新しい恋、はじめよう。Bagian 2: Obrolan singkat

ShoppiAiri, Fluff, Typo


“Hah? Kau menyatakan suka pada Airi?” Koji nyaris menyemburkan sup kacang merah yang disiapkan oleh ibunya, untuk dibawa sebagai bekal hari itu. Shota yang sedang melahap pisang dan susunya mengangguk dengan bibir mengerucut.

Kedua mata Koji menyipit. “Kutebak kau ditolak olehnya?” Shota langsung memasang wajah masam. Dia tidak mau mengakui kenyataannya tapi memang itu yang terjadi padanya. Koji tertawa kencang. Sampai harus memukul-mukul bangku kosong di sebelahnya. Shota mendelik.

“Maafkan aku.” Kata Koji, meringis. Dia berdehem. “Bukannya aku minta tolong untuk kenalkan aku padanya dengan baik? Jangan-jangan kau malah menjelek-jelekkanku ya, Koji?!” Omel Shota. Ya. Shota pernah meminta tolong pada Koji untuk menceritakan apapun yang berkaitan dengan Shota pada Airi, mengingat lelaki blasteran Thailand – Jepang itu adalah teman dekatnya Airi.

Koji menahan senyum gelinya. “Sudah kulakukan, Shoppi. Tapi, dia tidak peduli. Aku juga malas cerita kalau orang yang kuajak tidak tertarik.” Kata Koji. Shota menuntaskan makan siangnya. “Lalu, kau menyerah begitu saja setelah ditolak?” Koji menyesap kochanya, menatap Shota dengan penasaran.

Shota menggeleng. “Jelas tidak! Aku tidak mau menyerah hanya perkara dia tidak mau denganku. Alasannya pun tidak jelas.” Gerutu Shota. Senyum di wajah Koji sedikit menghilang, lelaki itu terlihat melamun sebentar sebelum membalas ucapan Shota. Senyum ramah khas milik Mukai Koji terukir di wajahnya lagi. Lelaki itu menepuk-nepuk pundak Shota.

“Kalau begitu, selamat berjuang, ya, Shoppi! Dia tidak suka orang yang sudah bilang akan berjuang deminya malah berhenti di tengah jalan.” Kata Koji. Shota mengerjap, kemudian mengangguk.

“Aku belum ada niat untuk menyerah untuk mendapatkannya, Koji.”

“Yah, semoga saja tidak ada niat seperti itu.”


Matsumoto Tsuki tidak bisa menahan tawanya saat Airi menceritakan soal Watanabe Shota yang menyatakan perasaan dan mengajaknya pacaran. Airi menyikut Tsuki dengan kesal. Keduanya berjalan bersisian di pendestrian selepas sekolah di hari Kamis itu. Airi memilih rute yang sama dengan Tsuki karena perempuan itu diajak Tsuki untuk mampir sebentar ke kediaman Matsumoto. Katanya mamanya sudah lama tidak bertemu Airi dan ingin bertemu perempuan bermarga Minamoto itu.

“Lalu, kau tolak dia?” “Kau berharap apa? Pacaran dengannya? Hell no, Tsuki.”

Tsuki mengedikkan bahunya. Dia berbalik untuk menatap Airi sembari terus berjalan mundur. “Yah, mungkin saja kau mau bermain-main dengannya di sisa masa SMAmu.” Balas Tsuki. Airi merotasi bola matanya. Kedua tangannya masuk ke dalam saku blazer yang dia kenakan. Tidak membalas ucapan Tsuki lagi. Tsuki kembali berjalan dengan normal.

“Hari ini mau menginap di tempatku?” tanya Tsuki tiba-tiba. Airi menaikkan sebelah alisnya. “Kali ini kau diapakan Nakajima-senpai?” Tsuki tertawa kencang. Keduanya berbelok dipersimpangan. “Dibuat jatuh cinta berulang kali.” Kata Tsuki. Airi berdecak pelan dengan seulas senyum tipis di wajahnya.

“Dasar bucin.” Cibirnya. Tsuki membuka pintu gerbang kecil di sebelah gerbang berukuran sedang itu. Disampingnya ada papan nama yang menyatakan kediaman Matsumoto.

“Tadaima.” Tsuki berucap lantang sembari membuka pintu rumahnya. Airi mengucapkan salam dengan pelan, melepaskan sepatunya dan mengambil sandal di lemari.

“Oh, Tsuki,” Suara seorang lelaki menyapa indera pendengaran keduanya. Airi dan Tsuki refleks mendongak. Sementara Tsuki langsung menegakkan badannya dan tersenyum dengan kedua pipi yang meranum. Airi memperhatikannya dengan senyum geli di wajahnya. Di depan mereka berdiri Matsumoto Ryosuke—saudara tertua di keluarga Matsumoto, bersama dengan sobatnya yang berdiri menjulang tinggi di sebelah Ryosuke saat ini, Nakajima Yuto. Yuto melambaikan tangan dan tersenyum kearah Tsuki.

Airi bisa merasakan bahwa setelah ini Tsuki akan melemas bagai agar-agar. “Ah, hai, Yuto-senpai.” Sapa Tsuki. Airi berusaha mati-matian menahan tawanya yang akan meledak saat itu juga. Jarang-jarang dia melihat Tsuki menjaga image seperti ini, biasanya dia bar-bar di sekolah atau saat tidak ada Yuto di dekatnya.

“Males banget, giliran Yuto aja lo panggil senpai ya.” Ryosuke tiba-tiba mencibir dengan sinis kearah Tsuki. Perempuan anak kedua keluarga Matsumoto itu mendelik. “Suka-suka gue dong.” Balasnya sembari menjulurkan lidah kearah Ryosuke.

“Hai, Tsuki-chan, Minamoto.” Sapa Yuto. Sepertinya lelaki itu sedang tidak ingin banyak berbasa-basi. Airi membalas dengan senyuman dan merunduk sopan.

“Dah, yuk, To.” Ajak Ryosuke pada Yuto. Bergegas mengenakan sepatunya. Tsuki sempat meneriaki Ryosuke dan menanyakan mau kemana mereka. Ryosuke hanya bilang ingin main baseball di tempat biasa bersama Yuto dan Chinen.

“Tsuki-chan gak tuh...” Goda Airi, menyikut perempuan di sebelahnya yang sedang tersenyum lebar. Tsuki balas menyikut, nyaris membuat Airi kehilangan keseimbangan. Keduanya beranjak menuju dapur dan menyapa seorang wanita paruh baya yang sedang membentuk gyoza.

Airi menyapa dengan ramah, sementara mamanya Tsuki melebarkan tangan dan memberikannya sebuah dekapan yang singkat serta ciuman di kedua pipi Airi. Tsuki pura-pura mengernyit, “Aku gak digituin juga, nih, ma?”

Mama Mao melepaskan pelukannya untuk menoleh kearah anak perempuannya. “Kan kamu udah sering, Airi yang harus sering-sering dikasih kecupan.” Airi meringis mendengar ucapan mama Mao.

Tsuki duduk di kursi meja makan dan mencomot salah satu tempura yang ditiriskan. “Dia mah perbanyak dikecup sama Watanabe aja.” Cibir Tsuki. Airi melotot mendengarnya sementara mama Mao mengerjap terkejut, dia melihat kearah Airi yang sudah dia anggap sebagai anaknya sendiri ini. Airi tersenyum canggung. Dia melirik kearah Tsuki dengan tajam.

“Kamu udah punya pacar, toh?” Airi menggeleng. “Udah, tapi masih digantung. Jadi, kayak hubungan tanpa status gitu.” Sergah Tsuki. Airi berdecak. “Kau ganti saja namamu jadi Minamoto Airi, Tsuki!” Gerutu Airi.

Tsuki tertawa kencang mendengarnya.