新しい恋、はじめよう。Bagian 1: Confession
ShoppiAiri, Fluff, Typo
“Airi, Suki dayo. Tsukiatte kudasai.”
Sosok perempuan berambut panjang sepunggung yang diikat setengah itu menatap datar kearah sosok lelaki berwajah seperti Cinnamon Roll ini. Sosok perempuan yang tadi dipanggil Airi—Minamoto Airi itu melirik kearah badge yang terukir di blazer biru tua yang dikenakan sang lelaki. Watanabe Shota.
Airi menyunggingkan seulas senyum yang membuat Shota mengerjap karena terkejut, tiba-tiba diberi senyum semanis cotton candy itu. Memang dasar bucin. “Gomen ne, Watanabe-kun. Aku tidak mau.” Balas Airi.
Shota mengerjap lagi kali ini terkejut karena balasan dari Airi. “Kenapa?!” Suaranya tanpa sadar melengking membuat Airi refleks mengedikkan bahu. Perempuan berusia 17 tahun itu menarik napas. “Aku tidak mau. Itu saja.”
“Tidak ada alasan khusus?”
“Tidak.”
“Kalo begitu, aku akan buat Airi menyukaiku.”
Airi berdecak. Dia bersidekap dengan malas. Tatapannya yang semula ramah itu berubah. “Kau ini keras kepala sekali! Aku tidak mau ya tidak mau!” ujar Airi jengah. Shota menggeleng. “Karena Airi tidak memberi alasan jelas kenapa tidak mau, aku akan berusaha lagi supaya kau menyukaiku.”
Keras kepala sekali orang ini. Airi merotasi bola matanya. Dia mendekati Shota yang berdiri di depannya. “Dengar, aku tidak tertarik untuk menjalin hubungan romantis dengan lelaki,” kata Airi. Shota mengerjap. Dia menangkup mulutnya dengan terkejut. “Kau... suka sesama jenis?” katanya sedikit berbisik.
Airi mengerjap. Dia berdecak dan melayangkan pukulan pada bahu Shota. Shota meringis sembari mengusap-usap bahunya yang jadi sasaran pukulan Airi barusan. “Mulutmu itu dijaga! Aku masih straight!” Gerutu Airi.
Shota mengerucutkan bibirnya. “Kalo begitu, kenapa kau tidak mau pacaran denganku? Aku tidak jelek-jelek banget.” Airi menatap lamat-lamat Shota. Kalau dipikirkan, Shota memang termasuk lelaki yang tampan. –Sial, Airi mau memukul dirinya sendiri— Lalu, Shota juga langganan peserta lomba kontes menyanyi bersama Kyomoto & Nishino dari kelas IPA. Beberapa teman sekelas Airi juga sering membicarakan Shota.
Airi berdecak. Hitung sudah berapa kali dia melakukannya. “Kalau kau menyukaiku, seharusnya kau menghargai keputusanku dong!” ujar Airi. Dia sudah bingung bagaimana mengatasi Shota yang keras kepala.
Shota terdiam beberapa saat. Dia menatap lama kearah Airi yang malah merasakan wajahnya memanas diperhatikan oleh lelaki itu. “Apa sih?” Gerutu Airi seraya mundur selangkah.
“Benar juga.” Katanya. Seharusnya Shota bisa menghargai apapun keputusan perempuan yang disukainya. Tapi, dia juga tidak mau menyerah untuk mendapatkan kesayangannya. Bagaimanapun selama belum ada undangan pernikahan yang disebar, Shota akan terus memperjuangkannya.
“Baiklah,” Shota menepuk tangannya. Dia mendekati Airi dan memegang kedua bahu perempuan itu. Airi melotot, memundurkan wajahnya. “aku akan membuatmu suka padaku!” tekadnya.
Airi terkekeh. “Kau akan butuh waktu yang sangat lama untuk itu, Watanabe-kun.” Cibir Airi. Airi sudah berencana tidak akan meladeni Shota selama sisa masa sekolahnya. Dia tidak mau menjalin hubungan serius untuk saat ini. Tidak saat dia punya masalah yang lebih besar pada dirinya sendiri.