani mengacungkan ujung pedangnya pada sosok sang angsa hitam yang dia panggil Imada itu. Haruna—Imada yang berada di tubuh Haruna—merotasi bola matanya, telunjuknya menyingkirkan ujung pedang Meguro dan dia berdiri.

“Jangan galak seperti itu, Meguro. Kau tidak mau menyakiti tubuh kesayanganmu ini, ‘kan?” cibir Imada dalam tubuh Haruna itu. Sosok yang Meguro kenal sebagai Black Swan bernama Imada Mio itu menyeringai. Meguro berdecak. “KEMANA HARUNA, BAJINGAN?!” Bentakan Meguro barusan membuat hembusan angin kencang menerpa keduanya.

Haruna—alias Imada sampai harus memejamkan matanya karena hembusan angin yang menerbangkan butiran debu beserta daun-daun yang berguguran di sekitar mereka. “Santai, Meguro, kekasihmu tidak kemana-mana,” jawab Imada. Telunjuknya menunjuk kearah dirinya sendiri. “Disini, Haruna sedang tertidur di dalam sini, Meguro.” Ujarnya.

Meguro mengerjap. Dia menatap tidak percaya kearah Imada yang masih betah di tubuh Haruna. Perempuan itu menggaruk belakang kepalanya. “Kenapa kau lakukan itu padanya?” Bisik Meguro dengan tajam.

Imada mengedikkan bahunya. Dia tertawa. “Kau yang paling tahu alasannya, Meguro.” Meguro mengerutkan kening membuat Imada berdecak. “Karena dia berhasil memilikimu, bukan aku. Padahal seharusnya aku. Bukan anak ini.” Imada menunjuk-nunjuk dada bagian atasnya.

Meguro semakin jengah melihat sosok Imada itu menyentuhkan jarinya pada tubuh Haruna. “Menyedihkan sekali.” Cibir Meguro. Imada tersenyum tipis. Dia mengusap pipi bagian dalamnya. “Jika kau tidak bisa jadi milikku, maka tidak ada yang berhak memilikimu.” Haruna mendekat dengan gerakan cepat kearah Meguro, memutar balikkan pedang itu dan menusuk tepat di dada Meguro.

Lelaki itu terkejut, dia terbatuk. Tsuki dan Airi refleks keluar dari persembunyian mereka, keduanya menatap nyalang pada Imada di tubuh Haruna itu. “Aku tidak mau menyakiti Haruna, tapi kuharus lakukan untuk mengeluarkan si jalang ini dari tubuhnya.” Gerutu Tsuki, mengambil aba-aba untuk melakukan serangan namun terhenti dengan tubuh Haruna yang tiba-tiba menerima sebuah serangan berupa anak panah yang dilemparkan padanya.

Di depan mata mereka, sosok Imada Mio terlihat terlempar keluar dari tubuh Haruna, menyisakan Haruna yang seperti terbangun dari tidurnya yang panjang. Meguro yang masih dengan posisi tertusuk pedangnya sendiri, langsung menangkap tubuh Haruna yang limbung. Sementara itu, sosok yang melemparkan anak panah pada Imada, muncul di sebelah Airi.

“Shota?” Airi tidak menyangka bahwa sosok Grim Reaper dengan suara nyaringnya itu muncul dan langsung melemparkan anak panah mematikannya pada Haruna, hanya untuk membunuh Imada yang sekarang sedang sekarat, meringkuk dan meringis kesakitan.

Tsuki mendekat kearah Watanabe dan mendorong tubuh lelaki itu dengan kasar. “Apa yang kau lakukan pada Haruna?!” Geram sang Dewi Penunggu Gunung itu. Watanabe tidak gentar langsung menatap kearah sang perempuan. “Aku menyelamatkannya.” Balasnya tanpa ekspresi.

“Tapi, kau membunuhnya juga!” Teriak Tsuki. Dia sudah siap mengajak Watanabe berkelahi, namun terhenti saat mendengar teriakan frustasi Meguro.

“Haruna, Haruna...” panggil Meguro dengan suara yang gemetar, tangannya menyentuh wajah Haruna. Perempuan itu menggeggam tangan Meguro. Napas sosok White Swan itu mulai terputus-putus.

“Maaf, Ren-kun... Aku membiarkan dia merasukiku...” Meguro menggeleng. Dia menunduk. Menahan tangisan yang bisa saja pecah saat itu juga. Haruna menyentuh pedang yang masih menusuk Meguro. Pedang itu perlahan-lahan menghilang, hanya menyisakan rasa nyeri yang tidak seberapa dibanding patah hati yang dirasakan olehnya saat ini. “Maaf aku melukaimu.” Bisiknya parau.

Meguro menggeleng. “Tidak, Haruna, tidak...” balasnya. Meguro berusaha melepaskan anak panah yang menancap tepat di jantung Haruna. Sosok Imada sudah mulai terbujur kaku, kehilangan nyawanya.

Anak panah yang dilemparkan oleh Watanabe, sang Grim Reaper itu merupakan alat untuknya mengambil nyawa di masa ini. Mau sekuat apapun Meguro melepaskan anak panah ini, hanya sia-sia yang akan dia terima. “Ren-kun, lihat kesini...” panggil Haruna. Meguro tidak mau melihat kearah Haruna, dia takut. Dia takut saat melihat sang kekasih, sosok kesayangannya itu akan menghilang.

“Aku mencintaimu,” bisiknya. “maukah kau menungguku?” lanjutnya. Meguro menggigit bibirnya. Kepalanya menggeleng pelan. Haruna mengusap wajah Meguro. “Hanya sebentar. Aku hanya pergi sebentar, Ren-kun.”

Sebentar yang dimaksud adalah sangat lama. Sangat lama hingga Meguro sepertinya tidak akan sanggup. “Aku tidak mau. Kau tidak boleh meninggalkanku...” ucap Meguro parau. “Tidak boleh, Haruna.” Lelaki itu mengangkat tubuh Haruna untuk mendekat padanya, mendekapnya erat.

“Maaf, Ren-kun...”

Itu adalah kalimat terakhir yang Haruna berikan pada Meguro sebelum akhirnya menghilang dari pelukan Meguro, meninggalkan Meguro yang terisak, menangis tersedu-sedu di tempat dia pertama kali bertemu sang kekasih, sang pujaan hati.