Moonlight Sunrise
ShoppiAiri, Typo, Cringe, Office AU
“Bartenderrr!! Satu lagii!” Seorang bartender bername tag Kato itu menghembuskan napas, mendapati seorang perempuan dengan setelan kantoran sudah setengah mabuk di pantrynya. Sementara teman mabuknya kali ini—Matsumoto Tsuki hanya memperhatikan sembari bertopang dagu dan tersenyum miring, sebenarnya geli melihat kondisi sahabatnya.
“Minamoto-san, ini sudah gelas kelima!” ujar sang bartender. Perempuan bernama lengkap Minamoto Airi itu mengangkat kepalanya yang semula tertidur diatas meja, matanya yang sudah sayu itu menatap sebal kearah Kato, sang bartender. Kepalanya menggeleng-geleng.
“Itu baru gelas pertamaa!” balas Airi. “Ya, ‘kan, Tsuki!?” Sosok yang dipanggil Tsuki menahan senyumnya dan mengangguk. “Ya.” balasnya. Airi beralih kembali pada Kato dan menunjuk wajahnya. “Dengar itu!” Kato merotasi bola matanya. “Baiklah, asal kau membayar semua minum yang sudah dipesan.” Cibirnya.
Airi cengengesan. Dia meraih Tsuki untuk dirangkul. “Tenang! CEO muda ini yang akan membayar semuanyaaa~!” Airi melebarkan sebelah tangannya dengan senyum khas orang mabuknya itu. Tsuki berdecak, dia melepaskan diri dengan paksa dari perempuan itu.
“Kau bayar sendiri saja.‘kan sudah naik jabatan menjadi sekretarisnya Watanabe.” Kata Tsuki. Airi berdecak kencang. Kepalanya kembali direbahkan diatas meja pantry itu sembari menunggu Kato selesai membuatkan pesanannya lagi.
“Aku lebih baik kembali turun menjadi karyawan biasa,” lirih Airi, memainkan jemari lentiknya yang kukunya dipoles warna nude. “gajiku naik tapi sebanding dengan pressure yang diberikan si Watanabe sialan itu.” lanjutnya, menggertakan giginya, berdecak sebal.
Tsuki bertopang dagu setelah menyesap sedikit bloody marynya. “Sesuai juga dengan harapanmu untuk bisa dekat dengannya.” Tambah Tsuki. Airi mengangkat kepalanya dan menatap Tsuki malas dengan wajahnya yang memerah.
“Orang gila yang suka pada bos tempramental dan suka teriak-teriak!”
“Tapi, kau sendiri yang bilang kalau kau hitomebore padanya.” Ucapan Tsuki barusan berhasil membuat Airi terdiam. Perempuan itu mengerucutkan bibirnya. Kato meletakan segelas kecil pesanan Airi dan segera pergi dari sana, takut akan ditarik Airi untuk diminta buatkan minuman lainnya.
“Aku mau memukul diriku dengan keras saat ingat fakta memalukan itu.” gerutu Airi, menenggak habis dalam satu tegukan minuman beralkohol yang dia pesan barusan. Ya. Airi pernah cerita pada Tsuki tentang hari pertama Airi diterima kerja di perusahaan Biyouharu cabang Shibuya sebagai staf Analis Marketing, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kecantikan, HRDnya mengabari bahwa hari pertama dia kerja akan diawasi langsung oleh CEO dari Headquarters BiyouHaru tersebut. Pertama kali melihatnya, Airi merasakan sensasi aneh pada jantungnya yang berdetak cepat serta wajahnya yang terasa memanas serta saat sang CEO bertukar pandang dengannya disertai senyumannya yang mirip dengan maskot Sanrio, Cinnamonroll.
Airi sampai nyaris melakukan kesalahan di hari pertamanya bekerja karena distraksi yang konyol seperti itu. Bodohnya, dia malah membatin apakah ini yang dinamakan Hitomebore? Cinta pada pandangan pertama? Sudah gila. Pekerjaannya selama satu tahun dinilai baik. Dia beberapa kali berurusan langsung dengan sang pemilik perusahaan. Hingga suatu waktu, dia dipanggil HRDnya, mengatakan bahwa dia akan ditransfer ke kantor pusat di Yokohama. Airi awalnya bersyukur, apalagi setelah dikatakan gajinya akan naik. Tapi, yang tidak dia duga selanjutnya adalah jobdescnya berganti menjadi Sekretaris sang CEO yang dia kenal bernama Watanabe Shota.
Selama dia berurusan dengan beliau, Airi tidak ada masalah sedikitpun. Orangnya ramah dan murah senyum. Selain itu, dia juga tampan untuk ukuran pria berusia 30 tahun. Malahan, Airi mengira kalau Shota berusia 5 tahun lebih muda dari usianya. Minggu pertama bekerja sebagai sekretaris masih dirasa aman dan berjalan lancar, dia bisa mengatasi tekanan demi tekanan beserta pengaturan jadwal yang ketat dengan baik. Tapi, memasuki minggu ketiga, dia mulai merasa mempertanyakan alasan mengapa dia harus menerima kepindahannya sebagai sekretaris ke kantor pusat, menangangi Watanabe Shota.
Sosok yang awalnya dia kira sangat baik hati bagaikan malaikat malah ternyata iblish dibalik jubah malaikat. Shota tidak segan-segan meneriakinya saat dia sedang tidak fokus, memarahinya dengan kata-kata tajam menusuknya jika Airi tidak melakukan pekerjaannya dengan benar—meskipun lelaki itu masih punya hati nurani untuk tidak memarahinya di depan umum. Belum lagi, setumpuk dokumen yang harus dia sortir untuk ditanda-tangani, mulai dari yang deadlinenya dekat sampai yang paling lama. Airi jadi bertanya-tanya, kenapa dia masih menyukai orang ini? Memang dasarnya gila.
Seperti hari ini, selepas menyelesaikan sebagian pekerjaannya, dia memutuskan untuk pulang, menelpon Tsuki dan mengajaknya minum bersama untuk melepas penat. Persetan dengan Watanabe. Dia mau meringankan sedikit bebannya meski sementara waktu.
Airi mengambil ponselnya dari tas kerjanya, menyalakan ponsel itu dan mendapati banyak missed call dan pesan dari bos nya yang tempramen dengan mulut sepedas cabai rawit itu, menanyakan dirinya dimana, bagaimana progres pekerjaannya, apa jadwalnya untuk besok pagi, hingga perintah untuk membawakannya sarapan tepat pukul 7 pagi di ruangannya.
“AKU BUKAN BABY SITTERMU, DASAR GILA!” Teriak Airi dengan kesal pada ponselnya, membuat Tsuki yang sedang menikmati Croissant yang dia pesan tersangkut di tenggorokannya. Tsuki langsung meminta air mineral pada bartender yang sedang duduk di dekat sana.
Perempuan anak kedua dari keluarga Matsumoto itu mendelik, memukul kencang pundak Airi dengan kesal. “Berisik sekali kau ini, Airi! Kalau kangen bilang sana!” Gerutu Tsuki. Airi menoleh kearahnya dengan mata menyipit.
“Aku sudah gila rindu pada orang sepertinya.”
Ya, dia gila. Tergila-gila pada orang bernama Watanabe Shota itu. Ponselnya berdering lagi, Airi melirik caller idnya, Watanabe-shachou. Airi menghembuskan napas, menenggak tegukan terakhir Tequila Sunrisenya baru menjawab panggilan tersebut. “Minamoto, kau dimana? Aku perlu dokumen—“
“Watanabe, i don’t know how to say this, but i hope i’m not mad at you anymore,” Airi menarik napas. “This feeling so hard to explain, I don't even know how to talk right now~” Tsuki yang duduk di sebelahnya sembari menerima telepon juga dari tunangannya ini melirik dengan terkejut kearah Airi. Tidak menyangka perempuan ini akan berani berucap seperti itu pada crush yang juga bos nya, bos yang sedari tadi jadi bahan gerutuannya. Bahan keluhannya malam itu. “It's “I-need-you-o'clock” right now! I want you to hear me say “Baby, come be my starlight” “
“Minamoto, kau mabuk?”
“No~ Aku sadar dengan penuh! Lagian ya, ini diluar jam kerja! Daripada kau menelponku untuk menanyakan pekerjaan, lebih baik kau lepaskan stressmu supaya berhenti membuatku tertekan, Watanabe—Hik—Chota!”
Tsuki menutup mulutnya, menahan tawa yang bisa saja keluar dengan kencang selagi dia masih menerima telepon. Tidak lama Airi menutup teleponnya dan kembali merebahkan kepalanya diatas meja, kali ini memejamkan matanya. Sepertinya alkohol mulai mengambil alih kesadarannya. Yah, kali ini membuatnya tertidur bukan meracau tidak jelas seperti tadi. “Kau menelpon siapa? Abe-kun?” Suara Airi terdengar serak berucap pada Tsuki.
Tsuki mengangguk, masih dengan tangan yang menutupi mulutnya, menahan tawanya. Masih. Airi menggumam tidak jelas sebagai balasan. “Ryohei-kun bilang dia mau kesini menjemputku bersama temannya.”
Airi tidak membalas ucapan Tsuki lagi. Terlelap dengan memegang ponselnya yang menampilkan notif dari kontak Shota.
Tsuki berpapasan dengan tunangannya yang baru datang—Abe Ryohei yang datang bersama sosok berwajah seperti Cinnamonroll di sebelahnya, selepas dia keluar dari toilet yang bersebelahan dengan pintu masuk. Ryohei tersenyum kearah sang kesayangan, menarik tangan Tsuki untuk mendekat dan mendaratkan sebuah kecupan kecil pada kening Tsuki.
“Kenapa Watanabe bisa bersamamu?” Tanya Tsuki. Ryohei menoleh ke sebelahnya, mengerjap begitu mendapati Shota yang tadi berdiri di sebelahnya sudah menghilang. Dia mengedarkan pandangan bersamaan dengan Tsuki kearah penjuru bar cozy itu, mendapati Shota sudah berdiri di belakang Airi dan menghela napas, lelaki itu melipat tangannya di depan dada. Terlihat Airi sudah bangun dan sedang bermain dengan ponselnya.
“Aku dan Shoppi tadi ada janji temu dengan Meme & Kenty.” Jawab Ryohei. Dia merangkul Tsuki. Tsuki mengangguk. “Temu kangen?” Meguro Ren dan Nakajima Kento termasuk ke dalam salah dua teman masa kuliah Ryohei dan Shota dulu. “Aku Cuma kangen denganmu, kok.” Jawab Ryohei. Tsuki mencibir namun tidak dipungkiri bahwa dia sedikit salah tingkah dengan ucapan Ryohei barusan.
“Begini nih, abis ketemu Nakajima malah mendadak ngalus.” Gerutu Tsuki. Ryohei tertawa. Mereka kembali memperhatikan Shota dan Airi di pantry bar tersebut. “Tumben sekali bos seperti dia mau datang kemari untuk menjemput sekretarisnya.” Kata Tsuki.
Ryohei terkekeh. “Shota khawatir sekali pada Minamoto dari tadi. Aku bahkan sampai harus mempercepat pertemuan kami hari ini.”
“Oh, biasanya sampai dini hari ya?” Cibir Tsuki. Ryohei berdecak pelan, mencubit pipi Tsuki gemas. “Dari tadi bibirnya mencibir mulu. Minta aku cium kah?”
“Ryohei-kun, apa, sih?” Iya. Tsuki salah tingkah lagi.
“Kato, bosmu galak tidak?” “Syukurlah tidak.”
“Benarkah?” “Coba saja bekerja disini.”
Kato sudah sering menghadapi orang mabuk di bar yang dia ampu ini. Namun, tidak pernah terbiasa menghadapi pelanggan tetapnya yang bernama Minamoto Airi ini. Airi termasuk pelanggan yang keras kepala. Airi sudah memesan gelas ketujuh tequila sunrisenya. Tentunya belum mengalahkan rekor minum dari Tsuki. Tsuki termasuk peminum handal. Kadar alkohol yang bisa dia minum juga tinggi.
“Ada tips merubah bos galak jadi baik hati dan tidak sombong gak?” Tanya Airi. Bahunya mulai berjengit sesekali dan napasnya terputus beberapa kali. Dia cegukan. Kato melirik sosok yang ada di belakang Airi. Dia mengulum bibirnya dan berdehem. “Kau cari tahu sendiri, Minamoto.” Airi berdecak. Dia menegakkan tubuhnya dan bergerak kesal seperti anak kecil.
“Kau tidak asyik.” Gerutunya. Keseimbangan Airi hilang bersamaan dengan gerakan konyolnya itu. Perempuan itu nyaris terjatuh ke belakang kalau saja tidak ada sepasang tangan yang menangkapnya dan punggungnya bersandar pada dada seseorang.
“Huwaah!” Airi menoleh ke belakang, menemukan sosok yang sedari tadi jadi objek keluhannya muncul di hadapannya. Airi segera bangkit dengan sempoyongan. Dia berdiri dari posisi duduknya, mengibaskan tangannya pada Kato, memberi gestur memanggil dan menunjuk dengan semangat pada Shota. “Kato! Kato! Lihat, bos galak yang sering kuceritakan datang!” Kato meringis. Dia merunduk dengan sopan. “Ya, aku sudah melihatnya dari tadi.” Balasnya.
Airi berbalik dan bersandar pada meja pantry, menatap Shota dengan sepasang matanya yang menyipit. “Wah, ada apa kemari, bos? Kau repot-repot menagih dokumen kesini.” Katanya. Shota menghembuskan napas, tanpa melepaskan pandangan dari Airi, dia berucap. “Ayo pulang. Kau mabuk berat, Airi.” Perempuan bermarga Minamoto itu merasakan perutnya geli saat sang atasan memanggilnya dengan nama kecilnya. Airi tertawa pelan untuk mengabaikan rasa berdebar yang tiba-tiba muncul.
“Haaahh? Apa ini? Seorang bos mengantar sekretarisnya yang mabuk pulang? Aku tidak salah dengar? Oh! Apakah aku sedang berada di drama korea? What’s Wrong with Secretary Minamoto!” Racau Airi dengan tidak jelas. Shota berdecak. Dia meraih tangan dan tas Airi, beserta blazernya. “Kau sudah gila. Sekarang ayo pulang. Kau harus membawakan keperluanku jam 7 besok.” Airi melepaskan tangan Shota darinya dan kembali bersandar dengan malas pada meja pantry, bertopang dagu dengan sebelah tangannya dan tangannya yang lain menunjuk-nunjuk wajah Shota dengan kesal.
“Kau seharusnya cari babysitter atau istri bukan sekretaris, Watanabe-shachouu!” omelnya. Shota menatapnya datar, merotasi bola matanya. Dia meraih tangan Airi lagi. “Kenapa tidak kau saja yang jadi istriku?”
Airi mengerjap. Dia tertawa kencang. “Aku jadi istrimu? Kau gila.”
“Ya. Aku tergila-gila padamu.” Tukas Shota dengan kesal. “Benarkah? Wah, kita sama ya! Ah, tapi aku tidak percaya padamu! Kau bukan tipe yang mudah kupercaya. ” Gerutu Airi, sedikit menunduk.
Dasar pembohong. Kalau kau tergila-gila padaku, kau tidak akan menyiksaku seperti ini. Airi menggerutu dalam hati.
Shota mengembungkan pipinya. Dia tersenyum kearah Airi. “Then, i will be your starlight, baby.” Airi mengerjap. Dengan kondisi mabuk seperti ini dia masih seperempat sadar dan merasakan jantungnya makin berpacu cepat dan wajahnya semakin merah. Dia mendekat kearah Shota, mengalungkan lengannya pada bahu lelaki bermarga Watanabe itu dan berbisik.
“Well, i should be your moonlight first, Shota.”
I guarantee i got ya ...
Shota tersenyum tipis. Memiringkan wajahnya kearah Airi, napas dan hidung keduanya bertemu.