Tidak lagi bersama

Typo, Cringe, Angst


Sosok perempuan berambut sepunggung dengan topi dan masker yang menutupi sebagian wajahnya itu turun dari sebuah mobil Honda Jazz yang dikendarai teman dekatnya yang juga kekasih salah satu member Snow Man. Shirokawa Haruna sedikit menunduk kearah jendela mobil yang terbuka dan menurunkan sedikit maskernya.

“Airi-san, menunggu sebentar tidak apa-apa?” Sosok dibalik kemudi bernama Minamoto Airi itu mengangguk. “Maaf aku merepotkan.” Haruna meringis.

Airi merotasi bola matanya sembari mengibaskan tangan. “Santai saja. Sana samperin Meguro dulu.” Haruna mengangguk dengan segaris senyum yang datar. Perempuan itu kembali berdiri tegak dan berjalan memasuki sebuah bar private di daerah Roppongi itu, sementara mobil Honda Jazz milik Airi melaju pergi untuk mencari parkir lot di dekat sana.

Haruna menunjukkan kartu identitasnya pada resepsionis di depan sebagai bukti legal untuk masuk ke bar tersebut. “Datang kesini untuk minum atau sedang ada janji dengan seseorang?” Haruna sedikit mengerjap saat ditanya seperti itu oleh sang perempuan resepsionis tersebut. “Uhm...” Haruna agak ragu untuk menjawab karena yang dia cari disini adalah seorang publik figur.

“Tenang saja, kerahasiaan identitas pengunjung sangat kami jaga disini.” Sang resepsionis sepertinya paham kecemasan Haruna, membuat perempuan bermarga Shirokawa itu menghembuskan napas dengan lega. “Saya mencari Meguro Ren.” Balas Haruna dengan yakin, kali ini.

Sang resepsionis tersenyum. “Mari saya antarkan.” Haruna mengikuti langkah sang perempuan, mereka menyusuri gedung tersebut, suasana di dalam bar terasa menenangkan meskipun sedang masuk jam sibuk. Haruna mengedarkan pandangan sembari terus mengikuti sang resepsionis.

“Meguro-san,” Haruna langsung memfokuskan pandangannya ke depan dan menemukan sang resepsionis berdiri di sebelah sosok lelaki jangkung yang sedang menikmati minumnya. Sang resepsionis menepuk pelan pundak lelaki itu. “ada yang mencari anda.” Lanjutnya sembari menunjuk kearah Haruna dengan sopan. Sosok itu menoleh, Haruna melepaskan masker dan topinya menatap kearah sosok bernama Meguro Ren dengan datar. “Hai, Ren-kun.” Sapa Haruna.

Sang resepsionis pamit setelah Haruna dan Meguro mengucapkan terima kasih. Haruna duduk di sebelah Meguro selagi lelaki itu menenggak minumannya. Sang bartender menghampiri Haruna dan menawari pesanan pada perempuan itu. “Ginger ale saja.” Kata Haruna. Dia tidak berniat untuk mabuk hari itu. Airi tidak perlu mengurus dua orang mabuk, dia saja sudah cukup merepotkan minta diantarkan kemari.

“Sedang apa kau kesini, Haruna?” suara berat Meguro bertanya dengan dingin. Lelaki itu memesan minumnya sekali lagi pada bartender. Haruna bisa melihat sang bartender memasang wajah jengah. Perempuan itu langsung menyadari sudah gelas keberapa yang diminum mantan kekasihnya ini.

“Haruskan kamu minum sebanyak itu, Ren-kun?” tanya Haruna cemas. Meguro terkekeh, menyesap sedikit minumannya. Lelaki itu berdehem dan menggoyangkan sedikit gelasnya. “Kau tidak bisa melihat betapa kacaunya kita, Haruna?”

Haruna terdiam. Dia mengulum bibirnya yang terasa kering sementara jemari-jemarinya saling bertaut. Ya, kalian berdua terlihat kacau sejak Haruna memutuskan hubungan keduanya. Sang bartander memutus lamunannya sembari meletakan segelas ginger ale di depan Haruna.

Meguro memutar posisi duduknya menjadi menyamping, menghadap kearah Haruna. Perempuan bermarga Shirokawa itu menoleh dan menemukan wajah Meguro yang jarang dia lihat. Kedua matanya yang memerah, kantung mata yang sangat terlihat, rambut-rambut halus yang muncul di sekitar dagunya menandakan lelaki itu sudah lama tidak merawat dirinya sendiri. Haruna menahan diri untuk tidak menyentuh garis-garis wajah itu. dia menggigit bibir bagian dalamnya, mengepalkan tangan dan menahan diri untuk tidak memeluk tubuh lelaki itu.

“Bagian mana dariku yang tidak cukup untukmu, Haruna? Bilang padaku.” Suara Meguro merilih. Kedua matanya menatap Haruna dengan sendu. Aku yang tidak cukup untukmu, Ren-kun. Aku tidak cukup mencintaimu. Haruna menggeleng. “Tidak ada, Ren-kun,” Haruna menarik napas begitu menyadari suaranya tercekik. “tidak ada.”

Haruna tersentak saat Meguro menyentuh kedua bahunya, meremasnya dengan pelan. Perempuan itu dipaksa untuk melihat kearahnya. “Tapi, kenapa kita harus berakhir? Kenapa... Kenapa kau meninggalkanku, Haruna...?”

Haruna tidak sanggup untuk menjawab kala dia masih merasakan sesak yang sama seperti pertama kali dia katakan pada Meguro keinginannya untuk mengakhiri hubungan mereka. Sesuatu yang Haruna lakukan kala dia merasakan hubungan diantara mereka tidak lagi melengkapi, Haruna tidak merasakan lagi kupu-kupu yang bermain di perutnya setiap kali Meguro memperlakukannya dengan manis. Setiap kali Meguro cemas padanya, yang dia rasakan hanya perasaan kosong dan hampa serta sesak yang tersisa.

Meguro menarik Haruna ke dalam sebuah pelukan, mendekap erat sosok perempuan yang mengisi hari-harinya selama lima tahun. “Bagaimana caranya aku membuatmu jatuh cinta padaku lagi, Haruna...”

Aku tidak yakin bisa jatuh cinta lagi, Ren-kun... Aku tidak suka rasa hampa dan kosong seperti dulu...